Rabu, 25 Desember 2013

Pendidikan Berbasis Karakter : Dalam perspektif Al-Quran dan Hadits


Bismillahir-Rahmaanir-Rahiiem


MAKALAH TAFSIR TARBAWIE

J u d u l :
“PENDIDIKAN BERBASIS KARAKTER“
DALAM PERSPEKTIF AL-QURAN & HADITS TARBAWIE

oleh
Abdullah (14121190059)
Pengampu :
DR. KH. Selamet Firdaus, MA.

BAB  I
1. Latar belakang
Bangsa Indonesia kini sedang menghadapi banyak persoalan, ujian dan problematika mendasar, antara lain telah menipisnya karakter bangsa yang ditandai dengan perilaku KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme) yang menjangkiti hampir di semua lini birokrasi sebagai pemangku kepemerintahan (government), baik dilevel eksekutif (mandataris rakyat), legislatif (perwakilan rakyat), maupun dilevel yudikatif (penegak hukum yang mustinya berpihak pada rakyat), dari pemerintahan pusat hingga daerah. Semua lini itu -yang seakan-akan tanpa mengecualikan satu dari yang lainnya- pun terjangkiti oleh virus-virus negatif yang teramat abstrak dan tabu untuk diungkap berbentuk KKN.

Di dunia pendidikan misalnya, maraknya tawuran antar sesame pelajar dan antar mahasiswa, ini juga telah menjadi kebiasaan yang tak lagi tabu di kalangan mereka hingga mendadak menjadi sebuah trend setter tersendiri yang menjelma sebagai identitas baru akan eksistensi diri mereka, para pelajar dan mahasiswa.

Eksploitasi hak antar sesama bangsa dan sebagainya juga banyak mewarnai pemberitaan media, bahkan hampir saja tersaji dan menghiasi layar kaca pemberitaan televisi di setiap harinya. Belum lagi di arus bawah, pada level masyarakat umum, maraknya kasus mutilasi, pembunuhan berencana dengan pengabaian hak-hak asasi manusia dan kasus-kasus lain, ini juga seakan-akan telah menjadi sebuah kelaziman tersendiri oleh bangsa ini yang menjamur dikota-kota besar hingga pelosok desa. Ironisnya para pemangku jabatan seakan-akan tak lagi perduli akan kemorat-maritan nasib bangsanya sendiri.

Maka oleh sebagian kalangan, keterpurukan dan kebobrokan kondisi bangsa Indonesia di semua lini, ini terjadi antara lain karena semata-mata dianggap telah membiasnya karakter dan kepribadian bangsa hingga tak lagi dilihat sebagai bangsa yang maju, mandiri, bermartabat dan berwibawa di mata internasional, dan ini oleh sebagian kalangan, secara prinsip di klime antara lain karena telah mundur dan terbelakangnya faktor pendidikan moral dan spiritual yang diberlakukan pemerintah kepada bangsanya sendiri. Fakta ini secara jelas disinyalir dengan masih berjalan stagnan -kalau tidak mau dibilang mundur- akan rating atau peringkat system pendidikan yang di raih bangsa ini bila di komparasikan dengan kemajuan system pendidikan bangsa-bangsa lain didunia yang melesat naik secara drastis jauh melampaui rating system pendidikan bangsa Indonesia, negara kita tercinta ini yang hanya mampu menempati peringkat 64 dari 65 negara di dunia seperti yang baru-baru ini santer di beritakan. [01]

2. Rumusan masalah
Dari uraian latar-belakang yang terdeskripsi sebagaimana diatas maka ada beberapa rumusan yang harus diajukan untuk segera dicari solusi yang tepat sebagai jawaban dan jalan keluarnya atas problematika sosial yang cenderung destruktif sebagaimana tergambar diatas, ialah :
a.  Karakteristik pendidikan yang bagaimanakah yang di tawarkan Al-Quran dan Hadits berkenaan dengan tujuan Tarbiyah Islam ?, … dan
b.  Usaha apakah yang dilakukan oleh seorang pendidik untuk mewujudkan karakter dan kepribadian tersebut ?.

3. Tujuan penulisan
Makalah ini disusun sesungguhnya bertujuan untuk semata-mata mencari formula terbaik dan solusi yang tepat atas permasalahan seabagaimana tergambar pada rumusan masalah di atas, ialah :
a.   Untuk merumuskan formula terbaik dan solusi yang tepat tentang karakteristik pendidikan yang di tawarkan sebagaimana dalam Al-Quran dan Hadits berkenaan dengan tujuan Tarbiyah Islam  … dan
b.   Untuk merumuskan tentang apa saja yang seharusnya dilakukan oleh seorang pendidik untuk mewujudkan pendidikan berbasis karakter tersebut.

