By Soepangat
Moenadjat
Jalan pikiran dipengaruhi oleh RASA (etos), dan AKAL (rasio).
RASA itu ranah kebaikan/subyektifitas ...
AKAL itu ranah kebenaran/obyektifitas ...
Dalam melihat permasalahan, selalu saja orang membacanya sesuai kemampuan yang ada dalam dirinya ...
Orang yang jiwa/ruhnya didominasi RASA, dia akan berpikir melalui peRASAannya ; Oleh karenanya, maka hasilnya, dia bisa merasainya/merasakannya. Maka baginya yang dirasakannya itulah merupakan hasil berpikirnya, yang dia anggap/rasa benar menurutnya, ... itulah persepsinya.
Sementara orang yang jiwa/ruhnya diliputi akal, dia berpikir dengan menggunakan akalnya ; Maka hasilnya, dia akan mengetahui sebab-akibatnya (causalitas). Karenanya pula, maka yang dia ketahui itulah sebagai hasil berpikirnya, apa adanya, demikian itu keadaan yang semestinya, sebenarnya, ... begitulah analisisnya.
#Obyektif => bicara menurut akalnya/nalarnya ... hasilnya kebenarannya munurut aturan mainnya, penalarannya, sebab-musababnya, ... maka akibatnya demikian adanya..."BENAR ADANYA".
Bismillaahir-Rahmaanir-Rahiiem
Jalan pikiran dipengaruhi oleh RASA (etos), dan AKAL (rasio).
RASA itu ranah kebaikan/subyektifitas ...
AKAL itu ranah kebenaran/obyektifitas ...
Dalam melihat permasalahan, selalu saja orang membacanya sesuai kemampuan yang ada dalam dirinya ...
Orang yang jiwa/ruhnya didominasi RASA, dia akan berpikir melalui peRASAannya ; Oleh karenanya, maka hasilnya, dia bisa merasainya/merasakannya. Maka baginya yang dirasakannya itulah merupakan hasil berpikirnya, yang dia anggap/rasa benar menurutnya, ... itulah persepsinya.
Sementara orang yang jiwa/ruhnya diliputi akal, dia berpikir dengan menggunakan akalnya ; Maka hasilnya, dia akan mengetahui sebab-akibatnya (causalitas). Karenanya pula, maka yang dia ketahui itulah sebagai hasil berpikirnya, apa adanya, demikian itu keadaan yang semestinya, sebenarnya, ... begitulah analisisnya.
#Subyektif => bicara menurut perasaan ... hasilnya kebenarannya menurut perasaannya, rasanya benar,..maka akibatnya "MERASA BENAR" menurutnya.
#Subyektif => bicara menurut perasaan ... hasilnya kebenarannya menurut perasaannya, rasanya benar,..maka akibatnya "MERASA BENAR" menurutnya.
#Obyektif => bicara menurut akalnya/nalarnya ... hasilnya kebenarannya munurut aturan mainnya, penalarannya, sebab-musababnya, ... maka akibatnya demikian adanya..."BENAR ADANYA".
Logika perasaan berporos kepada
keakuan/ego/perasaan ... buntu dan tentu saja akan berpijak pada "pokoknya" dan "pokoknya", benar munurutnya, dari sudut
pandang dirinya.
Padahal, logika penalaran harus berpegang kepada aturan main/hukum-hukumnya ... jelas dan runtut, benar menurut siapa saja yang mencoba berpikir dengan mengembangkan pola-pikirnya yang berdasar pada akalnya.
Padahal, logika penalaran harus berpegang kepada aturan main/hukum-hukumnya ... jelas dan runtut, benar menurut siapa saja yang mencoba berpikir dengan mengembangkan pola-pikirnya yang berdasar pada akalnya.
Religi/agama ... sering dimaknai/ditafsiri dengan
menggunakan logika perasaan yang distandarisasikan, dibangun mendasari
perasaan/iman/kepercayaan kepada sang penghulu religi, logika yang dibangun
mendasari persepsi si empunya religi.
Sedangkan spirirtual/tasawuf ... haruslah bermakna menggunakan logika akal, penalaran sebab-musabab (sebab-akibat), asbabun nuzul, asbabun furu' ... penjelasannya.
Sedangkan spirirtual/tasawuf ... haruslah bermakna menggunakan logika akal, penalaran sebab-musabab (sebab-akibat), asbabun nuzul, asbabun furu' ... penjelasannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar