Bismillahir-Rahmaanir-Rahiiem
MAKALAH TAFSIR
TARBAWIE
J u d u l :
“PENDIDIKAN BERBASIS
KARAKTER“
DALAM PERSPEKTIF
AL-QURAN & HADITS TARBAWIE
oleh
Abdullah (14121190059)
Pengampu :
DR. KH. Selamet
Firdaus, MA.
BAB I
1. Latar
belakang
Bangsa
Indonesia kini sedang menghadapi banyak persoalan, ujian dan problematika mendasar, antara
lain telah menipisnya karakter bangsa yang ditandai dengan perilaku KKN (korupsi,
kolusi dan nepotisme) yang menjangkiti hampir di semua lini birokrasi
sebagai pemangku kepemerintahan (government), baik dilevel eksekutif (mandataris
rakyat), legislatif (perwakilan rakyat), maupun dilevel yudikatif (penegak
hukum yang mustinya berpihak pada rakyat), dari pemerintahan pusat hingga
daerah. Semua lini itu -yang seakan-akan tanpa mengecualikan satu dari yang
lainnya- pun terjangkiti oleh virus-virus negatif yang teramat abstrak dan
tabu untuk diungkap berbentuk KKN.
Di
dunia pendidikan misalnya, maraknya tawuran antar sesame pelajar dan antar
mahasiswa, ini juga telah menjadi kebiasaan yang tak lagi tabu di kalangan
mereka hingga mendadak menjadi sebuah trend setter tersendiri yang menjelma sebagai
identitas baru akan eksistensi diri mereka, para pelajar dan mahasiswa.
Eksploitasi
hak antar sesama bangsa dan sebagainya juga banyak mewarnai pemberitaan media, bahkan
hampir saja tersaji dan menghiasi layar kaca pemberitaan televisi di setiap harinya.
Belum lagi di arus bawah, pada level masyarakat umum, maraknya kasus mutilasi, pembunuhan
berencana dengan pengabaian hak-hak asasi manusia dan kasus-kasus lain, ini juga
seakan-akan telah menjadi sebuah kelaziman tersendiri oleh bangsa ini yang menjamur
dikota-kota besar hingga pelosok desa. Ironisnya para pemangku jabatan seakan-akan
tak lagi perduli akan kemorat-maritan nasib bangsanya sendiri.
Maka
oleh sebagian kalangan, keterpurukan dan kebobrokan kondisi bangsa Indonesia di
semua lini, ini terjadi antara lain karena semata-mata dianggap telah membiasnya
karakter dan kepribadian bangsa hingga tak lagi dilihat sebagai bangsa yang
maju, mandiri, bermartabat dan berwibawa di mata internasional, dan ini oleh
sebagian kalangan, secara prinsip di klime antara lain karena telah mundur dan
terbelakangnya faktor pendidikan moral dan spiritual yang diberlakukan
pemerintah kepada bangsanya sendiri. Fakta ini secara jelas disinyalir dengan
masih berjalan stagnan -kalau tidak mau dibilang mundur- akan rating atau
peringkat system pendidikan yang di raih bangsa ini bila di komparasikan dengan
kemajuan system pendidikan bangsa-bangsa lain didunia yang melesat naik secara
drastis jauh melampaui rating system pendidikan bangsa Indonesia, negara kita
tercinta ini yang hanya mampu menempati peringkat 64 dari 65 negara di dunia
seperti yang baru-baru ini santer di beritakan. [01]
2. Rumusan
masalah
Dari uraian latar-belakang
yang terdeskripsi sebagaimana diatas maka ada beberapa rumusan yang harus
diajukan untuk segera dicari solusi yang tepat sebagai jawaban dan jalan
keluarnya atas problematika sosial yang cenderung destruktif sebagaimana
tergambar diatas, ialah :
a.
Karakteristik pendidikan yang
bagaimanakah yang di tawarkan Al-Quran dan Hadits berkenaan dengan tujuan
Tarbiyah Islam ?, … dan
b.
Usaha apakah yang dilakukan oleh seorang
pendidik untuk mewujudkan karakter dan kepribadian tersebut ?.
3. Tujuan
penulisan
Makalah ini disusun sesungguhnya bertujuan
untuk semata-mata mencari formula terbaik dan solusi yang tepat atas
permasalahan seabagaimana tergambar pada rumusan masalah di atas, ialah :
a.
Untuk merumuskan formula terbaik
dan solusi yang tepat tentang karakteristik pendidikan yang di tawarkan sebagaimana
dalam Al-Quran dan Hadits berkenaan dengan tujuan Tarbiyah Islam … dan
b.
Untuk merumuskan tentang apa saja
yang seharusnya dilakukan oleh seorang pendidik untuk mewujudkan pendidikan
berbasis karakter tersebut.
<<
>>
BAB II
1. Pembahasan.
1.1. Sekilas tentang
pengertian pendidikan.
Secara bahasa (analogi), pendidikan
merupakan “Suatu proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau
sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan
pelatihan” [02]. Pendidikan bisa juga berarti proses, cara dan
atau perbuatan mendidik. Sedangkan kata “karakter” terambil dari bahasa asing
yang memiliki makna sebagai suatu sifat, watak atau peran. [03]
Jadi, pendidikan
karakter dalam pendekatan terminologi pendidikan nasional sebagaimana hasil
rumusan kajian pemikiran yang di kembangkan oleh Badan Penelitian dan
Pengembangan di lingkungan Kementrian Agama Republik Indonesia (Balitbang
Kemenag RI) yang juga dikutip dalam “websites”nya, ialah “Sebagai salah satu
hal yang sederhana karena kata ‘karakter’ adalah semua pengembangan diri
siswa dalam interaksi belajar yang berlangsung -hingga awal dan berakhirnya
proses pengajaran- bisa tercapai pembentukan siswa yang berkarakter”. “Pendidikan
karakter di sekolah sangat diperlukan, walaupun dasar dari pendidikan karakter
adalah di dalam keluarga. Kalau seorang anak mendapatkan pendidikan karakter
yang baik dari keluarganya, anak tersebut akan berkarakter baik selanjutnya.
