Sabtu, 26 Desember 2015

Diskusi Ringan Tentang Boleh Tidaknya Ucapan Selamat Natal Bagi Muslim

Bismillair-Rahmaanir-Rahiiem

Coba kalau di dunia maya ini saya ada teman Kristiani, atau bahkan di dunia nyata, akan aku ucapkan SELAMAT NATAL kepada mereka ...

Di desaku tercinta, Tegalgubug Cirebon, banyak juga teman-teman dan saudara-saudaraku yang ngucapin SELAMAT NATAL terhadap para mitra bisnisnya di Bandung, di Jakarta, dan atau di kota-kota lain di Indonesia, karena memang secara bisnis, masyarakat Tegalgubug pada umumnya sudah lama membangun jaringan kolega bisnis dengan mereka (China keturunan) yang jelas-jelas tak seaqidah, mereka sederhana aja menganggapnya -tanpa banyak cincong- bahwa hal itu sebenarnya sudah menjadi kewajaran saja dalam ranah membangun interaksi sesama anak bangsa, dan jujur sebenarnya aku pun berfikir yang sama tentang itu, namun.sayangnya di facebook ini tak seorang pun teman Kristiani ada menjalin pertemanan denganku ...

Seandainya ada, maka saya pun akan berucap "SELAMAT NATAL" bagi yang merayakan sebagaimana hari ini dan hari-hari sebelumnya telah aku ucapkan "SELAMAT MAULID NABI SAW" kepada teman-teman dan sahabat-sahabatku di forum ini yang secara kebetulan turut bergembira dengan perayaan kelahirannya.

ini prinsipku lho ya, lalu, bagaimana prinsipmu ?

Kamis, 24 Desember 2015

Gusdur dalam Kenangan

Bismillaahir-Rahmaanir-Rahiiem

Penyair kenamaan sebelum Islam (sebelum Risalah Muhammad SAW), yaitu Tharfah ibn Al-'Abd, dalam salah satu syairnya yang terkenal bergenre al-Mu'allaqa, pernah menyemangati (janji) kepada kaumnya ;


وَلَسْتُ بِحَلاَّلِ التِّلاَعِ مَخَافَة ً :: وَلَكِنْ مَتَى يَسْتَرْفِدُ القَوْمُ أَرْفُدُ

AKU BUKANLAH ORANG YANG BERSEMBUNYI DALAM BEJANA (tanah liat) :: NAMUN MANAKALA KAUM(KU) MINTA TOLONG (padaku), AKAN AKU BANTU (sekuat tenaga).

<<>>

Penggalan syair diatas, Gusdur (Allah yarham) mengutip dan mendendangkannya saat mana didaulat sebagai pembicara di hadapan para mahasiswa Trisakti dalam sambutan terakhirnya -delapan bulan sebelum beliau benar-benar tinggalkan dunia ini-, setelah sebelumnya beliau juga melantunkan shalawat al-Badr bersama-sama dengan mahasiswa, Jend. purn. Ryamizard Ryacudu, beberapa artis dan masyarakat setemat juga civitas akademika Trisakti diiringi gamelan Kyai Kanjeng pimpinan Cak Nun.

Rabu, 23 Desember 2015

Makna Syahid dalam Konteks Kelulusan (Thalabul-'Ilmi)

Bismillaair-Ramaanir-Rahiiem

SYAHID itu tidak harus menunggu MATI di jalan-Nya, tidak, insya Allah tidak melulu itu, ... Termasuk dalam pemaknaan syahid (dalam konteks talabul-‘ilm), adalah jika kau lulus kuliah -meski tidak dengan predikat terbaik-, namun, kau mampu membangun/menjadi stek holder dari lingkungan IAIN Syekh Nurjati Cirebon di masyarakatnya masing-masing, atau kau lulus dari salah satu pesantren salafiyah Islam, lalu sepulang dari pesantren kau mampu membangun paradigma baru di lingkungan masyarakatnya dengan pendekatan dan pola-pola pesantren, tunjukan bahwa anda adalah bagian dari allumni pesantren dan atau PTAIN yang mampu berdiri tegak sebagai figure penting dan agen perubahan (agen of change) dilingkungan anda, tunjukan ke masyarakat bahwa anda adalah generasi berilmu yang diperlukan banyak orang untuk siap mengawal perubahan mereka ke ranah positive asal tidak pragmatis.

