Selasa, 23 Desember 2014

Sepenggal Luka Sang Pencinta




Mendadak teringat puisi ini sebagai goretan indah buah renungan sahabat blogku mBak Fira Riswiyandi


Meringkuk, terlipat
Di sudut ruang
Didekap erat selimut malam

Adakah setetes hangat yang membelai, atau
Sekedar temaram yang menyapa
Setidaknya semburat benang cahaya

Hanya dingin dan gelap
Menemukan jasadmu,
Selebihnya hanya sepi

Merintih, terkikis
Di sudut jiwa
Dicumbu lembut bisikan angin
Adakah setitik cinta yang mengalir, atau
Sekedar rindu yang mengetuk-ngetuk
Paling tidak gelisah yang hadir

Hanya jejak dan angan
Yang kau bingkai
Sisanya hanya wajahnya yang terurai

Mencoba bangun dari tidur panjangmu
Kaki-kakimu berdiri gontai di atas bukit hatinya
Memikul beban cinta yang terlalu dalam

Engkau dipeluk gelap
Menyulam bait-bait kerinduan
Tercekat, diayun bimbang tak berkesudahan

Tersedak sejuta kenangan,
Tentang harapan yang menggantung di jiwa
Semuanya luluh lunglai tanpa kata-kata

Engkau gemetar dalam genggamannya
Hanya ada rasa yang terus menguras air cintamu,
Untuknya…

Betapa hampa dicampakkan bayang
Betapa kosong ditampik waktu
Menyeretmu dalam lelucon samar hidup ini

Betapa siang mendakwakmu
Betapa malam menghakimimu
Menderamu hidup-hidup

Ini hari kau pandangi diri di cermin
Dan pilu –kau sendiri,
Wanitamu tak kembali

Tertawalah di sudut air matamu
Mengangislah di gelak tawamu
Tapi tutupilah pintu wajahmu

Agar tak diucapkan kemudian
Pencinta itu adalah engkau
Yang putus asa, itu saja!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar