Rabu, 03 September 2014

PROPOSAL SKRIPSI

Judul :

PENGARUH HAFALAN NAHWU-SHARAF SISWA
TERHADAP EFEKTIFITAS PEMBELAJARAN BAHASA ARAB
DI KELAS ENAM MADRASAH IBTIDAIYAH (MIs) TANBIHUL ATHFAL

TEGALGUBUG LOR, ARJAWINANGUN, CIREBON.

Disusun oleh :
Abdullah (14121190059) 


Latar Belakang Masalah
a.  Latar Umum
Adalah sebuah keniscayaan bagi setiap muslim untuk bisa menelaah dan memahami secara mendalam setiap kandungan ajaran agamanya yang terkodifikasi dalam teks-teks keislaman. Sebab pada dasarnya, ajaran islam -baik yang terkandung dalam alquran maupun hadits- sepenuhnya terkemas apik dengan menggunakan bahasa Arab, maka mempelajari dan memahami bahasa Arab pun menjadi kunci utama untuk menuju kesana.


Firman Allah SWT :

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
Artinya :
Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Qur'an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya”. [01]

Oleh karena itu, mempelajari dan memahami bahasa Arab dengan melalui penguasaan sintaksis (ilmu nahwu) dan sekaligus menguasai simantiknya (ilmu sharaf) ialah sebagai sesuatu yang tidak bisa diabaikan begitu saja bagi setiap yang ada hendak mempelajari secara mendalami akan teks-teks keislaman, termasuk bagi kalangan pembelajar, dan hal ini merupakan suatu hal yang dianggap paling urgen untuk dalam rangka menunjang pemahaman dalam pembelajaran bahasa Arab itu sendiri.

Sebagaimana terungkap dalam syair berikut :

كي يفهــموا معاني القــــرآن :: والســــنّــة  الدقـــيقات المـعـا ني
والنـحـو أولى أوّلا ان يُعلما :: إذ الكـــلام دونـــــه لن يُـفـــهمــــا
Artinya :
Supaya mereka (para pembelajar) dapat memahami akan kandungan makna-makna Al-Quran :: dan al-Hadits (yang terkadang dianggap) pelik dan sukar.

Maka itu, ilmu nahwu (penguasaan sintaks) lah menjadi prioritas (bagi para pembelajar) untuk di pelajari terlebih dahulu :: sebab jika tidak, maka suatu ungkapan/pernyataan (kalam) tidak akan bisa dipahami. [02]

Dengan demikian, maka proposal penelitian ini, insya Allah akan penulis ketengahkan hal-hal apa sajakah yang sekiranya dapat menunjang kualitas dan efektifitas pembelajaran siswa dalam mata pelajaran bahasa Arab.

Proposal ini -sengaja diajukan untuk sebagai bahan pengembangan dalam penelitian lebih lanjut nantinya- dalam penyusunan skripsi yang berbasis study korelasi, dan proposal penelitian ini akan penulis beri judul "Pengaruh Hafalan Nahwu-Sharaf Siswa Terhadap Efektifitas Pembelajaran Bahasa Arab Di Kelas Enam (VI) Madrasah Ibtidaiyah Tanbihul Aathfal" desa Tegalgubug lor, kecamatan Arjawinangun, kabupaten Cirebon.

b.  Latar Khusus.
Bahasa Arab dalam fase perkembangannya telah disejajarkan dengan bahasa-bahasa resmi dunia Internasional, maka tidak berlebihan jika pengajaran bahasa Arab perlu mendapatkan penekanan (stressing) yang lebih serius dan perhatian yang lebih khusus.

Masalahnya sekarang adalah bagaimana meningkatkan kualitas pemahaman bahasa Arab yang oleh sebagian siswa masih dianggap pelik sebagai bahasa yang sukar diikuti bahkan dipandang sebagai momok tersendiri, maka di sinilah peranan penting bagi seorang guru/pendidik sangat lah diperlukan.

Di samping itu, bahwa berhasil tidaknya seorang guru dalam kegiatan penganjaran di kelas itu sangat bergantung kepada seberapa besar pesan-pesan atau bahan-bahan pokok materi ajarannya bisa dicerna, diterima dan dipahami oleh peserta didiknya.

Hal itu, pada gilirannya menuntut kepada seberapa besar penguasaan paedagogik seorang guru menyangkut skill dan keterampilan bagaimana seharusnya seorang guru bertindak di kelas dengan melibatkan penerapan suatu atau beberapa metode yang tepat yang diperlukan, penggunaan media sebagai sarana dan prasana yang memadai yang terkadang tidak bisa diabaikan pada saat menyampaikan materi ajarnya kepada siswa. Belum lagi, menyangkut kompetensi guru akan sikap keprofesionalismean yang menuntut seorang guru benar-benar mumpuni secara keilmuan dimaksud dengan benar-benar menguasai pengajarannya secara baik dan professional pada saat menyampaikannya kepada siswa.

Apatah lagi, pokok bahasan materi ajarnya adalah mata pelajaran bahasa asing yang sebegitu abstrak bagi seorang guru untuk bisa mengeksplorasinya secara tuntas, konprehensif, menyeluruh yang sarat akan nilai-nilai kebahasaan dan kultur budaya di dalamnya, dalam konteks ini termasuk di dalamnya adalah pembelajaran bahasa arab yang seharusnya dapat di bentangkan oleh guru secara ilustratif dan naratif di depan anak-anak didiknya di kelas hingga pada akhirnya semua yang di sajikan oleh guru akan bisa diharapkan terserap dan dapat dicerna / dipahami oleh para siswa.

Identifikasi masalah (wilayah penelitian)
Dari latar-belakang permasalahan yang telah penulis gambarkan sebagaimana terungkap pada pengantar topik di atas, maka lahirlah beberapa kemungkinan sebagai faktor-faktor penyebab dari permasalahan tersebut, antara lain :
· Ketidak-cocokan metode pembelajaran yang digunakan
·  Kurangnya sarana dan prasarana yang memadai
·  Penggunaan media pembelajaran yang kurang tepat
·  Kemampuan guru yang kurang bisa menguasai kondisi kelas
·  Lemahnya kemampuan siswa dalam menyerap dan memahami materi pelajaran

Batasan dan Rumusan Masalah
Dari pengidentifikasian masalah sebagaimana terungkap diatas, maka proposal penelitia ini, penulis membatasi penelitiannya dengan mengetengahkan tema akan urgensi pengaruh hafalan nahwu-sharaf siswa terhadap efektifitas pembelajaran untuk sebagai penunjang pemahaman pada mata pelajaran bahasa Arab pada siswa kelas enam (VI) Madrasah Ibtidaiyah (MI) Tabihul Athfal desa Tegalgubug lor, kecamatan Arjawinangun, kabupaten Cirebon.

Rumusan masalah
a. Rumusan Umum
Berdasarkan latar-belakang dalam pendahuluan sebagaimana terungkap di atas dengan pengidentifikasian masalah serta batasan objek penelitian sebagaimana telah penulis paparkan di atas, maka secara umum penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut :

Bagaimana peran serta dan upaya semua pihak yang terkait, -umumnya bagi kelembagaan pendidikan dan khususnya bagi guru bahasa Arab- untuk dapat meningkatkan kualitas dan efektisitas pembelajaran siswa kelas enam (VI) dalam proses kegiatan belajar mengajar (KBM) yang -oleh peneliti- dianggap masih memiliki permasalahan mendasar dan kendala terhadap penerimaan, penyerapan dan pemahaman siswa terhadap materi ajaran dalam pembelajaran bahasa Arab di Madrasah Ibtidaiyah (MIs) Tanbihul Athfal desa Tegalgubug lor

b. Rumusan Khusus
Di samping rumusan masalah secara umum sebagaimana di atas, penulis juga dapat merumuskan permasalahan dalam bentuk pertanyaan sebagai rumusan masalah secara khusus, sebagai berikut :

a)  Bagaimana efektifitas pembelajaran siswa kelas enam (VI) sebelum diberlakukannya prosedur hafalan  nahwu-sharaf (muhafadzoh) pada mata pelajaran bahasa Arab di MI. Tanbihul Athfal desa Tegalgubug lor ?.

