Bismillaahir-Ramaanir-Rahiiem
Udah lazim dikalangan masyarakat Tegalgubug, memperuntukkan (mengatas-namakan) qurban bagi si anu (mayit), padahal kalau merujuk kepada pendapat Imam Nawawi (grand master mujtahid madzhab Syafi'ie) hal itu tidak dibenarkan/diperkenankan (ay laa Yajuz wala Yaqo') :
Tidak sah (qurban utk mayit) kecuali jika si mayit tsb berwashiyat (di masa hidupnya), demikian -yg populer dikalangan- madzhab Syafi'ie. Imam Nawawie berpandangan : "Tidak diperkenankan berqurban utk yg lain tanpa seizinnya, tidak pula utk mayyit kecuali memang (sebelumnya) ada washiyat soal itu".
Lihat "Tuhfah al-Muhtah fi Syarh al-Minhaj" page 41/163
Udah lazim dikalangan masyarakat Tegalgubug, memperuntukkan (mengatas-namakan) qurban bagi si anu (mayit), padahal kalau merujuk kepada pendapat Imam Nawawi (grand master mujtahid madzhab Syafi'ie) hal itu tidak dibenarkan/diperkenankan (ay laa Yajuz wala Yaqo') :
لا تصح (اي الأضحية للميت)
إلاّ إذا أوصى بها الميت وهو مذهب الشافعية، قال الإمام النووي رحمه الله في
المنهاج : "ولا تضحية عن الغير بغير إذنه، ولا عن ميت إن لم يوص بها".
انتهى
Tidak sah (qurban utk mayit) kecuali jika si mayit tsb berwashiyat (di masa hidupnya), demikian -yg populer dikalangan- madzhab Syafi'ie. Imam Nawawie berpandangan : "Tidak diperkenankan berqurban utk yg lain tanpa seizinnya, tidak pula utk mayyit kecuali memang (sebelumnya) ada washiyat soal itu".
Lihat "Tuhfah al-Muhtah fi Syarh al-Minhaj" page 41/163