<< >>

BAB  II
1. Pembahasan.
1.1. Sekilas tentang pengertian pendidikan.
Secara bahasa (analogi), pendidikan merupakan “Suatu proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan[02]. Pendidikan bisa juga berarti proses, cara dan atau perbuatan mendidik. Sedangkan kata “karakter” terambil dari bahasa asing yang memiliki makna sebagai suatu sifat, watak atau peran. [03]

Jadi, pendidikan karakter dalam pendekatan terminologi pendidikan nasional sebagaimana hasil rumusan kajian pemikiran yang di kembangkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan di lingkungan Kementrian Agama Republik Indonesia (Balitbang Kemenag RI) yang juga dikutip dalam “websites”nya, ialah “Sebagai salah satu hal yang sederhana karena kata ‘karakter’ adalah semua pengembangan diri siswa dalam interaksi belajar yang berlangsung -hingga awal dan berakhirnya proses pengajaran- bisa tercapai pembentukan siswa yang berkarakter”. “Pendidikan karakter di sekolah sangat diperlukan, walaupun dasar dari pendidikan karakter adalah di dalam keluarga. Kalau seorang anak mendapatkan pendidikan karakter yang baik dari keluarganya, anak tersebut akan berkarakter baik selanjutnya. Namun banyak orang tua yang lebih mementingkan aspek kecerdasan otak ketimbang pendidikan karakter”. [04]

Sementara, pendidikan berbasis karakter yang di adopsi dalam perubahan mind-set kurukulum 2013 yang sebentar lagi akan diimplementasikan serentak secara nasional mulai pertengahan tahun 2014 mendatang, pada dasarnya mencakup empat point penting yang harus ditekankan dalam peletakan dasar-dasar pengembangan kurikulum dari kurikulum sebelumnya, antara ialah :
*. Aspek Spiritual
*. Aspek Sosial
*. Aspek Sains (ilmu pengetahuan) sebagai pengembangan aspek kognitif
*. Aspek Skill (keterampilan) sebagai pengembangan aspek psikomotorik.

Dua point pertama, lebih sebagai perwujudan aspek afektif peserta didik yang mengedepankan nilai-nilai spritual dan norma-norma sosial sebagai pengembangan pendidikan yang berbasis karakter dan kepribadian yang disinilah letak dominasi penekanan yang mustinya mendapat porsi lebih banyak dan mendapat perhatian besar ketimbang dua point terakhir, yaitu aspek sains dan sekill yang masing-masing sebagai perwujudan pengembangan aspek kecerdasan kognitif dan kelincahan psikomotorik pada perkembangan pembelajaran peserta didik.

Sedangkan urgensi pendidikan secara islami (tarbiyah islamiyah) ialah terbentuknya suatu karakter dan kepribadian islami (syakhsiyah islamiyah) yang ideal. Pribadi islami adalah pribadi yang menjadikan nilai-nilai islam sebagai unsur-unsur pembentuk kepribadiannya, sehingga kelak ia benar-benar dapat mencerminkan keislamannya. [05]

1.2. Pendidikan dalam terminologi Al-Quran dan Hadits :
a.      Tarbiyyah (Pendidikan)

قال تعالى : ﴿... وَقُلْ رَبِّي ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا ﴾ . (الإسراء : 24)

Artinya : “… dan ucapkanlah : "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”. (QS. Al-Isra 24). [06]
 
قال إبن كثير : وإنما يذكر تعالى تربيةَ الوالدة وتعبها ومشقتها في سهرها ليلا ونهارًا، ليُذكّر الولد بإحسانها المتقدم إليه. (انظر "تفسير القرآن العظيم" لإبن كثير ص 264 من الجزء السادسة)

Ibnu Katsier berkata : “Hanyasannya Allah SWT mengingatkan kembali akan masa-masa pendidikan orang tua, pengasuhan dan kepayahannya dalam keterjagaannya di sepanjang malam dan siang hari supaya -hal itu- oleh si anak dapatlah diingatnya akan kebaikan-kebaikan yang telah dilalui orang tua si anak”. [07]

Dari ayat ini secara benang merah dapatlah ditarik simpulan :
Murabbi          => pendidik/pengasuh => kedua orang tua.
Mutarobbiy     => pelaku didikan => anak-anak
Tarbiyyah       => proses pendidikan/pengasuhan dari kedua orang tua kepada anak-anaknya.

Dalam ayat lain, Allah SWT berfirman :

قال تعالى : ﴿ قَالَ أَلَمْ نُرَبِّكَ فِينَا وَلِيدًا وَلَبِثْتَ فِينَا مِنْ عُمُرِكَ سِنِينَ .{الشعراء : 18}

Artinya : “Berkata (Firaun kepada Musa) Bukankah kami telah mengasuhmu diantara (keluarga) kami, waktu kamu masih kanak-kanak dan kamu tinggal bersama kami beberapa tahun dari umurmu”. (QS. Asy-Syu’ara : 18). [08]


قال ابن كثير : ما أنت الذي ربيناه فينا وفي بيتنا وعلى فراشنا, وأنعمنا عليه مدة من السنين <<>>  انظر "تفسير ابن كثير"  ص (3/443)

Ibnu Katsier, ketika menafsirkan ayat ini ada menyimpulkan makna tarbiyah yang tersirat dalam ayat : ”Bukankah engkaulah yang telah kami didik dilingkungan kami dan keluarga kami dan dalam tanggung jawab dan pengasuhanan kami, dan itu berlangsung selama beberapa tahun”. [09]

b. Ta’liem (pengajaran)

قال تعالى : ﴿ وَعَلَّمَ آدَمَ الأسْمَاءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلائِكَةِ فَقَالَ أَنْبِئُونِي بِأَسْمَاءِ هَؤُلاءِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ . (البقرة 31)

Artinya : “Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman : ` Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar ` ” (QS. Al-Baqoroh 31(. [10]

قال السيوطي : بأن ألقى في قلبه علمها . انظر "تفسير الجلالين" ص 37 من الجزء الأول

Proses yang terjadi dalam kaitan pengajaran (ta’lim) sebagaimana tersurat dalam ayat di atas, Imam As-Suyuthi berkomentar : ialah dengan cara bahwa  Allah SWT sendiri lah yang mentrasfer ilmu-Nya secara langsung ke lubuk hati Adam AS (berupa instink). [11]