b)  Bagaimana penerapan pendekatan metode hafalan nahwu-sharaf (muhafadzoh)  terhadap meningkatnya efektifitas pembelajaran siswa kelas enam (VI) pada mata pelajaran bahasa Arab di Madrsah Ibtidaiyah (MI) Tanbihul Athfal desa Tegalgubug lor ?.

c) Baimana dampak/pengaruh metode hafalan  nahwu-sharaf siswa (muhafadzoh) dalam pembelajaran bahasa Arab pada siswa kelas enam (VI) di Madrsah Ibtidaiyah (MIs) Tanbihul Athfal desa Tegalgubug lor ?.

Urgensi, Tujuan, dan Manfaat Penelitian
a.      Urgensi Penelitian
Mengapa penelitian ini penting, ialah mengingat bahwa upaya meningkatkan kualitas dan efektifitas pembelajaran di semua materi pelajaran oleh guru, terlebih bagi guru mata pelajaran bahasa Arab khususnya, dan umumnya bagi para pelaku pendidik di setiap kegiatan pembelajaran, maka penelitian ini memang dinilai sangat penting demi terwujudnya peningkatan kualitas pendidikan bagi siswa dan terciptanya efektifitas pembelajaran bahasa Arab.

b.      Tujuan Penulisan
Berdasarkan pada rumusan masalah yang terkonsep sebelumnya sebagaimana diatas, maka tujuan penulisan pada proposal penelitian ini, ialah :
a)  Untuk mengetahui keadaan efektifitas pembelajaran siswa kelas enam (VI) sebelum diberlakukannya prosedur hafalan  nahwu-sharaf (muhafadzoh) pada mata pelajaran bahasa Arab di MI. Tanbihul Athfal desa Tegalgubug lor ?.

b)  Untuk mengetahui pola penerapan pendekatan metode hafalan  nahwu-sharaf (muhafadzoh) terhadap meningkatnya efektifitas pembelajaran siswa kelas enam (VI) pada mata pelajaran bahasa Arab di Madrsah Ibtidaiyah (MI) Tanbihul Athfal desa Tegalgubug lor ?.

c) Untuk mengetahui dan melihat hasil dampak/pengaruh metode hafalan  nahwu-sharaf (muhafadzoh) dalam pembelajaran bahasa Arab pada siswa kelas enam (VI) di Madrsah Ibtidaiyah (MIs) Tanbihul Athfal desa Tegalgubug lor ?.

Kerangka Berpikir.
Berdasarkan uraian di atas, maka secara teori terdapat causalitas  hubungan langsung (sebab akibat) antara variabel dependent di satu sisi dengan variabel independent di sisi lain, bahwa dengan metode hafalan (muhafadzoh) nahwu-sharaf siswa ternyata dapat meningkatkan kualitas dan efektifitas belajar siswa dalam mata pelajaran Bahasa Arab di kelas enam (VI) Madrasah Ibtidaiyah (MI) Tanbihul Athfal desa Tegalgubug lor, kecamatan Arjawinangun, kabupaten Cirebon.

Hubungan antara variabel dependent (yang merupakan variable “y”) dengan variabel independent (yang merupakan variable “x”) dapat digambarkan dengan diagram sebagai berikut :


Efektifitas pembelajaran siswa kelas enam (VI) dalam mata pelajaran Bahasa Arab masih terbilang rendah.


Penerapan metode hafalan (muhafadzoh) nahwu-sharaf siswa dalam kegiatan pembelajaran Bahasa Arab.


Meningkatnya kualitas dan efektifitas belajar siswa kelas enam (VI) secara signifikan dalam  pembelajaran Bahasa Arab.