Namun banyak orang tua yang lebih mementingkan aspek kecerdasan otak ketimbang
pendidikan karakter”. [04]
Sementara, pendidikan berbasis karakter
yang di adopsi dalam perubahan mind-set kurukulum 2013 yang sebentar lagi akan
diimplementasikan serentak secara nasional mulai pertengahan tahun 2014
mendatang, pada dasarnya mencakup
empat point penting yang harus ditekankan dalam peletakan dasar-dasar
pengembangan kurikulum dari kurikulum sebelumnya, antara ialah :
*. Aspek Sosial
*. Aspek Sains (ilmu pengetahuan) sebagai
pengembangan aspek kognitif
*. Aspek Skill (keterampilan) sebagai pengembangan
aspek psikomotorik.
Dua point pertama, lebih sebagai perwujudan aspek afektif
peserta didik yang mengedepankan nilai-nilai spritual dan norma-norma sosial
sebagai pengembangan pendidikan yang berbasis karakter dan kepribadian yang
disinilah letak dominasi penekanan yang mustinya mendapat porsi lebih banyak
dan mendapat perhatian besar ketimbang dua point terakhir, yaitu aspek sains
dan sekill yang masing-masing sebagai perwujudan pengembangan aspek kecerdasan
kognitif dan kelincahan psikomotorik pada perkembangan pembelajaran peserta
didik.
Sedangkan urgensi pendidikan secara islami (tarbiyah
islamiyah) ialah terbentuknya suatu karakter dan kepribadian islami (syakhsiyah
islamiyah) yang ideal. Pribadi islami adalah pribadi yang menjadikan
nilai-nilai islam sebagai unsur-unsur pembentuk kepribadiannya, sehingga kelak
ia benar-benar dapat mencerminkan keislamannya. [05]
1.2. Pendidikan dalam terminologi
Al-Quran dan Hadits :
a.
Tarbiyyah
(Pendidikan)
قال تعالى : ﴿... وَقُلْ رَبِّي ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي
صَغِيرًا ﴾ . (الإسراء : 24)
Artinya : “… dan ucapkanlah : "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya,
sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”. (QS.
Al-Isra 24). [06]
قال إبن كثير : وإنما يذكر تعالى تربيةَ الوالدة وتعبها ومشقتها
في سهرها ليلا ونهارًا، ليُذكّر الولد بإحسانها المتقدم إليه. (انظر "تفسير
القرآن العظيم" لإبن كثير ص 264 من الجزء السادسة)
Ibnu Katsier
berkata : “Hanyasannya Allah SWT mengingatkan kembali akan masa-masa pendidikan
orang tua, pengasuhan dan kepayahannya dalam keterjagaannya di sepanjang malam
dan siang hari supaya -hal itu- oleh si anak dapatlah diingatnya akan kebaikan-kebaikan
yang telah dilalui orang tua si anak”. [07]
Dari ayat ini secara benang merah dapatlah
ditarik simpulan :
Murabbi => pendidik/pengasuh =>
kedua orang tua.
Mutarobbiy => pelaku didikan => anak-anak
Tarbiyyah
=> proses
pendidikan/pengasuhan dari kedua orang tua kepada anak-anaknya.
Dalam ayat lain,
Allah SWT berfirman :
قال تعالى : ﴿ قَالَ أَلَمْ نُرَبِّكَ فِينَا وَلِيدًا وَلَبِثْتَ فِينَا
مِنْ عُمُرِكَ سِنِينَ ﴾ .{الشعراء : 18}
Artinya : “Berkata
(Firaun kepada Musa) Bukankah kami telah mengasuhmu diantara (keluarga) kami,
waktu kamu masih kanak-kanak dan kamu tinggal bersama kami beberapa tahun dari
umurmu”. (QS. Asy-Syu’ara : 18). [08]
قال ابن كثير : ما أنت
الذي ربيناه فينا وفي بيتنا وعلى فراشنا, وأنعمنا عليه مدة من السنين <<>>
انظر "تفسير ابن كثير" ص (3/443)
Ibnu Katsier, ketika menafsirkan ayat
ini ada menyimpulkan makna tarbiyah yang tersirat dalam ayat : ”Bukankah
engkaulah yang telah kami didik dilingkungan kami dan keluarga
kami dan dalam tanggung jawab dan pengasuhanan kami, dan itu
berlangsung selama beberapa tahun”. [09]
b. Ta’liem (pengajaran)
قال تعالى : ﴿ وَعَلَّمَ آدَمَ الأسْمَاءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى
الْمَلائِكَةِ فَقَالَ أَنْبِئُونِي بِأَسْمَاءِ هَؤُلاءِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
﴾. (البقرة 31)
قال السيوطي :
بأن ألقى في قلبه علمها .
انظر "تفسير الجلالين" ص 37 من الجزء الأول
Proses yang terjadi dalam kaitan pengajaran
(ta’lim) sebagaimana tersurat dalam ayat di atas,
Imam As-Suyuthi berkomentar : ialah dengan cara bahwa Allah SWT sendiri lah yang mentrasfer ilmu-Nya
secara langsung ke lubuk hati Adam AS (berupa instink). [11]
Dari ayat ini secara benang merah dapatlah
ditarik simpulan :
Mu`allim => pengajar => Allah SWT.