Dari ayat ini secara benang merah dapatlah ditarik simpulan :
Mu`allim         => pengajar => Allah SWT.
Muta`allim      => pembelajar => Adam AS
Ta`liem            => proses pengajaran dari Allah SWT kepada Adam AS.

c. Tadries (Pentela’ahan)

قال تعالى : ﴿ أَنْ تَقُولُوا إِنَّمَا أُنْزِلَ الْكِتَابُ عَلَى طَائِفَتَيْنِ مِنْ قَبْلِنَا وَإِنْ كُنَّا عَنْ دِرَاسَتِهِمْ لَغَافِلِينَ . (الأنعام : 156)

Artinya : “(Kami turunkan al-Quran itu) agar kamu (tidak) mengatakan: "Bahwa kitab itu hanya diturunkan kepada dua golongan [a] saja sebelum kami, dan sesungguhnya kami tidak memperhatikan apa yang mereka baca [b]. (QS. Al An’am : 156). [12]

[a].  Yakni orang-orang Yahudi dan Nasrani.
[b]. Diturunkan Al Quran dalam bahasa Arab agar orang musyrikin Mekah tidak dapat mengatakan bahwa mereka tidak mempunyai kitab karena kitab yang diturunkan kepada golongan Yahudi dan Nasrani diturunkan dalam bahasa yang tidak diketahui mereka. [13]

قال ابو جعفر الطبري : و"دراستهم" إياه  : تلاوته. وقد قيل : "دراستهم"، اي الفقه. (انظر "تفسير الطبري"  ص 546 من الجزء 6)

Berkenaan dengan firman-Nya (’An Diraasatihim) => “apa yang mereka tela’ah”, Imam Abu Ja’far Ath-Thobariy dalam Jami’ul-Bayaan menafsirkan dengan “membacanya”. Dan kadang-kadanag dikatakan : “apa yang mereka baca” maksudnya upaya pemahaman/paham (al-fiqh). [14]

Dari ayat ini secara benang merah dapatlah ditarik simpulan :
Mudarris       => pembaca/pentela’ah => orang-orang Yahudi dan Nasrani. 
Mudarras     => objek yang dibaca => kitab-kitab yg diturunkan kepada mereka
Tadriies         => proses pembacaan (tela’ah) mereka akan kitab-kitab-Nya.

d. Tazkiyyah (penyucian diri)

قال تعالى : ﴿ كَمَا أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولا مِنْكُمْ يَتْلُو عَلَيْكُمْ آيَاتِنَا وَيُزَكِّيكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ . (البقرة : 151)

Artinya : “Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan ni’mat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al-Qur’an dan As-Sunnah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui”. (QS. Al-Baqarah : 151). [15]

قال ابن كثير : ( "وَيُزَكِّيهم"، أي : يطهرهم من رذائل الأخلاق ودَنَس النفوس وأفعال الجاهلية، ويخرجهم من الظلمات إلى النور. وهي التربية )  . انظر "تفسير ابن كثير" ص (1 / 464)

Ibnu Katsier dalam tafsirnya ketika menginterpretasikan firman Allah “Wa Yuzakkiihim” => “Dan (Ia) mensucikan kamu” sebagaimana dalam ayat, maksudnya ialah mensucikan dan membersihkan diri dari akhlaq dan sifat tercela, dari jiwa-jiwa kotor dan perilaku jahiliyah dengan cara mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya. Proses itu oleh Ibnu Katsier juga dipahami sebagai proses pendidikan/pelatihan (tarbiyah/riyadhoh). [16]

Dari ayat ini secara benang merah dapatlah ditarik simpulan :
Muzakkiy        => yang mensucikan => Allah SWT.
Muzakka         => yang disucikan => ummat manusia 
Tazkiyyah     => proses penyucian yang berlangsung dari Allah SWT kepada ummat manusia.

d. Ta,diib (pendidikan)

رُوي أنّ النبيّ صلّى الله عليه وسلّم قال : " أدَّبَنِي رَبِّيْ فَأحْسَنَ تَأْدِيْـبِيْ " . (رواه ابن السمعاني في أدب الإملاء والاستملاء ص 1)

Artinya : di riwayatkan bahwasannya Nabi SAW bersabda : “Tuhanku telah melatih adabku (menganugerahi adab), karena itu Tuhanku jua lah yang membagusi/menghiasi adabku”. [17]

Hadits ini, sekalipun periwayatannya di nilai dhaif oleh para pakar hadits, diriwayatkan oleh Ibnu As-Sam`ani secara munqothi’ (terputus) jari jalur Ibnu Mas`ud -radiallhu ‘anhu- [18], dan tak satu pun periwayatannya ada ketsabitan pada silsilah sanadnya, tetapi oleh sebagian ulama hadits ini di klime memiliki makna yang sahih sebagaimana dikatakan oleh Syaihkul-Islam Ibnu Taymiyah dalam kitab “Majmu’ Fatawa” (kitab himpunan fatwa-fatwa Ibnu Taymiyah). [19]