Hipotesis.
Melalui penerapan metode hafalan nahwu-sharaf (muhafadzoh) kepada siswa dalam pembelajaran bahasa Arab, maka kualitas dan efektifitas belajar siswa secara signifikan dapat ditingkatkan dalam mata pelajaran bahasa Arab di MI. Tanbihul Athfal desa Tegalgubug lor.

c.  Definisi Istilah
1.      Pengaruh
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Pengaruh diartikan sebagai daya yang ada atau yang timbul dari sesuatu (benda atau orang) yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang. [04]

2.      Pengayaan
Sedangkan pengayaan, masih dalam kamus yang sama (KBBI), artinya adalah suatu cara, proses, perbuatan mengayakan, atau memperkaya (tentang pengetahuan dan sebagainya).

Dalam dunia pendidikan, kata lain dari pengayaan adalah LES, dalam KBBI diartikan sebagai pelajaran tambahan atau belajar di luar jam pelajaran sekolah. [05]

3.      Profesi
Secara leksikal, profesi ternyata mengandung berbagai makna dan pengertian, namun pada hakekatnya, menurut Cicih Sutarsih (2012 ; 45), merupakan suatu pekerjaan tertentu yang menuntut persyaratan khusus dan istimewa sehingga meyakinkan dan memperoleh kepercayaan pihak yang memerlukannya. [06]

4.      Profesionalisme
Masih menurut Cicih Sutarsih (2012 ; 46), profesionalisme adalah sebagai sesuatu yang menunjuk kepada komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus-menerus mengembangkan strategi-strategi yang digunakannya dalam melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya. [07]

5.      Shorof (Simantik), dan Nahwu (Sintaksis) 
Ilmu sharaf merupakan salah satu ilmu tata-bahasa bahasa Arab (grammer), mempelajari ilmu ini sangat penting untuk menguak tata-bahasa (linguistic), baik yang klasik maupun modern, sebagian para ahli menyebutnya sebagai ilmu tashrif, pandangan ini dikuatkan oleh para pakar bahasa kontemporer, antara lain sebagaimana Ibnu Malik (672 H), sang Imam sering menyebutnya sebagai, antara lain ; 

Ilmu musthalah awal (“grammer pemula” red), inilah sebutan yang pokok dalam keilmuan ini; 

Ilmu mukhtashar tahsrif (“resume tashrif” red) dan atau Ilmu Mawazin (“rumusan wazan-wazan” red) untuk melandasi atau mengetahui dasar-dasar kalimat dan struktur kata dalam ilmu nahwu. Dari pengistilahan ini kemudian berkembang dan populer hingga hari ini.

Sedangkan para pendahulunya, seperti al-Faraahidiy (175 H), dan Imam Sibaweh (180 H) tidak merumuskannya demikian, tidak memilah antara ilmu tashrif dan sharaf, masalahnya -menurut Sibaweh- kedua bahasan masih termasuk dalam ruang lingkup kajian ilmu nahwu (sintaks).
والصرف في الاصطلاح (علم بأصول - أي بقواعد - تُعرف بها أحوال أبنية الكلمة المفردة التي ليست بإعراب أو بناء . (التصريف) ولا (الصرف) لأن مسائله كانت عندهما متداخلة في علم النحو. [8]

Secara terminology (dalam konteks bahasa), ilmu sharaf merupakan ilmu ushul -kaidah-kaidah dasar- yang dengannya bisa mengenal dasar-dasar kalimat (kata) dan kosa-kata yang tidak melihatnya dari sisi i’rab dan bentuk kalimat. Dinamai tashrif (perubahan struktur kata) dan bukan sharaf karena memang letak permasalahan kedua bahasan tersebut masih bagian dari ilmu Nahwu.

Dalam buku “Kasy-Syaaf Istilaahaat al-Funun” (“Menelisik istilah cabang-cabang dalam Ilmu Sharaf” red), al-Hajib berpandangan : “ilmu sharaf disebut juga ilmu tashrif merupakan ilmu ushul yang dengannya bisa mengenali keadaan dan asal-usul struktur kalimat (kata) yang tidak dilihatnya dari sisi i’rab (bacaan) dan bentuk-bentuk kalimat (kata)”. Demikian menurut al-Hajib.