Muta`allim => pembelajar => Adam AS
Ta`liem => proses pengajaran dari Allah
SWT kepada Adam AS.
c. Tadries (Pentela’ahan)
قال تعالى : ﴿ أَنْ تَقُولُوا إِنَّمَا أُنْزِلَ الْكِتَابُ عَلَى طَائِفَتَيْنِ
مِنْ قَبْلِنَا وَإِنْ كُنَّا عَنْ دِرَاسَتِهِمْ لَغَافِلِينَ ﴾. (الأنعام : 156)
Artinya
: “(Kami
turunkan al-Quran itu) agar kamu (tidak) mengatakan: "Bahwa kitab itu
hanya diturunkan kepada dua golongan [a] saja sebelum kami,
dan sesungguhnya kami tidak memperhatikan apa yang mereka baca [b]”. (QS. Al An’am :
156). [12]
[a]. Yakni
orang-orang Yahudi dan Nasrani.
[b]. Diturunkan Al
Quran dalam bahasa Arab agar orang musyrikin Mekah tidak dapat mengatakan bahwa
mereka tidak mempunyai kitab karena kitab yang diturunkan kepada golongan
Yahudi dan Nasrani diturunkan dalam bahasa yang tidak diketahui mereka. [13]
قال ابو جعفر الطبري : و"دراستهم"
إياه : تلاوته. وقد قيل : "دراستهم"،
اي الفقه. (انظر "تفسير الطبري"
ص 546 من الجزء 6)
Berkenaan dengan firman-Nya (’An
Diraasatihim) => “apa yang mereka tela’ah”,
Imam Abu Ja’far Ath-Thobariy dalam Jami’ul-Bayaan menafsirkan dengan “membacanya”.
Dan kadang-kadanag dikatakan : “apa yang mereka baca”
maksudnya upaya pemahaman/paham (al-fiqh). [14]
Dari ayat ini secara benang merah dapatlah
ditarik simpulan :
Mudarris => pembaca/pentela’ah =>
orang-orang Yahudi dan Nasrani.
Mudarras => objek yang dibaca =>
kitab-kitab yg diturunkan kepada mereka
Tadriies => proses pembacaan (tela’ah)
mereka akan kitab-kitab-Nya.
d. Tazkiyyah (penyucian diri)
قال تعالى : ﴿ كَمَا أَرْسَلْنَا
فِيكُمْ رَسُولا مِنْكُمْ يَتْلُو عَلَيْكُمْ آيَاتِنَا وَيُزَكِّيكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ
الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ ﴾ . (البقرة : 151)
Artinya : “Sebagaimana (Kami
telah menyempurnakan ni’mat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul
diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu
dan mengajarkan kepadamu Al-Qur’an dan As-Sunnah, serta mengajarkan kepada kamu
apa yang belum kamu ketahui”. (QS. Al-Baqarah : 151). [15]
قال ابن كثير :
( "وَيُزَكِّيهم"، أي : يطهرهم من رذائل الأخلاق ودَنَس النفوس وأفعال
الجاهلية، ويخرجهم من الظلمات إلى النور. وهي التربية ) .
انظر "تفسير ابن كثير" ص (1 / 464)
Ibnu
Katsier dalam tafsirnya ketika menginterpretasikan firman Allah “Wa Yuzakkiihim”
=> “Dan (Ia) mensucikan kamu” sebagaimana dalam ayat, maksudnya ialah
mensucikan dan membersihkan diri dari akhlaq dan sifat tercela,
dari jiwa-jiwa kotor dan perilaku jahiliyah dengan cara mengeluarkan mereka
dari kegelapan menuju cahaya. Proses itu oleh Ibnu Katsier juga dipahami
sebagai proses pendidikan/pelatihan (tarbiyah/riyadhoh). [16]
Dari ayat ini secara benang merah dapatlah
ditarik simpulan :
Muzakkiy => yang mensucikan => Allah SWT.
Muzakka => yang disucikan => ummat
manusia
Tazkiyyah => proses penyucian yang berlangsung dari
Allah SWT kepada ummat manusia.
d. Ta,diib (pendidikan)
رُوي أنّ النبيّ صلّى
الله عليه وسلّم قال : " أدَّبَنِي رَبِّيْ فَأحْسَنَ تَأْدِيْـبِيْ " .
(رواه ابن السمعاني في أدب الإملاء والاستملاء ص 1)
Artinya : di riwayatkan
bahwasannya Nabi SAW bersabda : “Tuhanku telah melatih adabku (menganugerahi
adab), karena itu Tuhanku jua lah yang membagusi/menghiasi adabku”. [17]
Hadits ini, sekalipun periwayatannya di nilai dhaif oleh para pakar hadits, diriwayatkan oleh Ibnu As-Sam`ani secara munqothi’ (terputus) jari jalur Ibnu Mas`ud -radiallhu ‘anhu- [18], dan tak satu pun periwayatannya ada ketsabitan pada silsilah sanadnya, tetapi oleh sebagian ulama hadits ini di klime memiliki makna yang sahih sebagaimana dikatakan oleh Syaihkul-Islam Ibnu Taymiyah dalam kitab “Majmu’ Fatawa” (kitab himpunan fatwa-fatwa Ibnu Taymiyah). [19]
وقال شيخ الاسلام أحمد ابن تيميّه : " إنّ معناه صحيح
، ولكن لا يعرف به إسناد ثابت ". (انظر
"مجموع فتاوى" للشيخ الاسلام أحمد ابن تيميه ص 18/375)
قال البعض : وإن اقتصر شيخنا
يعني الحافظ ابن حجر على الحكم عليه بالغرابة في بعض فتاويه ، ولكن معناه صحيح ، وجزم
به ابن الأثير في خطبة النهاية . (انظر "كشف
الخفاء" ص 1/70)
Namun demikian, Al-Hafidz
Ibnu Hajar Al’Asqolaniy merasa puas dengan hukum yang terkandung di dalamnya dengan
membiaskan hadits ini untuk disematkan dalam sebagian fatwa-fatwanya, tetapi
makna hadits ini sahih, yang dengan hadits ini pula, Ibnul-Atsier juga manetapkannya
di khutbah kitab An-Nihayah. [20]
Dari ayat ini secara benang merah dapatlah
ditarik simpulan :
Mu,addib => pelatih => Allah SWT.