وقال شيخ الاسلام أحمد ابن تيميّه : " إنّ معناه صحيح ، ولكن لا يعرف به إسناد ثابت ". (انظر "مجموع فتاوى" للشيخ الاسلام أحمد ابن تيميه ص 18/375)
قال البعض : وإن اقتصر شيخنا يعني الحافظ ابن حجر على الحكم عليه بالغرابة في بعض فتاويه ، ولكن معناه صحيح ، وجزم به ابن الأثير في خطبة النهاية . (انظر "كشف الخفاء" ص 1/70)


Namun demikian, Al-Hafidz Ibnu Hajar Al’Asqolaniy merasa puas dengan hukum yang terkandung di dalamnya dengan membiaskan hadits ini untuk disematkan dalam sebagian fatwa-fatwanya, tetapi makna hadits ini sahih, yang dengan hadits ini pula, Ibnul-Atsier juga manetapkannya di khutbah kitab An-Nihayah. [20]

Dari ayat ini secara benang merah dapatlah ditarik simpulan :
Mu,addib        => pelatih => Allah SWT.
Muta,addib     => yang berlatih => Rasulullah SAW 
Ta,diieb      => proses pelatihan yang berlangsung dari Allah SWT kepada Muhammad, Rasulullah SAW.

1.3. Sekilas Tentang Perubahan Mind-Set Kurikulum 2013 Berkenaan Dengan System Pendidikan Nasional :

Sopyan Tsaori, seorang ahli di bidang ”pendidikan karakter” dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) yang juga seorang profesor asal Bandung, pada kesempatan seminar sehari yang terselenggara di IAIN Syekh Nurjati Cirebon tertanggal 22/11 tahun 2013 ini bertajuk ”Implementasi Kurikulum 2013”, ada menyinggung beberapa tujuan berkenaan dengan penciptaan manusia, yaitu antara lain :
*. Supaya beribadah kepada Tuhan yang Maha Esa
*. Sebagai Khalifah (wakil) Tuhan di bumi
*. Demi mencari kebahagiaan dunia akhirat
*. Terciptanya kerukunan dan keharmonisan
*. Saling menjaga dan menghormati
*. Mengelola dunia sebagai amanat Tuhan.

Berkenaan dengan singgungan Sopyan Tsauri di atas, nah sekarang, mari kita perhatikan pesan-pesan Allah SWT yang terkandung dalam penggalan ayat 56 surah Adz-Dzaariyat :

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ . (الذاريات : 56)

Artinya : “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”. (QS. al-Dzariyat : 56). [21]

Ayat ini dengan sangat jelas mengabarkan kepada kita bahwa tujuan penciptaan jin dan manusia tidak lain hanyalah untuk “mengabdi” kepada Allah SWT. Dalam gerak langkah dan hidup manusia haruslah senantiasa diniatkan untuk semata-mata mengabdi kepada Allah. Tujuan pendidikan yang utama dalam Islam menurut Al-Qur’an adalah agar terbentuk insan-insan yang sadar akan tugas utamanya di dunia ini sesuai dengan asal mula penciptaannya, yaitu sebagai ’Abid (penghamba). Sehingga dalam melaksanakan proses pendidikan, baik dari sisi pendidik (guru) atau anak didik (murid), harus didasari sebagai pengabdian kepada Allah SWT semata.

Mengabdi dalam terminologi Islam sering diartikan dengan beribadah. Ibadah bukan sekedar ketaatan dan ketundukan, tetapi ia adalah satu bentuk ketundukan dan ketaatan yang mencapai puncaknya akibat adanya rasa keagungan dalam jiwa seseorang terhadap siapa yang kepadanya ia mengabdi. Ibadah juga merupakan dampak keyakinan bahwa pengabdian itu tertuju kepada yang memiliki kekuasaan yang tidak terjangkau dan tidak terbatas. [22]

Ibadah dalam pandangan ilmu Fiqh ada dua yaitu ibadah mahdloh dan ibadah ghoiru mahdloh. Ibadah mahdloh adalah ibadah yang telah ditentukan oleh Allah bentuk, kadar atau waktunya seperti halnya sholat, zakat, puasa dan haji. Sedangkan ibadah ghoiru mahdloh adalah sebaliknya, kurang lebihnya yaitu segala bentuk aktivitas manusia yang diniatkan untuk memperoleh ridho dari Allah SWT.

Segala aktivitas pendidikan, belajar-mengajar dan sebagainya adalah termasuk dalam kategori ibadah. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi SAW :

طَلَبُ العِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ . (رواه الطبراني)

Artinya : “Menuntut ilmu adalah fardlu bagi tiap-tiap orang-orang Islam laki-laki dan perempuan” (HR. Ibnu Abdil-Bari). [23]

مَنْ خَرَجَ فِى طَلَبِ العِلْمِ فَهُوَ فِى سَبِيْلِ اللهِ حَتَّى يَرْجِعَ . (رواه الترمذى)

Artinya : “Barangsiapa yang pergi untuk menuntut ilmu, maka dia telah termasuk golongan sabilillah (orang yang menegakkan agama Allah) hingga ia sampai pulang kembali”. (HR. Imam Turmudzi). [24]

Pendidikan sebagai upaya perubahan dan perbaikan diri yang meliputi keseluruhan hidup individu termasuk akal (aspek kodnitif), hati dan rohani (aspek afektif), jasmani (aspek psikomotorik), serta akhlak, dan tingkah laku (behavioral).