Sedangkan yang dimaksud dengan bentuk dasar kalimat (kata), begitu pun sighat dan wazannya, yaitu keadaan bentuk yang memungkinkan melebur dan beradaptasi dengan kalimat (kata-kata) yang lain, ialah suatu rentetan huruf-huruf yang tersusun (terstruktur secara sistematik), perubahan dinamis dan statisnya pun pasti yang juga didasarkan pada perubahan atau sisipan huruf-hurufnya baik tambahan (zaidah) maupun yang pokok (asli), semuanya itu masuk dalam bahasan ilmu sharaf.

ولذا قيل أن الصرف أم العلوم والنحو أبوها‏.‏

Oleh karenanya, maka tak heran jika ada ungkapan : “Ilmu sharaf” itu induk dan biangnya ilmu pengetahuan, sedangkan “ilmu nahwu” adalah bapaknya.

Ar-Radhi berkata ; ilmu tashrif merupakan cabang ilmu nahwu tanpa ada pertentangan oleh kalangan pakar lingustik, pandangan ini mendasarkannya kepada rumusan besar Imam Sibaweh, bahwa ilmu tashrif adalah ilmu yang bisa membentuk struktur kalimat (kata) dimana redaksi bahasa Arab tidak bisa dibentuk sesuai dengan pola-pola struktur wazannya kecuali dengan keilmuan ini, kemudian -bentuk-bentuk kalimat tersebut- bisa diberlakukan sebagaimana ungkapaan-ungkapan yang berlaku umum dikalangan masyarakat Arab (qiyasy) sebagaimana hal ini dibicarakan secara jelas dalam soal-soal ujian (tamrin). Para pakar linguistic kontemporer merumuskan ; bahwasannya tashrif adalah serangkaian ilmu untuk mengetahu dasar-dasar kalimat (kata), yang dengannya terkadang untuk mengetahui struktur huruf-huruf yang digunakan menyangkut keaslian atau sekedar sisipan (zaidah), proses penafian huruf (hadzf), proses perubahan huruf (i’lal), penggabungan huruf (idhgam), bacaan huruf (imalah), dan kadang-kadang dibicarakan juga tentang mu’rab (kalimat-kalimat dinamis dari sisi i’rab) dan mabni (kalimat-kalimat statis dari  i’rab), juga tentang keadaan berhenti (waqf) dan lain sebagainya. Intaha. 
  
فالصرف والتصريف عند المتأخرين مترادفان والتصريف على ما حكى سيبويه عنهم جزء من الصرف الذي هو جزء من أجزاء النحو، انتهى ما في ‏(‏‏(‏الكشاف‏)‏‏)‏ وقد أطال الكلام على قيود حد الصرف تركنا ذكره ههنا لقلة فائدته في هذا الكتاب‏.[09]

Sedangkan bagi kalangan kontemporer, kata sharaf dan tashrif, keduanya memang seakar (muradif atau sinonim), jadi, ilmu tashrif (simantik) sebagaimana didasarkan kepada rumusan besar Sibaweh, adalah cabang dari ilmu sharaf yang memang masih bagian dalam bahasan ilmu nahwu (sintaksis). Demikian keterangan yang terdapat pada buku Kasy-Syaaf Istilaahaat al-Funun at-Tashrif” => (“Menelisik istilah cabang-cabang dalam Ilmu Sharaf” red). [09]

6.      Pendekatan Pembelajaran dan Metode Mengajar,
Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu :

Pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan

Pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).[10]

Metode pembelajaran , lebih kepada cara-cara yang dilakukan guru untuk mencapai sasaran dan tujuan, juga penguasaan kelas. Akan tetapi Ruseffendi (1980) mencoba untuk memberikan kejelasan dan klarifikasi tentang metode mengajar ; bahwa yang dimaksud dengan Metode mengajar adalah cara mengajar secara umum yang dapat ditetapkan pada semua mata pelajaran, misalnya mengajar dengan ceramah, ekspositori, tanya jawab, penemuan terbimbing dan sebagainya. [11]