Muta,addib => yang berlatih => Rasulullah SAW
Ta,diieb => proses pelatihan
yang berlangsung dari Allah SWT kepada
Muhammad, Rasulullah SAW.
1.3. Sekilas Tentang Perubahan Mind-Set Kurikulum 2013 Berkenaan
Dengan System Pendidikan Nasional :
Sopyan Tsaori, seorang ahli di bidang ”pendidikan
karakter” dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) yang juga seorang profesor
asal Bandung, pada kesempatan seminar sehari yang terselenggara di IAIN Syekh
Nurjati Cirebon tertanggal 22/11 tahun 2013 ini bertajuk ”Implementasi
Kurikulum 2013”, ada menyinggung beberapa tujuan berkenaan dengan
penciptaan manusia, yaitu antara lain :
*. Supaya
beribadah kepada Tuhan yang Maha Esa
*. Sebagai
Khalifah (wakil) Tuhan di bumi
*. Demi mencari
kebahagiaan dunia akhirat
*. Terciptanya
kerukunan dan keharmonisan
*. Saling
menjaga dan menghormati
*. Mengelola
dunia sebagai amanat Tuhan.
Berkenaan dengan
singgungan Sopyan Tsauri di atas, nah sekarang, mari kita perhatikan
pesan-pesan Allah SWT yang terkandung dalam penggalan ayat 56 surah
Adz-Dzaariyat :
وَمَا خَلَقْتُ
الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ . (الذاريات : 56)
Artinya : “Dan Aku tidak menciptakan
jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”. (QS.
al-Dzariyat : 56). [21]
Ayat ini dengan sangat jelas
mengabarkan kepada kita bahwa tujuan penciptaan jin dan manusia tidak lain
hanyalah untuk “mengabdi” kepada Allah SWT. Dalam gerak langkah
dan hidup manusia haruslah senantiasa diniatkan untuk semata-mata mengabdi
kepada Allah. Tujuan pendidikan yang utama dalam Islam menurut Al-Qur’an adalah
agar terbentuk insan-insan yang sadar akan tugas utamanya di dunia ini sesuai
dengan asal mula penciptaannya, yaitu sebagai ’Abid (penghamba).
Sehingga dalam melaksanakan proses pendidikan, baik dari sisi pendidik (guru)
atau anak didik (murid), harus didasari sebagai pengabdian kepada Allah SWT
semata.
Mengabdi dalam terminologi Islam sering
diartikan dengan beribadah. Ibadah bukan sekedar ketaatan dan ketundukan,
tetapi ia adalah satu bentuk ketundukan dan ketaatan yang mencapai puncaknya
akibat adanya rasa keagungan dalam jiwa seseorang terhadap siapa yang kepadanya
ia mengabdi. Ibadah juga merupakan dampak keyakinan bahwa pengabdian itu
tertuju kepada yang memiliki kekuasaan yang tidak terjangkau dan tidak terbatas. [22]
Ibadah dalam pandangan ilmu Fiqh ada
dua yaitu ibadah mahdloh dan ibadah ghoiru mahdloh. Ibadah mahdloh adalah
ibadah yang telah ditentukan oleh Allah bentuk, kadar atau waktunya seperti
halnya sholat, zakat, puasa dan haji. Sedangkan ibadah ghoiru mahdloh adalah
sebaliknya, kurang lebihnya yaitu segala bentuk aktivitas manusia yang
diniatkan untuk memperoleh ridho dari Allah SWT.
Segala aktivitas pendidikan,
belajar-mengajar dan sebagainya adalah termasuk dalam kategori ibadah. Hal ini
sesuai dengan sabda Nabi SAW :
طَلَبُ العِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ . (رواه
الطبراني)
Artinya
: “Menuntut ilmu adalah fardlu bagi tiap-tiap orang-orang Islam laki-laki
dan perempuan” (HR. Ibnu Abdil-Bari). [23]
مَنْ خَرَجَ فِى طَلَبِ العِلْمِ فَهُوَ فِى سَبِيْلِ اللهِ
حَتَّى يَرْجِعَ . (رواه الترمذى)
Artinya
: “Barangsiapa yang pergi untuk menuntut ilmu, maka dia telah termasuk
golongan sabilillah (orang yang menegakkan agama Allah) hingga ia sampai pulang
kembali”. (HR. Imam Turmudzi). [24]
Pendidikan
sebagai upaya perubahan dan perbaikan diri yang meliputi keseluruhan hidup
individu termasuk akal (aspek kodnitif), hati dan rohani (aspek afektif),
jasmani (aspek psikomotorik), serta akhlak, dan tingkah laku (behavioral).
Melalui
pendidikan, setiap potensi yang di anugerahkan Allah SWT kepada seluruh ummat
manusia haruslah sedapat mungkin bisa dioptimalkan dan dimanfaatkan untuk
menjalankan fungsi sebagai khalifah di muka bumi. Sehingga pendidikan merupakan
suatu proses yang sangat penting tidak hanya dalam hal pengembangan kecerdasannya,
namun juga untuk membawa peserta didik pada tingkat manusiawi dan peradaban,
terutama pada zaman modern dengan berbagai kompleksitas yang ada.