Yah, barang kali, ini pun sudah lebih dari cukup bagi anda untuk dalam rangka menuju level SYAHID yang dijanjikan Tuhan yang maha Esa ; Syahid ‘ilmi (kesaksian membangun ilmu pengetauan), Syahid tsaqafi (kesaksian membangun peradaban), inSya Allah jika anda mau, anda pun mampu menuju ke sana, tentu saja dengan tanpa mengabaikan asas kemanfa’atan kepada khalayak umum mengingat sabda
Nabi SAW menegaskan : AFDHALUN-NAAS, ANFA’UHUM LIN-NAAS => Manusia terbaik adalah mereka yang paling banyak manfa’atnya bagi manusia lain., maksudnya, manusia yang paling banyak membawa perubahan positive bagi masyakatnya.

Selasa, 22 Desember 2015

Maulid Nabi SAW

بسم الله الرحمن الرحيم
قال معروف الكرخي قدس الله سره : من هيأ لاجل قراءة مولد الرسول طعاما، وجمع إخوانا، وأوقد سراجا، ولبس جديدا، وتعطر وتجمل تعظيما لمولده حشره الله تعالى يوم القيامة مع الفرقة الاولى من النبيين، وكان في أعلى عليين

Ma’ruf al-Karkhi, seorang ulama besar dan shufi kenamaan generasi awal, -semoga Allah menyucikan pesareannya-, berkata : “Barang siapa menyiapkan makanan oleh karena penghormatan terhadap maulid Nabi SAW, mengumpulkan sanak saudara, menyalakan lampu-lampu, mengenakan pakaian-pakaian indah nan baru, memakai wewangian, berhias diri, semua itu demi mengagungkan maulid Nabi SAW, maka Allah SWT akan membangkitkannya kelak di hari qiyamat ada bersama generasi awal dari golongan para Nabi, dan kelak dia berada ditempat-tempat keluhuran”. intaha

dikutip dan diadaptasi dari kitab I'anah ath-Thalibin page III/414

Makna Bahagia

by  Hana M  (30 September 2015)

Bismillaahir--RahmaanirRahiiem

Bahagia itu pada dasarnya fenomena mental manusia. Sifatnya metafisik; dibalik fisik/materi. Sentimennya lebih dekat pada naluri ketimbang nalar. Jadi sesungguhnya mustahil bagi manusia menggambarkan "bahagia" dalam simbolisasi benda/fisik/materi. Lagipula, benda/fisik/materi apa yg bisa merepresentasikan kebahagiaan manusia secara utuh? Tentu saja tidak ada.
So, mari ubah ukuran dan "tampilan" bahagia dari bentuk "how to get" yang materialistik menjadi "how to be" yang lebih spiritual.

"Menjadi sesuatu" tentu saja memiliki level yang lebih tinggi dibandingkan "mendapatkan sesuatu", karena "menjadi sesuatu" selalu terkait dengan apresiasi dan kepuasan lintas individu yang lebih luas-yang merasakan langsung manfaat dari ekspresi kebahagiaan yg kita miliki secara pribadi. Sebaliknya, kebahagiaan dengan ukuran "telah mencapai atau mendapatkan sesuatu", biasanya bersifat individual dan sangat dekat dengan "narsisisme". Usaha mencintai diri sendiri secara berlebihan.

Sabtu, 19 Desember 2015

Kisah Syekh Sayid Abd. Qadir al-Jaylani dan Muridnya

Bismillahir-Rahmanir-Rahiem

Dulu, tersebutlah sebuah kisah menarik terkait tentang keunikan (baca Khoriqul’Adah. red) yang telah di tampakkan oleh Syekh Sayid Abd.Qodier al-Jaelani bersama santrinya, dimana suatu hari di kisahkan : 
 