7.      Pembelajaran, dan Model-model Pembelajaran
Pembelajaran, dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), merupakan kata benda (n) yang memiliki pengartian ; suatu proses, cara, atau perbuatan yang menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. [12] . Namun, menurut Joyce dan Weil (Rusman, 2012 ; 132) berpendapat -seperti yang dikutip oleh Muslihudin dan Imam (2014 ; 7)- : bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (“rencana pembelajaran jangka panjang” red), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain. [13]

Sedangkan berdasarkan Permendikbud Nomor 65 Tahun tentang Standar Proses, model pembelajaran yang diutamakan dalam implementasi Kurikulum 2013 ialah antara lain
Model pembelajaran Inkuiri (Inquiry Based Learning);
Model pembelajaran Discovery (Discovery Learning);
Model pembelajaran berbasis projek (Project Based Learning); dan
Model pembelajaran berbasis permasalahan (Problem Based Learning).

8.      Pengulangan, Daya Serap, dan Pemahaman
Menurut Muslihudin dan Imam (2014 ; 23) Teori dasar klasik yang memberikan dukungan paling kuat terhadap prinsip belajar pengulangan ini adalah teori psikologi daya. Berdasarkan teori ini, belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada manusia yang meliputi daya piker, mengingat, mengamati, mmenghapal, menanggapi dan sebagainya. Melalui latihan-latihan maka daya-daya tersebut semakin berkembang. Sebaliknya semakin kurang pemberian latihan, maka daya-daya tersebut semakin lambat perkembangannya.

Disamping teori psikologi daya, prinsip pengulangan ini juga didasari oleh teori psikologi asosiasi atau connecsionisme yang dipelopori oleh Thorndike dengan slah satu hokum belajarnya “Low of Exercise” yang mengemukakan bahwa belajar adalah pembentukan stimulus dan respon. Dengan pengulangan, pengalaman-pengalaman belajar  akan semakain memperkuat hubungan stimulus dan respon.

Pandangan psikologi condisioning juga memberikan dasar yang kokoh bagi pentingnya proses latihan. Psikologi ini berpandangan bahwa munculnya respon, tidak saja disebabkan oleh adanya stimulus, akan tetapi lebih banyak disebabkan karena adanya stimulus yang dikondisikan. Dalam konteks ini, dikondisikan  dapat diartikan dengan dibiasakan.

Implikasi prinsip-prinsip pengulangan bagi guru ialah antara lain :
Memilah pembelajaran yang berisi pean yang membutuhkan pengulangan;
Merancang kegiatan pengulangan;
Mengembangkan soal-soal latihan; dan
Mengimplementasikan kegiatan-kegiatan pengulangan yang bervariasi.

Sedangkan, pada siswa dituntut untuk memiliki kesadaran yang mendalam agar bersedia melakukan pengulangan latihan-latihan baik yang ditugaskan oleh guru maupun atas inisiatif dan dorongan diri sendiri. [14]

9.      Hafalan (metode menghafal), atau Muhafadzoh
Hafalan” adalah suatu kata yang terbentuk dari kata “hafal” yang memiliki beberapa pengertian ;
Telah masuk di ingatan (tentang pelajaran),
contoh penggunaan : “Saya sudah mempelajari buku itu dan juga hafal isinya”.
Dapat mengucapkan diluar kepala (tanpa melihat buku atau catatan lain),
contoh penggunaan : “Banyak orang yang hafal nomor telephon barisan pemadam kebakaran”.

Menghafal mempunyai arti ; berusaha meresapkan ke dalam pikiran agar selalu ingat.
contoh penggunaan : “Anak itu rajin menghafal nama tokoh pahlawan nasional”. [15]

Kata “Muhafadzoh” (المحافظة) adalah bentuk mashdar mim yang terambil dari kata kerja “Haa - Fa - Dzo” (حَافَظَ) berwazan “Faa - ‘A - La” (فَاعَلَ).

Haa - Fa - Dzo” (حَافَظَ) ini, termasuk fi’il mazid bentuk pertama (“fi’il yang ditambahkan padanya satu huruf demi terwujudnya perubahan makna yang dikehendaki” red), yaitu tambahan alif setelah “Fa” fi’il, yaitu dari “Ha - Fi - Dzo” (حَفِظَ) bentuk mujarrod menjadi “Haa - Fa - Dzo” (حَافَظَ) bentuk mazid.

Sebelum ditambahkan alif padanya, “ha fi dzo” memiliki makna antara lain ; memelihara, menjaga dan menghafal. [16]

Dalam kamus besar “Lisan-Al’Arab” karya ulama besar Ibnu Mandzur, ada kutipan dari Ibnu Sayyidah, begini katanya :

ابن سيده : الحِفْظ نقيض النِّسْيان وهو التعاهُد وقلَّة الغفلة
Artinya :
Ibnu Saydah berpandangan : bahwa Hifdz (menghafal), maknanya adalah lawan dari lupa (nisyan), “Hifdz” itu terikat dalam pengawasan (“selalu di ingat” red) dan sedikitnya lalai.

Kemudian, Ibnu Mandzur mencontohkan penggunaan kata “Ha - Fi - Dzo” (حَفِظَ) dalam sebuah ungkapan :
حَفِظ الشيءَ حِفْظاً ورجلٌ حافظ من قوم حُفّاظ و حَفِيظٌ عن اللحياني.

Seseorang telah menghafal sesuatu dengan sebenar-benarnya, dan orang itu (pertama) di sebut haafidz (penghafal) dari kalangan para penghafal (huffadz), dan (kedua) di sebut hafiiedz (penghafal). [17]

Dalam sebuah article berjudul “Al-Muhafadzoh ‘Alal-Hifdzi” asuhan DR. Majdi Al-Mahidiy, dalam muqaddimahnya ia menyatakan :

من الأمور التي تحجبنا أحيانا عن الانتفاع بما في القرآن من عظات وتوجيهات، ومن أسباب الحيلولة بيننا وبين القرآن إرادة من يحفظ آيات القرآن للمحافظة على حفظه فيُكثر من المراجعة السريعة للقرآن دون الاهتمام بمعاني القرآن 

Artinya
Hal yang terkadang kita tutup-tutupi menyangkut manfaat besar akan stimulus dan arahan-arahan baik yang terkandung dalam al-Quran, diantara faktor-faktor pemisahan antara kita (ummat muslim di satu sisi) dengan al-Quran (di sisi yang lain) adalah kemauan (mereka) untuk berusaha menghafal ayat-ayat suci dengan cara dan dengan pendekatan muhafadzoh (mempertahankan ingatan) lalu dengannya secara cepat mereka mengulang-ulangi ayat-ayat tersebut (bermuraja’ah dengan mempercepat bacaan-bacaan hingga terkesan pembacaannya secara terburu-buru” red) tanpa menilai urgensi akan kandungan maknanya , … [18]

dalam studi kajian fiqh, ada salah satu qo’idah begini :
المحافظة على القديم الصالح والأخذ بالجديد الأصلح
Artinya :
(Metode muhafadzoh) melestarikan budaya/metodologi/sesuatu yang kuno tetapi masih memiliki relevansi dengan kekinian dan mengambil sesuatu/metodologi/terobosan baru/langkah inovatif yang lebih baik.

Dari berbagai pendekatan linguistik, baik dari kamus sederhana hingga kamus besar sebagaimana terurai di atas dari para pakar bahasa dan para ‘ulama, maka “muhafadzoh” diartikan sebagai  sebuah metode atau metodologi dalam pembelajaran apa pun bentuknya.