Melalui pendidikan, setiap potensi yang di anugerahkan Allah SWT kepada seluruh ummat manusia haruslah sedapat mungkin bisa dioptimalkan dan dimanfaatkan untuk menjalankan fungsi sebagai khalifah di muka bumi. Sehingga pendidikan merupakan suatu proses yang sangat penting tidak hanya dalam hal pengembangan kecerdasannya, namun juga untuk membawa peserta didik pada tingkat manusiawi dan peradaban, terutama pada zaman modern dengan berbagai kompleksitas yang ada.

Kemudian, point kedua yang juga disinggung oleh Sopyan Tsaori berkenaan dengan tujuan penciptaan manusia adalah sebagai khalifah (wakil Tuhan) di muka bumi. Dalam penciptaaannya, manusia diciptakan oleh Allah SWT dengan dengan dua fungsi, yaitu fungsi sebagai khalifah di muka bumi dan fungsi manusia sebagai makhluk Allah yang memiliki kewajiban untuk menyembah-Nya sebagaimana telah penulis uraikan pada point pertama di atas.

Kedua fungsi tersebut juga ada dijelaskan oleh Allah SWT dalam firman-Nya berikut ini : “… Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi’…” (QS Al-Baqarah : 30). [25]

Ketika Allah menjadikan manusia sebagai khalifah di muka bumi dan dengannya Allah SWT mengamanahkan bumi beserta isi kehidupannya kepada manusia, maka manusia merupakan wakil yang memiliki tugas sebagai pemimpin dibumi Allah.

Imam Ghozali melukiskan tujuan pendidikan sesuai dengan pandangan hidupnya dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, yaitu sesuai dengan filsafatnya, yakni memberi petunjuk akhlak dan pembersihan jiwa dengan maksud di balik itu membentuk individu-individu yang tertandai dengan sifat-sifat utama dan takwa. [26]

Dalam khazanah pemikiran pendidikan Islam, pada umumnya para ulama berpendapat bahwa tujuan akhir pendidikan Islam adalah ”untuk beribadah kepada Allah SWT”. Kalau dalam sistem pendidikan nasional, pendidikan diarahkan untuk mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa, maka dalam konteks pendidikan Islam justru harus lebih dari itu, dalam arti, pendidikan Islam bukan sekedar diarahkan untuk mengembangkan manusia yang beriman dan bertaqwa, tetapi justru berusaha mengembangkan manusia menjadi imam/pemimpin bagi orang beriman dan bertaqwa (Waj’alna li al-muttaqina imaama).

Untuk memahami profil imam/pemimpin bagi orang yang bertaqwa, maka kita perlu mengkaji makna takwa itu sendiri. Inti dari makna takwa ada dua macam yaitu ;
1)  itba’ lisyariatillah (mengikuti ajaran Allah yang tertuang dalam al-Qur’an dan Hadits), … dan sekaligus
2)  itiba’ lisunnatillah (mengikuti aturan-aturan Allah yang berlalu di alam ini).

Seseorang yang dalam hidupnya selalu berusaha untuk ber-ittiba’ lisunnatillah adalah orang-orang yang memiliki keluasan ilmu dan kematangan profesionalisme sesuai dengan bidang keahliannya. Seorang imam bagi orang-orang yang bertaqwa, artinya disamping dia sebagai orang yang memiliki profil sebagai itba’ lisyaria’tillah sekaligus dia juga itba’ lisunnatillah, juga mampu menjadi pemimpin, penggerak, pendorong, inovator dan teladan bagi orang-orang yang bertaqwa. [27]

Dengan demikian, sehingga pengarahan seorang pendidik (guru) akan pembentukan suatu karakter dan kepribadian seorang muslim yang ideal yang sesuai dan seirama dengan fitra manusia yang dianugerahkan Tuhan kepadanya akan lebih mudah terbentuk terhadap anak-anak didik (murid).

Kepribadian muslim tersebut idealnya haruslah tercermin dengan ciri-ciri sebagai berikut :
a)  Lurus akidahnya (salimul akidah)
Hal terpenting bagi setiap muslim adalah kelurusan akidahnya, karena kelurusan akidah inilah yang akan menentukan arah gerak kemana seseorang akan melangkah sehingga secara langsung ia akan melaksanakan syariat islam
b)  Benar ibadahnya (shohilul ibadah)
Ibadah seorang muslim harus benar, yaitu senantiasa niat ikhlas karena Allah semata dan berdasarkan syariat islam.
c)  Kokoh akhlaknya (matinul khuluq)
Kita harus senantiasa menjaga akhlak kita, karena akhlak ini yang akan menentukan arah kehidupan kita. Dan islam telah mengatur setiap perilaku manusia dalam setiap aspek kehidupan ini.


2. Karakteristik Pendidikan Islam (Tarbiyah Islamiyah)
Adapun karakteristik pendidikan islam (tarbiyatul-islamiyah) ialah suatu karakter atau proses pendidikan dalam rangka menuju dan atau membentuk pribadi peserta didik menjadi pribadi yang islami, ialah pribadi yang menjadikan nilai-nilai islam sebagai unsur-unsur pembentuk kepribadiannya, unsur-unsur pembentuk kepribadian ini bisa dilihat dengan parameter sebagai berikut :

a) Integral (syumuliyah)
Kepribadian yang di bentuk adalah seseorang yang memiliki kepribadian yang kokoh, tahan terhadap segala tantangan hidup dan berguna bagi orang lain. Tarbiyah islamiyah akan menjaga keseimbangan pertumbuhan potensi manusia (fsikomotorik/fisik, afektif/hati, kognitif/akal) agar dapat berkembang dengan baik.