Ada seorang ibu (wali santri. red) hendak mengunjungi putranya yang kebetulan tengah menimba ilmu di sebuah pesantren milik Syekh Sayid Abd.Qodier al-Jaelani -semoga Allah mensucikannya- hingga datanglah si ibu tadi ke pesantren si Syekh, dan di temuinya putranya tersebut tengah asiknya memakan sebuah roti ala kadarnya yang cuma berlumur garam sebagai penyedap rasa, sementara di sudut ruang yang lain, si ibu tadi juga melihat pemandangan yang begitu kontras dari pemandangan yang pertama, yakni dilihatnya seorang Syekh yang tengah duduk santai di sebuah kursi yang juga dengan lahapnya tengah menikmati sebuah hidangan roti, lengkap dengan panggang ayam di tangannya, lalu tiba-tiba si ibu menegur Syekh dengan suaranya yang agak tinggi, “WAHAI SYEKH, ENAK NIAN TUAN INI YANG MENIKMATI HIDANGAN ROTI DENGAN PANGGANGAN AYAMNYA, SEMENTARA ANAK SAYA CUMA MANYANTAP ROTI PANGGANG, HANYA BERLUMUR GARAM !!”., 
 

Jumat, 18 Desember 2015

Hukum Wanita Haid Berdiam di Masjid

Bismillaahir-Rahmaanir-Rahiiem


Di desa tercinta, Tegalgubug, lagi hangat membicarakan tentang masalah “Boleh tidaknya seorang wanita haid berdiam di masjid (al-Muktsu fil-Masjid) dalam rangka aktivitas ta’allum/dirasah (kegiatan pembelajaran)”, untuk sementara pandangan para Kiyai di Tegalgubug (termasuk Kiyai Khos “Abah Inu” ahli hadits dari Arjawinangun) membolehkannya -tanpa kita tahu metodologi istinbath beliau-, masalah ini berlatar belakang bahwa di tegalgubug saat ini tengah bergairah mengadakan pembelajaran diniyyah di masjid, di sana ada banyak para pelajar dan adik-adik kita yang mengikuti kegiatan di maksud, lelaki dan perempuan. Maka timbullah masalah dimaksud.

Sementara disisi lain kalau kita merujuk pada litaratur fiqh klasik yang ada (kitab kuning) memang beragam pula kenyataan pandangan di sana, jumhur ulama cenderung tidak boleh (harom), namun pandangan-pandangan tersebut belum sampai ke level ittifaq/ijma’, sebab pada faktanya ada juga beberapa ‘ulama fiqh yang membolehkannya (tentang pandangan ini, insya Allah akan diperjelas sesaat lagi), ilatnya jelas karena pertama lit-Talwiets (kemungkinan mengotori masjid) dan kedua lit-Tahriem (lebih karena memuliakan masjid), alasan pertama hujjahnya adalah qiyas terhadap junub, karena memang tentang tema ini (wanita haid berdiam di masjid) tak ada dalil yang sahih lagi sharih kecuali memang harus dengan cara qiyas kepada junub, nah, maka wanita haid dalam soal ini diqiyaskan kepada seorang yang memiliki jinabah/hadats besar, dalilnya antara lain :

Hukum Menikah dengan Jin

Bismillaahir-Rahmaanir-Rahiiem

Di salah satu forum yang kami asuh, forum tashawuf, ada satu pertanyyaan agak aneh ; "Assalamualaikum, Maaf, mau nanya ma mas,e di sini ... APA HUKUMNYA MANUSIA NIKAH SAMA JIN MUSLIM"
waduh, aya2 we nih pertanyaan ,. Hehe

<<>>

ikut nimbrung ah, kali aja nyasar tanggapannya.


Masalah ini sebenarnya masalah klasik -maksudnya para ulama dulu pun ada pernah membahas tentang topic ini-, dalam madzahibul-arba'ah, masalah ini juga di bahas panjang lebar karena memang perkara ini sebenarnya ada dan nyata hingga perlu dibahas dalam ranah fiqh, walhasil perkara ini , benar memang ada hukumnya, meski kebanyakan ulama (jumhur) menjatuhkan hukum tidak-boleh (harom), bahkan Imam Malik RA (pionir madzhab Maliky) saja benci banget dan memandang sinis dengan topic ini, lihat kitab Muwath-tho'.