Kemudian, point kedua yang juga disinggung
oleh Sopyan Tsaori berkenaan dengan tujuan penciptaan manusia adalah sebagai
khalifah (wakil Tuhan) di muka bumi. Dalam
penciptaaannya, manusia diciptakan oleh Allah SWT dengan dengan dua fungsi,
yaitu fungsi sebagai khalifah di muka bumi dan fungsi manusia sebagai makhluk
Allah yang memiliki kewajiban untuk menyembah-Nya sebagaimana telah penulis
uraikan pada point pertama di atas.
Kedua
fungsi tersebut juga ada dijelaskan oleh Allah SWT dalam firman-Nya berikut ini
: “… Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi’…”
(QS Al-Baqarah : 30). [25]
Ketika
Allah menjadikan manusia sebagai khalifah di muka bumi dan dengannya Allah SWT
mengamanahkan bumi beserta isi kehidupannya kepada manusia, maka manusia
merupakan wakil yang memiliki tugas sebagai pemimpin dibumi Allah.
Imam
Ghozali melukiskan tujuan pendidikan sesuai dengan pandangan hidupnya dan
nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, yaitu sesuai dengan filsafatnya, yakni
memberi petunjuk akhlak dan pembersihan jiwa dengan maksud di balik itu
membentuk individu-individu yang tertandai dengan sifat-sifat utama dan takwa. [26]
Dalam
khazanah pemikiran pendidikan Islam, pada umumnya para ulama berpendapat bahwa
tujuan akhir pendidikan Islam adalah ”untuk beribadah kepada Allah SWT”.
Kalau dalam sistem pendidikan nasional, pendidikan diarahkan untuk
mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa, maka
dalam konteks pendidikan Islam justru harus lebih dari itu, dalam arti,
pendidikan Islam bukan sekedar diarahkan untuk mengembangkan manusia yang
beriman dan bertaqwa, tetapi justru berusaha mengembangkan manusia menjadi
imam/pemimpin bagi orang beriman dan bertaqwa (Waj’alna li al-muttaqina
imaama).
Untuk
memahami profil imam/pemimpin bagi orang yang bertaqwa, maka kita perlu
mengkaji makna takwa itu sendiri. Inti dari makna takwa ada dua macam yaitu ;
1) itba’ lisyariatillah (mengikuti ajaran Allah yang
tertuang dalam al-Qur’an dan Hadits), … dan sekaligus
2) itiba’
lisunnatillah (mengikuti aturan-aturan Allah yang berlalu di alam ini).
Seseorang
yang dalam hidupnya selalu berusaha untuk ber-ittiba’ lisunnatillah adalah
orang-orang yang memiliki keluasan ilmu dan kematangan profesionalisme sesuai
dengan bidang keahliannya. Seorang imam bagi orang-orang yang bertaqwa, artinya
disamping dia sebagai orang yang memiliki profil sebagai itba’ lisyaria’tillah
sekaligus dia juga itba’ lisunnatillah, juga mampu menjadi pemimpin, penggerak,
pendorong, inovator dan teladan bagi orang-orang yang bertaqwa. [27]
Dengan demikian, sehingga pengarahan
seorang pendidik (guru) akan pembentukan suatu karakter dan kepribadian seorang
muslim yang ideal yang sesuai dan seirama dengan fitra manusia yang
dianugerahkan Tuhan kepadanya akan lebih mudah terbentuk terhadap anak-anak
didik (murid).
Kepribadian
muslim tersebut idealnya haruslah tercermin dengan ciri-ciri sebagai berikut :
a) Lurus akidahnya (salimul akidah)
Hal
terpenting bagi setiap muslim adalah kelurusan akidahnya, karena kelurusan
akidah inilah yang akan menentukan arah gerak kemana seseorang akan melangkah
sehingga secara langsung ia akan melaksanakan syariat islam
b) Benar ibadahnya (shohilul ibadah)
Ibadah
seorang muslim harus benar, yaitu senantiasa niat ikhlas karena Allah semata
dan berdasarkan syariat islam.
c) Kokoh akhlaknya (matinul khuluq)
Kita harus
senantiasa menjaga akhlak kita, karena akhlak ini yang akan menentukan arah
kehidupan kita. Dan islam telah mengatur setiap perilaku manusia dalam setiap
aspek kehidupan ini.
2.
Karakteristik Pendidikan Islam (Tarbiyah Islamiyah)
Adapun karakteristik pendidikan islam (tarbiyatul-islamiyah)
ialah suatu karakter atau proses pendidikan dalam rangka menuju dan atau membentuk
pribadi peserta didik menjadi pribadi yang islami, ialah pribadi yang
menjadikan nilai-nilai islam sebagai unsur-unsur pembentuk kepribadiannya,
unsur-unsur pembentuk kepribadian ini bisa dilihat dengan parameter sebagai
berikut :
a) Integral (syumuliyah)
Kepribadian yang di bentuk adalah seseorang yang memiliki
kepribadian yang kokoh, tahan terhadap segala tantangan hidup dan berguna bagi
orang lain. Tarbiyah islamiyah akan menjaga keseimbangan pertumbuhan potensi manusia
(fsikomotorik/fisik, afektif/hati, kognitif/akal) agar dapat berkembang dengan
baik.
b) Gradual (mutadarrijah)
Proses pembentukan individu tidak bisa secara instan, tetapi
dengan cara gradual dan butuh proses yang panjang, sehingga harus dilakukan
secara bertahap sesuai fase-fase perkembangan dalam kehidupannya.
c) Continue (istimrariyah)
Tarbiyah islamiyah harus senantiasa dilaksanakan secara
terus-menerus untuk memperbaiki setiap kekurangan yang ada pada setiap individu
dan menyempurnakan kelebihan yang dimilikinya.
d) Penuh kesungguhan (jiddiyah)
Kesungguhan ini harus senantiasa dimunculkan dan dijaga,
sebab proses tarbiyah akan selalu berjalan sepanjang masa bersama segala
rintangan dan hambatan yang akan selalu mengiringinya. Andaikan tarbiyah
islamiyah ini dilalui tanpa kesungguhan, niscaya setiap individu akan mudah
berguguran. Dan tujuan tarbiyah islamiyah tidak akan tercapai.