b) Gradual (mutadarrijah)
Proses pembentukan individu tidak bisa secara instan, tetapi dengan cara gradual dan butuh proses yang panjang, sehingga harus dilakukan secara bertahap sesuai fase-fase perkembangan dalam kehidupannya.

c) Continue (istimrariyah)
Tarbiyah islamiyah harus senantiasa dilaksanakan secara terus-menerus untuk memperbaiki setiap kekurangan yang ada pada setiap individu dan menyempurnakan kelebihan yang dimilikinya.

d) Penuh kesungguhan (jiddiyah)
Kesungguhan ini harus senantiasa dimunculkan dan dijaga, sebab proses tarbiyah akan selalu berjalan sepanjang masa bersama segala rintangan dan hambatan yang akan selalu mengiringinya. Andaikan tarbiyah islamiyah ini dilalui tanpa kesungguhan, niscaya setiap individu akan mudah berguguran. Dan tujuan tarbiyah islamiyah tidak akan tercapai.


3. Langkah-langkah yang harus di tempuh oleh seorang pendidik
Sebelumnya, ada beberapa point penting yang perlu kita (para pendidik) ketahui dan pahami akan perubahan mind-set pada Kurikulum 2013 dari Kurikulum sebelumnya, yaitu :
1) adanya perubahan mind-set;
2) adanya skill dan kompetensi guru; … dan
3) adanya sikap kepemimpinan, culture, dan menejmen sekolah.

Implementasi nilai-nilai spiritual dan norma-norma sosial pada penerapan Kurikulum 2013 ini, setidaknya harus dilandasi oleh 3 (tiga) aspek yang harus di jadikan sebagai dasar-dasar pengembangannya, yaitu : aqidah, syariah, dan  akhlaq, yang ketiganya tersebut ialah merupakan realisasi akan trilogi ajaran agama (tiga ajaran secara garis besar dalam rukun agama) sebagaimana yang tersurat dan tersirat dalam riwayat sahih sahabat Abu Huraerah -radiallahu ‘anhu- tentang iman, islam dan ihsan. [28]

Dari ketiga dasar-dasar aspek tersebut, maka yang lebih penting dari ketiganya adalah aspek Akhlaq. Betapa nilai-nilai akhlaq, akan berpengaruh besar terhadap pola-pola paradigma (cara pandang) yang kelak dimiliki bangsa Indonesia untuk di kemudian hari manakala aspek ini bisa di kembangkan dan diimplementasikan secara baik dan bijak oleh pelaku kependidikan secara integral dalam tatanan system pendidikan nasional.

Lebih jauh, ketiga aspek tersebut ada beberapa acuan, misalnya pada level manusia sebagai perkembangan individu, ialah bagaimana seharusnya seseorang bisa berlaku ihsan sebagai yang dipesankan Tuhan dan RasulNya, kemudian bahwa nilai-nilai ihsan yang pelakunya disebut muhsin (term hadits) ini bisa dikembangkan lagi, setidaknya ada tiga level, yaitu ;
pertama, bagaimana dia berlaku ihsan kepada Tuhannya;
kedua, bagaimana dia berlaku ihsan kepada sesama; … dan
ketiga, bagaimana dia berlaku ihsan kepada alam semesta.

Point terakhir dari pengembangan sikap ihsan dalam diri seorang manusia, yakni bagaimana seseorang dapat bersikap ihsan pada lingkungan sekitar dan alam smesta, pada hewan dan binatang misalnya, bisa di ilustrasikan secara singkat betapa nilai-nilai ini akan sangat terpuji sebagai perwujudan sikap empati yang dikembangkan oleh seorang anak di seketika dia harus menolong seekor anak burung yang terjatuh dari sarangnya yang jauh diatas ketinggian pohon, ini menunjukan sikap terpuji yang semestinya kita miliki dan kembangkan terus dalam pada kita menuju akhlaq muhsin sebagai tingkatan tertinggi dalam trilogi ajaran agama setelah iman dan islam.

<<>> 

Allah SWT menegaskan dalam firman-Nya, al-Quran al-Kariem pada surah al-Ahzab ayat 21, sebagai berikut :

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا . (الأحزاب :21)

Artinya : “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. (QS. Al-Ahzab 21). [29]

Imam Ibnu Jarier Ath-Thobariy, mufassir generasi awal memberi catatan khusus berkenaan dengan interpretasi ayat ini, begini redaksinya ;

قال إبن جرير الطّبري : يقول لهم جلّ ثناؤه : (لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُوْلِ اللهِ أسْوَةٌ حَسَنَةٌ) : أن تتأسوا به وتكونوا معه حيث كان، ولا تتخلَّفوا عنه (لِمَنْ كانَ يَرْجُو اللَّهَ) يقول : فإن من يرجو ثواب الله ورحمته في الآخرة لا يرغب بنفسه، ولكنه تكون له به أُسوة في أن يكون معه حيث يكون هو. (الطبري ص 235 من الجزء العشرين)

Bahwa Allah SWT, via ayat ini kembali menegaskan kepada kita selaku ummatnya untuk senantiasa membangun/menteladani Rasulullah SAW dan hendaknya kita terus ada bersamanya di setiap hal dan kondisi di manapun berada dan jangan sekali-kali kita menentang atau menyelisihinya [30]. Lebih jauh, dalam tafsir itu, sang Imam -radiallahu ‘anhu- saat mengulas firman-Nya “Bagi orang-orang yang mencari ridho Allah SWT” ini ditafsirkan ialah sebagai “Sesungguhnya bagi orang-orang yang ada keinginan untuk mencari ridho dan pahala-Nya semata-mata, menuju rahmat dan kasih sayang-Nya untuk kelak di akhirat, maka tidaklah dia sendirian, tetapi paling tidak, bahwa dalam diri Muhammad itu ada teladan yang baik (uswah) bagi seseorang selama orang tersebut berusaha untuk senantiasa ada bersamanya”. [30]

