Minggu, 06 Maret 2016

Gerhana dalam perspektif Islam

Bismillaahir-Rahmaanir-Rahiiem
Sejak awal tahun ini, dunia ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia diramaikan oleh kabar bahwa pada 9 Maret 2016 akan terjadi gerhana matahari istimewa. Oleh karena itu, baik ilmuwan maupun pemerintah bersiap-siap menyambut terjadinya fenomena alam ini.

Apa yang membuat gerhana kali ini istimewa?

Secara sederhana, gerhana matahari terjadi ketika posisi bulan terletak di antara bumi dan matahari sehingga menutup sebagian atau seluruh cahaya matahari. Karena jaraknya yang dekat ke bumi, rata-rata 384.400 kilometer, bulan bisa menghalangi sepenuhnya pancaran sinar matahari walau ukurannya jauh lebih kecil daripada sang surya, yang mempunyai jarak rata-rata 149.680.000 kilometer dari bumi.

Laman timeanddate menjelaskan, berdasarkan jatuhnya bayangan dan jarak bulan ke bumi saat peristiwa ini terjadi, ada empat jenis gerhana matahari yang bisa terjadi, yaitu total, sebagian, annular, dan hybrid.

Nah, yang bakal terjadi di beberapa wilayah Indonesia pada 9 Maret nanti adalah gerhana matahari total (GMT) yang sangat jarang terjadi. Bagi Indonesia, GMT ini adalah yang kedua sejak 11 Juni 1983 dan menurut Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Thomas Djamaluddin kepada Tempo.co, diperkirakan baru akan terjadi lagi pada 2023.

Gerhana matahari (al-Kusyuf) dan gerhana bulan (al-Khusuf) keduanya merupakan tanda-tanda kebesaran Allah SWT yang dengannya Allah telah memperingatkan setiap hamba-Nya di muka bumi ini. Apabila kita menemuinya, Rasulullah SAW jauh-jauh hari telah berpesan kepada segenap ummatnya dan mensyari`atkan untuk segera melakukan shalat dua roka`at, bertaubat dan berdzikir kepada Allah SWT, memohon ampuna-Nya, dan bersikap merendahkan diri dihadapan Allah SWT dengan memperbanyak doa sebelum matahari dipulihkan kembali.

Sesungguhnya gerhana matahari yang konon menurut prediksi tahun ini akan terjadi hari Rabu mendatang (09/3/16) dan akan tampak di seluruh wilayah Indonesia itu sebenarnya bukan merupakan kejadian yang luar biasa melainkan hanyalah tanda-tanda kebesaran Allah SWT semata (sunnatullah). Fenomena ini terjadi bukan karena kematian seseorang juga bukan karena kehidapannya, bukan karena pengaruh atas surutnya perekonomian global yang tengah kita hadapi juga bukan pula karena suhu politik nasional yang kian menghangat akhir-akhir ini.

Jika nanti suatu hari kita melihatnya, maka yang sebaik-baik kita lakukan adalah segeralah bertobat dengan memperbanyak istighfar dan berdoa serta memohon perlindungan kepada Allah SWT ; banyak-banyalah membaca takbir, istighfar dan bertaubat, segeralah melakukan shalat (dua roka`at) ; dan jangan lupa bershadaqahlah jika mampu.

Gerhana merupakan satu kejadian fenomena alam biasa (sunnatullah), ini telah berlangsung sudah cukup lama bahkan jauh lebih tua dari sebelum agama ini lahir (ajaran islam yang di bawa oleh kerisalahan Muhammad SAW). Dimasa Rasulullah SAW pernah beberapa kali terjadi gerhana seperti tercatat dalam sejarah melalui berbagai riwayat shahih berikut ini.

Setidaknya ada 3 riwayat populer dikalangan umat Islam :

1). Dari Abu Bakrah -radiallahu `anh-, ia berkata : “Suatu ketika kami duduk-duduk bersama Rasulullah SAW, lalu terjadilah gerhana matahari, lalu Rasulullah SAW berdiri untuk membalikkan selendangnya sebelum beliau memasuki masjid, kemudian kami pun turut masuk kedalamnya (mengikuti Rasulullah SAW), lalu Rasulullah SAW shalat dua roka`at bersama kami sebelum matahari kembali pulih, kemudian Rasulullah SAW berkata dalam khutbahnya : “Sesungguhnya terjadinya gerhana matahari dan gerhana bulan itu sebenarnya bukan karena kematian seseorang, jika kalian melihatnya, maka lakukanlah shalat dan berdoalah sehingga dibukakan apa yang ada pada kalian”. (HR : Imam Bukhari).

2). Dari `Aisyah -radiallahu `anha- berkata : “Suatu ketika pernah terjadi gerhana matahari dimasa Rasulullah SAW, lalu beliau SAW shalat bersama orang-orang, maka beliau berdiri dengan memanjangkan shalatnya (lama), kemudian rukuk dengan memanjangkannya, kemudian berdiri dengan memanjangkannya (berdiri yang kedua tidak sepanjang yang pertama), kemudian beliau rukuk dengan memanjangkannya (rukuk kedua tidak sepanjang rukuk pertama), kemudian beliau sujud dengan memanjangkannya, kemudian beliau kembali lagi meneruskan roka`atnya yang kedua persis seperti halnya roka`at pertama, kemudian beliau menyelesaikan shalatnya sedangkan matahari (saat itu) sudah kembali pulih dan terang, kemudian beliau membaca khutbah kepada manusia ; -mula-mula- beliau membaca Hamdallah dan memuji-Nya seraya berkata (dalam khutbahnya) : “Sesungguhnya gerhana matahari dan gerhana bulan itu sebenarnya merupakan tanda-tanda kebesaran Allah SWT, yang keduanya terjadi bukan karena kematian seseorang juga bukan karena kehidapannya. Jika kalian melihatnya, maka segeralah berdoa kepada Allah SWT, bacalah takbir dan segeralah melakukan shalat, dan bershadaqahlah”, kemudian beliau berkata lagi : “Wahai sekalian ummat Muhammad !, Demi Allah, tidak ada seorangpun yang secemburu Allah (ketika) melihat hambaNya yang lelaki dan perempuan sedang berbuat zina, Wahai sekalian ummat Muhammad !, kalau saja kalian mengerti apa yang telah aku ketahui, maka niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis”. (HR : Imam Bukhari).

3). Dari Abdullah bin `Umar -radiallahu `anhuma- ia berkata : “Apabila terjadi gerhana matahari dimasa Rasulullah SAW, maka dipanggilah : “Sesungguhnya shalat itu telah didirikan secara Jama`ah”. (HR : Imam Bukhari).

Konklusi
:

Dianjurkan menyegerakan shalat gerhana ketika tengah berlangsung gerhana.
Shalat gerhana dilakukan dengan dua roka`at yang panjang, setiap roka`at ada dua ruku`
Setelah shalat gerhana disunatkan bagi imam untuk memberikan wejangan (dua kali khutbah) untuk para Jama`ah. 
Kalimat “ASH-SHALATU JAMI`AH“ di gunakan untuk memanggil shalat gerhana

<<>>

Tidak ada komentar:

Posting Komentar