Bismillaahir-Rahmaanir-Rahiiem
Pendahuluan
Tak ragu lagi, bahwa cinta tanah air merupakan
fitrah manusia dan termasuk hak asasi baginya yang paling mendasar dimana
manusia tercipta di atasnya. Bagi manusia cinta tanah air bukanlah sesuatu yang
baru dan asing, mencintai tanah air oleh karena memang semua ummat manusia (kecuali Adam dan Hawa) pernah dilahirkan
dan hidup diatas tanah air, hingga tumbuh berkembang menjadi pemuda perkasa yang
gagah berani, kemudian seiring waktu pada akhirnya mereka akan mati dan meninggalkan
hiruk pikuknya dunia dan juga dikubur di dalamnya. Keniscayaan itu tertuang sebagaimana
rasa rindu/kangen yang timbul yang mereka rasakan akan tanah airnya sendiri manakala
mereka terpisah dan berada ditempat lain, dan hal ini membuktikan betapa kuatnya
jalinan batin yang dimiliki setiap manusia akan bumi dan tanah airnya sendiri sebagai
tempat lahir dan tumbuh berkembang, ternyata betapa benar penisbatan tersebut.
Dan bahkan jauh sebelum perlunya pembenaman
nilai-nilai nasionalisme dan cinta tanah air bagi halayak manusia, seseorang
seharusnya mengawalinya dulu dari kebenaran suatu agama sebagai yang mula-mula
ditanamkan dalam hati sanubari setiap insan, baru kemudian ditanamkan sikap dan
rasa cinta tanah air karena sebagaimana dalam ajaran agama yang lurus, di sana memang
ada anjuran khusus untuk manusia bahwa agar dirinya senantiasa memiliki rasa
akan cinta tanah air.
Barangkali sebagai bukti (dalil) yang menunjukkan atas
sikap cinta tanah air ini adalah kebenaran sabda Nabi SAW yang sahih
bahwasannya dulu Ia pernah berdiri di suatu tempat seraya berkuhtbah untuk kotanya,
yaitu Makkah al-Mukarramah, sebagai khutbah terakhirnya dalam haji wada’, ialah
suatu kota (tanah air) tempat di mana dulu beliau dilahirkan dan pernah terusir
darinya, hadits ini telah diriwayatkan secara sahih dari jalur Ibnu ‘Abbas -radiAllahu
‘anhuma- ia berkata : Rasulullah SAW pernah menegaskan kepada kotanya,
Makkah “Alangkah baiknya engkau dari suatu negri, dan betapa aku masih mencintaimu,
seandainya dulu kaumku tidak mengusirku dari padamu (kota Makkah) niscaya aku
tidak menghuni (tinggal berdiam) pada selainmu”,
Meskipun Rasulullah SAW sendiri bukan
seorang guru besar ilmu social dan kemanusiaan (dan juga peradaban), beliau terbilang
mampu bersikap empati dan mencintai terhadap tanah airnya, hal ini bisa dilihat
dari bukti sabdanya tersebut diatas, sekiranya setiap muslim boleh mengungkapkan
interpretasi kandungan makna hadits diatas, niscaya kami akan berpandangan
bahwa cinta tanah air itu akan menjelma sebagai bentuk eksistensinya yang indah
dan akan tampak sebagai sebuah interpretasi yang paling benar, supaya redaksi al-wathan
(tanah air) ini kelak benar-benar dijadikan sebagai kecenderungan hati untuk mencintainya,
supaya sanubari tertunduk mengingatnya, dan supaya perasaan indrawi manusia
dapat bergerak dinamis untuk senantiasa mengingat dan merenung-renungkannya.
حب الوطن من الإيمان
المقدمة
لاشك
أن حب الوطن من الأمور الفطرية التي جُبل الإنسان عليها، فليس غريباً أبداً أن
يُحب الإنسان وطنه الذي نشأ على أرضه، وشبَّ على ثراه، وترعرع بين جنباته. كما أنه
ليس غريباً أن يشعر الإنسان بالحنين الصادق لوطنه عندما يُغادره إلى مكانٍ آخر،
فما ذلك إلا دليلٌ على قوة الارتباط وصدق الانتماء
وحتى
يتحقق حب الوطن عند الإنسان لا بُد من تحقق صدق الانتماء إلى الدين أولاً، ثم
الوطن ثانياً؛ إذ إن تعاليم ديننا الإسلامي الحنيف تحُث الإنسان على حب الوطن؛
ولعل خير دليلٍ على ذلك ما صح عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه وقف يُخاطب مكة
المكرمة مودّعاً لها وهي وطنه الذي أُخرج منه، فقد روي عن عبد الله بن عباسٍ رضي
الله عنهما أنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم لمكة: « ما أطيبكِ من
بلد، وأحبَّكِ إليَّ، ولولا أن قومي أخرجوني منكِ ما سكنتُ غيركِ».
ولولا
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم وهو مُعلم البشرية، يُحب وطنه لما قال هذا القول
الذي لو أدرك كلُ إنسانٍ مسلمٍ معناه لرأينا حب الوطن يتجلى في أجمل صوره وأصدق
معانيه، ولأصبح الوطن لفظاً تحبه القلوب، وتهواه الأفئدة، وتتحرك لذكره المشاعر
Tidak ada komentar:
Posting Komentar