3. Langkah-langkah yang harus di tempuh oleh seorang pendidik
Sebelumnya,
ada beberapa point penting yang perlu kita (para pendidik) ketahui dan pahami
akan perubahan mind-set pada Kurikulum 2013 dari Kurikulum sebelumnya, yaitu :
1)
adanya perubahan mind-set;
2)
adanya skill dan kompetensi guru; … dan
3)
adanya sikap kepemimpinan, culture, dan menejmen sekolah.
Implementasi
nilai-nilai spiritual dan norma-norma sosial pada penerapan Kurikulum 2013 ini,
setidaknya harus dilandasi oleh 3 (tiga) aspek yang harus di jadikan sebagai dasar-dasar
pengembangannya, yaitu : aqidah, syariah, dan akhlaq, yang ketiganya tersebut ialah
merupakan realisasi akan trilogi ajaran agama (tiga ajaran secara garis
besar dalam rukun agama) sebagaimana yang tersurat dan tersirat dalam
riwayat sahih sahabat Abu Huraerah -radiallahu ‘anhu- tentang iman,
islam dan ihsan. [28]
Dari
ketiga dasar-dasar aspek tersebut, maka yang lebih penting dari ketiganya
adalah aspek Akhlaq. Betapa nilai-nilai akhlaq, akan berpengaruh besar terhadap
pola-pola paradigma (cara pandang) yang kelak dimiliki bangsa Indonesia
untuk di kemudian hari manakala aspek ini bisa di kembangkan dan
diimplementasikan secara baik dan bijak oleh pelaku kependidikan secara
integral dalam tatanan system pendidikan nasional.
Lebih
jauh, ketiga aspek tersebut ada beberapa acuan, misalnya pada level manusia
sebagai perkembangan individu, ialah bagaimana seharusnya seseorang bisa
berlaku ihsan sebagai yang dipesankan Tuhan dan RasulNya, kemudian bahwa
nilai-nilai ihsan yang pelakunya disebut muhsin (term hadits) ini bisa
dikembangkan lagi, setidaknya ada tiga level, yaitu ;
pertama, bagaimana dia berlaku ihsan kepada
Tuhannya;
kedua, bagaimana dia berlaku ihsan kepada
sesama; … dan
ketiga, bagaimana dia berlaku ihsan kepada
alam semesta.
Point
terakhir dari pengembangan sikap ihsan dalam diri seorang manusia, yakni bagaimana
seseorang dapat bersikap ihsan pada lingkungan sekitar dan alam smesta, pada hewan
dan binatang misalnya, bisa di ilustrasikan secara singkat betapa nilai-nilai
ini akan sangat terpuji sebagai perwujudan sikap empati yang dikembangkan oleh
seorang anak di seketika dia harus menolong seekor anak burung yang terjatuh
dari sarangnya yang jauh diatas ketinggian pohon, ini menunjukan sikap terpuji
yang semestinya kita miliki dan kembangkan terus dalam pada kita menuju akhlaq
muhsin sebagai tingkatan tertinggi dalam trilogi ajaran agama setelah iman dan
islam.
<<>>
Allah SWT menegaskan dalam
firman-Nya, al-Quran al-Kariem pada surah al-Ahzab ayat 21, sebagai berikut :
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ
لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا . (الأحزاب
:21)
Artinya
: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. (QS. Al-Ahzab
21). [29]
Imam
Ibnu Jarier Ath-Thobariy, mufassir generasi awal memberi catatan khusus
berkenaan dengan interpretasi ayat ini, begini redaksinya ;
قال إبن جرير الطّبري : يقول لهم جلّ ثناؤه : (لَقَدْ كَانَ
لَكُمْ فِي رَسُوْلِ اللهِ أسْوَةٌ حَسَنَةٌ) : أن تتأسوا به
وتكونوا معه حيث كان، ولا تتخلَّفوا عنه (لِمَنْ كانَ يَرْجُو
اللَّهَ) يقول : فإن من يرجو ثواب الله ورحمته في الآخرة
لا يرغب بنفسه، ولكنه تكون له به أُسوة في أن يكون معه حيث يكون هو. (الطبري ص 235
من الجزء العشرين)
Bahwa
Allah SWT, via ayat ini kembali menegaskan kepada kita selaku ummatnya untuk
senantiasa membangun/menteladani Rasulullah SAW dan hendaknya kita terus ada
bersamanya di setiap hal dan kondisi di manapun berada dan jangan sekali-kali
kita menentang atau menyelisihinya [30]. Lebih jauh, dalam tafsir
itu, sang Imam -radiallahu ‘anhu- saat mengulas firman-Nya “Bagi
orang-orang yang mencari ridho Allah SWT” ini ditafsirkan ialah sebagai
“Sesungguhnya bagi orang-orang yang ada keinginan untuk mencari ridho dan
pahala-Nya semata-mata, menuju rahmat dan kasih sayang-Nya untuk kelak di
akhirat, maka tidaklah dia sendirian, tetapi paling tidak, bahwa dalam diri
Muhammad itu ada teladan yang baik (uswah) bagi seseorang selama orang tersebut
berusaha untuk senantiasa ada bersamanya”. [30]
Maka
dari apa yang terungkap pada penafsiran Ath-Thobariy sebagaimana diatas, setidaknya
dapat penulis simpulkan bahwa ternyata ada tiga poin penting sebagai visi dan
misi atau langkah-langkah strategis bagi seorang prndidik untuk senantiasa
dikedepankan dalam pada ia selaku sebagai seorang pendidik kepada peserta
didiknya, yaitu :
1).
Semata-mata ada tujuan kepada ridho Allah SWT, mengharapkan rahmat sebagai
kasih sayang-Nya dan juga mengharap pahala dari-Nya;
2).
Selalu berorientasi kedepan, fisioner jauh kedepan mengiringi setiap perilaku
dan kekaryaan seorang pendidik di masa-masa mendatang sebagai bentuk
keprihatinan positif yang tak lagi pragmatis baik menyangkut diri pribadinya
selaku pendidik maupun untuk ditularkan kepada peserta didik; … dan
3).
Senantiasa mengingat Allah SWT dalam segala urusan baik pada kondisi takut (al-khouf),
harapan (ar-roja), kesulitan (asy-syiddah) dan kelapangan (ar-rukho).
[31]
Dengan
ketiga poin ini, seorang pendidik insya Allah akan dapat di harapakan untuk
senantiasa berpijak pada kebenaran dan bertindak sesuai prosedur yang dikenakan
kepada setiap pelaku pendidikan di republik ini.
<<
>>
BAB III
1. Simpulan
Akhirnya,
dapat ditarik beberapa simpulan dan point penting sebagai berikut, -yang
juga mengadopsi dari hasil rumusan Badan Penelitian dan Pengembangan di
lingkungan Kementrian Agama Republik Indonesia (Balitbang Kemenag RI)- :
1) Bahwa kurikulum pendidikan yang berlaku
pada suatu masa sebenarnya telah berusaha mengadopsi semua kebutuhan belajar
siswa. Kurikulum pendidikan senantiasa dilakukan penyempurnaan sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dalam masyarakat dan melestarikan nilai-nilai
budaya bangsa ;
2)
Suatu kurikulum harus dirancang secara komprehensif, integratif, berimbang
antara berbagai tujuan pendidikan, dan adaptif serta bervisi kedepan, dan bukan
semata-mata karena kepentingan politis ;
3)
Kompetensi dapat diartikan sebagai kebiasaan berpikir dan bersikap sesuai
dengan konteks, dan yang diharapkan dari siswa sebagai hasil pendidikan adalah
melakukan sesuatu selain secara kontekstual tetapi juga secara kreatif yang
akan memperkaya khasanah budaya bangsa ;
4)
Diperlukan kesiapan dan dukungan baik dari guru, siswa, orang tua dan
masyarakat dan pemerintah dalam mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan dalam
sistem persekolahan ;
5)
Era globalisasi yang ditandai dengan persaingan bebas antar-negara harus
diimbangi dengan penerapan kurikulum yang menekankan pentingnya sikap
kemandirian bangsa dalam membangun peradaban bangsa sendiri. [32]
Terakhir,
sebelum makalah ini, penulis serahkan kepada dosen pengampu mata kuliah Tafsir
Tarbawie, DR. KH. Selamet Firdaus, MA sebagai tugas mandiri pada “Ujian
Akhir Semester” (UAS), ada baiknya jika saya mengutip firman Allah SWT untuk
sebagai pengingat pribadi penulis dan semua pendidik di manapun berada akan
betapa pentingnya nilai-nilai ajaran islam untuk kita terapkan dalam mengiringi
perjalanan system pendidikan nasional kita, karena itu, Allah swt kembali
mengingatkan kita dalam firman-Nya, al-Quran al-Kariiem pada surat At-Taubat
ayat 122, demikian ayat itu berbunyi ;
قال تعالى "...
فَلَوْلاَ نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي
الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ
يَحْذَرُونَ ". (التوبة : 122)
Artinya
: “… Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara
mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan
untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya,
supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”. (QS. At-Taubah 122). [33]
Hadza
,. wAllahu A’lamu Bish-Showaab.
اللّـهمّ إنّي
استودعتُك ما علّمتَنِيه فاردُده إليّ عندَ حاجَتي إليه ولا تَنسنِيه يا رَبّ العالمين ., آمين
Ya Allah, ham titipkan lagi pada-Mu ilmu yang telah
Engkau ajarkan ini pada hamba ini, maka kembalikan lagi ilmu itu hamba saat
mana hamba membutuhkannya, dan -aku mohon- jangan Engkau lalaikan diri hamba
ini akan ilmu-Mu, wahai Penguasa alam semesta.
<<
>>
2. Daftar
Pustaka
:
Al-Quran
Al-Kariem
Tafsir Freewer
Al-Quran digital versi Cet. Departemen Agama
RI.
Tafsir Al-Mishbah , M. Quraish Shihab. juz XIII, (mengutip dari Syeh
Muhammad Abduh - Guru besar di Al-Azhar University, Mesir).
Tafsir
Al-Quran Al-‘Adziem, Imam Ibnu Katsier, (Maktabah Syamilah)
Tafsir
Al-Jalilain, Imam Jalaluddin As-Suyuthi.
(Maktabah Syamilah).