Maka dari apa yang terungkap pada penafsiran Ath-Thobariy sebagaimana diatas, setidaknya dapat penulis simpulkan bahwa ternyata ada tiga poin penting sebagai visi dan misi atau langkah-langkah strategis bagi seorang prndidik untuk senantiasa dikedepankan dalam pada ia selaku sebagai seorang pendidik kepada peserta didiknya, yaitu :
1). Semata-mata ada tujuan kepada ridho Allah SWT, mengharapkan rahmat sebagai kasih sayang-Nya dan juga mengharap pahala dari-Nya;
2). Selalu berorientasi kedepan, fisioner jauh kedepan mengiringi setiap perilaku dan kekaryaan seorang pendidik di masa-masa mendatang sebagai bentuk keprihatinan positif yang tak lagi pragmatis baik menyangkut diri pribadinya selaku pendidik maupun untuk ditularkan kepada peserta didik; … dan
3). Senantiasa mengingat Allah SWT dalam segala urusan baik pada kondisi takut (al-khouf), harapan (ar-roja), kesulitan (asy-syiddah) dan kelapangan (ar-rukho). [31]

Dengan ketiga poin ini, seorang pendidik insya Allah akan dapat di harapakan untuk senantiasa berpijak pada kebenaran dan bertindak sesuai prosedur yang dikenakan kepada setiap pelaku pendidikan di republik ini.

<< >>


BAB  III
1. Simpulan
Akhirnya, dapat ditarik beberapa simpulan dan point penting sebagai berikut, -yang juga mengadopsi dari hasil rumusan Badan Penelitian dan Pengembangan di lingkungan Kementrian Agama Republik Indonesia (Balitbang Kemenag RI)- :
1) Bahwa kurikulum pendidikan yang berlaku pada suatu masa sebenarnya telah berusaha mengadopsi semua kebutuhan belajar siswa. Kurikulum pendidikan senantiasa dilakukan penyempurnaan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dalam masyarakat dan melestarikan nilai-nilai budaya bangsa ;
2) Suatu kurikulum harus dirancang secara komprehensif, integratif, berimbang antara berbagai tujuan pendidikan, dan adaptif serta bervisi kedepan, dan bukan semata-mata karena kepentingan politis ;
3)  Kompetensi dapat diartikan sebagai kebiasaan berpikir dan bersikap sesuai dengan konteks, dan yang diharapkan dari siswa sebagai hasil pendidikan adalah melakukan sesuatu selain secara kontekstual tetapi juga secara kreatif yang akan memperkaya khasanah budaya bangsa ;
4) Diperlukan kesiapan dan dukungan baik dari guru, siswa, orang tua dan masyarakat dan pemerintah dalam mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan dalam sistem persekolahan ;
5) Era globalisasi yang ditandai dengan persaingan bebas antar-negara harus diimbangi dengan penerapan kurikulum yang menekankan pentingnya sikap kemandirian bangsa dalam membangun peradaban bangsa sendiri. [32]

Terakhir, sebelum makalah ini, penulis serahkan kepada dosen pengampu mata kuliah Tafsir Tarbawie, DR. KH. Selamet Firdaus, MA sebagai tugas mandiri pada “Ujian Akhir Semester” (UAS), ada baiknya jika saya mengutip firman Allah SWT untuk sebagai pengingat pribadi penulis dan semua pendidik di manapun berada akan betapa pentingnya nilai-nilai ajaran islam untuk kita terapkan dalam mengiringi perjalanan system pendidikan nasional kita, karena itu, Allah swt kembali mengingatkan kita dalam firman-Nya, al-Quran al-Kariiem pada surat At-Taubat ayat 122, demikian ayat itu berbunyi ;

قال تعالى "... فَلَوْلاَ نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ ". (التوبة : 122)

Artinya : “… Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”. (QS. At-Taubah 122). [33]

Hadza ,. wAllahu  A’lamu Bish-Showaab.

اللّـهمّ إنّي استودعتُك ما علّمتَنِيه فاردُده إليّ عندَ حاجَتي إليه ولا تَنسنِيه يا رَبّ العالمين ., آمين

Ya Allah, ham titipkan lagi pada-Mu ilmu yang telah Engkau ajarkan ini pada hamba ini, maka kembalikan lagi ilmu itu hamba saat mana hamba membutuhkannya, dan -aku mohon- jangan Engkau lalaikan diri hamba ini akan ilmu-Mu, wahai Penguasa alam semesta.