Jami’ul-Bayaan
Fii Ta,wiilil-Quran, Imam Ath-Thobariy, (Maktabah Syamilah)
<<>>
Al-Jami’ush-Shahis , Imam Bukhari . (Maktabah Syamilah)
Al-Khasyiyah , Bab “Al-Imla
wal-Istimla”, Ibnu As-Sam’ani, page 1.
As-Sunan , Imam Turmudzi. (Maktabah Syamilah).
As-Sunan , Ibnu Majah. (Maktabah Syamilah).
Al-Mu’jam Ash-Shoghier , Imam Ath-Thabraniy. (Maktabah Syamilah).
Al-Mu’jam Al-Kabier , Imam Ath-Thabraniy. (Maktabah Syamilah).
Syu’bul-’Iman , Imam Al-Baehaqiy. (Maktabah Syamilah).
<<>>
Kasyful-Khifa , page I/70. (Maktabah
Syamilah)
Majmu’
Fatawa,
Ibnu Taymiyyah , page XVIII/375
Pendidikan Islam ; Tradisi dan
Modernisasi Menuju Milenium Baru,
Azyumardi Azra, Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 2002, hal.33
Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI) - Offline. Versi 1.5.1 “Luring”
Kamus
Digital Englis-Indonesia. Versi 2.03
http://balitbangdiklat.kemenag.go.id/,
tertanggal Minggu, 22 Desember 2013
http://web.iaincirebon.ac.id/info/indonesia-urutan-ke-64-dari-65-negara/#
(Published by Indrya)
<< >>
3. Footnote :
[01].
http://web.iaincirebon.ac.id/info/indonesia-urutan-ke-64-dari-65-negara/#
(Published by Indrya)
[02].
http://balitbangdiklat.kemenag.go.id/,
tertanggal Minggu, 22 Desember 2013
[03].
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI-Offline). Versi 1.5.1 “Luring”
[04].
Kamus Digital Englis-Indonesia. Versi 2.03
[05].
http://balitbangdiklat.kemenag.go.id/,
tertanggal Minggu, 22 Desember 2013
[06].
Quran Suran Al-Isra : 24.
[07].
Imam Ibnu Katsier, Tafsir Al-Quran Al-‘Adziem, page VI/264. (Maktabah
Syamilah)
[08].
Quran Surah. Asy-Syu’ara : 18
[09].
Imam Ibnu
Katsier, At-Tafsir
Al-Quran Al-‘Adziem, page
III/443. (Maktabah Syamilah)
[10].
Jalaluddin
As-Suyuthi, Tafsir Al-Jalilain, page I/37.
(Maktabah Syamilah).
[12]. Quran Surah Al An’am : 156
[13]. Penafsiran
Freewer Al-Quran digital versi Departemen Agama
RI.
[14].
Imam
Ath-Thobariy, Jami’ul-Bayaan, page VI/546. (Maktabah Syamilah)
[15]. Quran Surah Al-Baqarah
: 151
[16]. Imam
Ibnu Katsier, At-Tafsir Al-Quran Al-‘Adziem,
page I/464. (Maktabah Syamilah)
[17]. HR.
Ibnu As-Sam’ani dalam bab “Al-Imla wal-Istimla” page 1.
[18]. Kasyful-Khifa
, page I/70. (Maktabah Syamilah)
[19]. Ibnu
Taymiyyah , "Majmu’
Fatawa" page XVIII/375.
[20]. Kasyful-Khifa
, page I/70. (Maktabah Syamilah)
[21]. Quran Surah Al-Dzariyat
: 56
[22]. M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah. juz
XIII, (mengutip dari Syeh Muhammad Abduh - Guru besar di Al-Azhar University,
Mesir).
[23]. Imam Turmudzi, As-Sunan. Hadits nomo 2571.
dari jalur Anas bin Malik RA, Imam Turmudzi berkata : “hadits hasan gharib”.
Page IX/244. (Maktabah Syamilah).
Imam Ath-Thabraniy, Al-Mu’jam Ash-Shoghier.
Hadits nomor 381 dari jalur Khalid bin Yazied RA. Hadits nomor page I/415. (Maktabah
Syamilah).
[24]. Ibnu Majah, As-Sunan.
Hadits nomor 220 dari jalur Anas bin Malik RA, page I/260. (Maktabah
Syamilah).
Imam Ath-Thabraniy, Mu’jam Al-Kabier. Hadits
nomor 10286 dari jalur Ibnu Mas’ud RA, page IX/42. (Maktabah Syamilah).
Imam Al-Baehaqiy, Syu’bul-’Iman. Hadits nomor
1616 dari jalu Abu Sa’ied Al-Khudriyyi RA, page IV/178. (Maktabah Syamilah).
[25]. Quran Surah Al-Baqarah
: 30.
[26]. Azyumardi Azra, Pendidikan
Islam ; Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, Jakarta : Logos
Wacana Ilmu, 2002, hal.33
[28]..Imam
Bukhari, Al-Jami’ush-Shahis, hadits nomor 48 page I/87 dari jalur
Abu Huraerah. (Maktabah Syamilah)
Imam Bukhari, Al-Jami’ush-Shahis, hadits nomor
4404 page XIV/452 dari jalur yang sama. (Maktabah Syamilah)
[29]. Quran Surah Al-Ahzab
: 21.
[30]..Imam Ath-Thobariy, Jami’ul-Bayaan Fi
Ta,wiilil-Quran, page XX/235. (Maktabah Syamilah)
[31]..Imam Ath-Thobariy, Jami’ul-Bayaan Fi
Ta,wiilil-Quran, page XX/235. (Maktabah Syamilah)
[32].
http://balitbangdiklat.kemenag.go.id/,
tertanggal Minggu, 22 Desember 2013
[33].
Quran Surah At-Taubah : 122
Tidak ada komentar:
Posting Komentar