<< >>

2. Daftar Pustaka :
Al-Quran Al-Kariem
Tafsir Freewer Al-Quran digital versi Cet. Departemen Agama RI.
Tafsir Al-Mishbah , M. Quraish Shihab. juz XIII, (mengutip dari Syeh Muhammad Abduh - Guru besar di Al-Azhar University, Mesir).
Tafsir Al-Quran Al-‘Adziem, Imam Ibnu Katsier, (Maktabah Syamilah)
Tafsir Al-Jalilain, Imam Jalaluddin As-Suyuthi. (Maktabah Syamilah).
Jami’ul-Bayaan Fii Ta,wiilil-Quran, Imam Ath-Thobariy, (Maktabah Syamilah)
<<>> 
Al-Jami’ush-Shahis , Imam Bukhari . (Maktabah Syamilah)
Al-Khasyiyah , Bab “Al-Imla wal-Istimla”, Ibnu As-Sam’ani, page 1.
As-Sunan , Imam Turmudzi. (Maktabah Syamilah).
As-Sunan , Ibnu Majah. (Maktabah Syamilah).
Al-Mu’jam Ash-Shoghier , Imam Ath-Thabraniy. (Maktabah Syamilah).
Al-Mu’jam Al-Kabier , Imam Ath-Thabraniy. (Maktabah Syamilah).
Syu’bul-’Iman , Imam Al-Baehaqiy. (Maktabah Syamilah).
<<>> 
Kasyful-Khifa , page I/70. (Maktabah Syamilah)
Majmu’ Fatawa, Ibnu Taymiyyah , page XVIII/375
Pendidikan Islam ; Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, Azyumardi Azra, Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 2002, hal.33
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) - Offline. Versi 1.5.1 “Luring”
Kamus Digital Englis-Indonesia. Versi 2.03
http://balitbangdiklat.kemenag.go.id/, tertanggal Minggu, 22 Desember 2013
<< >>

3. Footnote :
[02]. http://balitbangdiklat.kemenag.go.id/, tertanggal Minggu, 22 Desember 2013
[03]. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI-Offline). Versi 1.5.1 “Luring”
[04]. Kamus Digital Englis-Indonesia. Versi 2.03
[05]. http://balitbangdiklat.kemenag.go.id/, tertanggal Minggu, 22 Desember 2013
[06]. Quran Suran Al-Isra : 24.
[07]. Imam Ibnu Katsier, Tafsir Al-Quran Al-‘Adziem, page VI/264. (Maktabah Syamilah)
[08]. Quran Surah. Asy-Syu’ara : 18
[09]. Imam Ibnu Katsier, At-Tafsir Al-Quran Al-‘Adziem, page III/443. (Maktabah Syamilah)
[10]. Quran Surah Al-Baqoroh : 31
[11]. Jalaluddin As-Suyuthi, Tafsir Al-Jalilain, page I/37. (Maktabah Syamilah).
[12]. Quran Surah Al An’am : 156
[13]. Penafsiran Freewer Al-Quran digital versi Departemen Agama RI.
[14]. Imam Ath-Thobariy, Jami’ul-Bayaan, page VI/546. (Maktabah Syamilah)
[15]. Quran Surah Al-Baqarah : 151
[16]. Imam Ibnu Katsier, At-Tafsir Al-Quran Al-‘Adziem, page I/464. (Maktabah Syamilah)
[17]. HR. Ibnu As-Sam’ani dalam bab “Al-Imla wal-Istimla” page 1.
[18]. Kasyful-Khifa , page I/70. (Maktabah Syamilah)
[19]. Ibnu Taymiyyah , "Majmu’ Fatawa" page XVIII/375.
[20]. Kasyful-Khifa , page I/70. (Maktabah Syamilah)
[21]. Quran Surah Al-Dzariyat : 56
[22]. M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah. juz XIII, (mengutip dari Syeh Muhammad Abduh - Guru besar di Al-Azhar University, Mesir).
[23]. Imam Turmudzi, As-Sunan. Hadits nomo 2571. dari jalur Anas bin Malik RA, Imam Turmudzi berkata : “hadits hasan gharib”. Page IX/244. (Maktabah Syamilah).
Imam Ath-Thabraniy, Al-Mu’jam Ash-Shoghier. Hadits nomor 381 dari jalur Khalid bin Yazied RA. Hadits nomor page I/415. (Maktabah Syamilah).
[24]. Ibnu Majah, As-Sunan. Hadits nomor 220 dari jalur Anas bin Malik RA, page I/260. (Maktabah Syamilah).
Imam Ath-Thabraniy, Mu’jam Al-Kabier. Hadits nomor 10286 dari jalur Ibnu Mas’ud RA, page IX/42. (Maktabah Syamilah).
Imam Al-Baehaqiy, Syu’bul-’Iman. Hadits nomor 1616 dari jalu Abu Sa’ied Al-Khudriyyi RA, page IV/178. (Maktabah Syamilah).
[25]. Quran Surah Al-Baqarah : 30.
[26]. Azyumardi Azra, Pendidikan Islam ; Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 2002, hal.33
[28]..Imam Bukhari, Al-Jami’ush-Shahis, hadits nomor 48 page I/87 dari jalur Abu Huraerah. (Maktabah Syamilah)
Imam Bukhari, Al-Jami’ush-Shahis, hadits nomor 4404 page XIV/452 dari jalur yang sama. (Maktabah Syamilah)
[29]. Quran Surah Al-Ahzab : 21.
[30]..Imam Ath-Thobariy, Jami’ul-Bayaan Fi Ta,wiilil-Quran, page XX/235. (Maktabah Syamilah)
[31]..Imam Ath-Thobariy, Jami’ul-Bayaan Fi Ta,wiilil-Quran, page XX/235. (Maktabah Syamilah)
[32]. http://balitbangdiklat.kemenag.go.id/, tertanggal Minggu, 22 Desember 2013
[33]. Quran Surah At-Taubah : 122


Tidak ada komentar:

Posting Komentar