Di pesantren-pesantren tradisional berbasis pendidikan islam yang tersebar hampir diseluruh wilayah Indonesia, di sana umumnya masih melekat dan kental dengan penggunaan metode klasik apa yang didasarkan pada ungkapan arab akan pentingnya metode hafalan (muhafadzoh), yaitu suatu metode yang merupakan hasil sebuah rumusan briliant oleh sebagaian besar para ulama zaman dulu tentang bahwa :

الفهمُ بعدَ الحفظِ
Artinya :
Al-Fahmu ba’da al-Hifdzi” => bahwasannya “Paham itu (datangnya) setelah hafal (menghafal teori)”. By Ibnu Khladun.

Hal senada juga didukung oleh Syekh Yahya ibn Nuruddin, di mana beliau mengungkapkan hal tersebut ada di salah satu penggalan bait dalam kitab Nadzom ‘Amrithi, yaitu kitab “Ad-Durrah Al-Bahiyyah, (kitab rujukan yang masih banyak digunakan dalam pesantren-pesantren salafiyah di Indonesia hingga hari ini yang merupakan salah satu grammer bahasa Arab), demikian baitnya :

واَن يكونَ نافعًا بعلمِه :: مَن إعتَنى بحفظِه وفهمِه
Maksudnya :
(Aku bermohon pada Allah SWT) untuk melimpahkan manfaat yang seluas-luasnya (dalam meraih) keilmuan (kitab ini) :: bagi siapa pun (yang ada berusaha) untuk menghafal (keseluruhan teori) dengan sekaligus berusaha memahaminya. [19]

Hal itu menunjukan, bahwa benarlah apa yang di rumuskan oleh para ‘ulama zaman dulu dalam teori sebelumnya, yaitu “Paham itu datangnya setelah Hafal” (“remusan ini antara lain dicetuskan oleh failosuf besar kenamaan Ibnu Khaldun” red), maka senada dengan hipotesa tersebut ialah seuntai doa pengarang “Nadzom ‘Amrithy atau Ad-Durrah Al-Bahiyyah” dalam muqaddimahnya, doa ini diperuntukkan kepada siapa saja yang hendak mempelajari kitabnya, beliau mendoakan akan kemanfaatan ilmunya dan keilmuan yang terkandung dalam kitabnya tersebut bagi siapa saja yang berusaha untuk menghafal segala teori nahwu (teori sintaksis) yang terungkap di sana dengan sekaligus memahaminya

<<>> 

Footnotes
[01]. Quran Surah Yusuf : 2
[02]. Muqaddimah “Ad-Durrah Al-Bahiyyah” atau “Nadzom ’Amrithy” oleh Syekh Yahya ibn Nuruddin. (page 4)
[03]. Suharsimi Arikunto (1992 : 65)
[04]. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) offline versi 1.5.1
[05]. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) offline versi 1.5.1
[06]..DR. Cicih Sutarsih, M.Pd, “Etika Profesi”, modul DMS Dirjen Pendis Kemenag RI. Jakarta. cetakan tahun 2012
[07]. DR. Cicih Sutarsih, M.Pd, “Etika Profesi”, modul DMS Dirjen Pendis Kemenag RI. Jakarta. cetakan tahun 2012
[09]. كشاف اصطلاحات الفنون والعلوم .:   المؤلف : محمد علي التهانوي
[10]. Wina Senjaya. 2008. Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
[11]. Ruseffendi : “Strategi Mengajar, Pendekatan , Metode Mengajar Dan Model Pembelajaran” (1980)
[12]. KBBI offline versi 1.5.1
[13]. DR. Muslihudin, M.A. dan Imam Sibaweh, M.Pd. : “Manajemen Evaluasi Pembelajaran” (2014 ; 23-24)
[14]. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) offline versi 1.5.1)
[15]. KBBI offline versi 1.5.1
[16]. Kamus Besar Bahasa Arab versi 3.0
[17]. Kamus “Lisan al-‘Arab” by Ibnu Mandzur, pada bab Ha-Fi-Dzo, page VII/440. Cetakan Dar Shadir Beirut, Libanon. (Maktabah Syamilah ishdar tsani)
[19]. Bait terakhir dalam muqaddimah “Ad-Durrah Al-Bahiyyah” atau “Nadzom ’Amrithy” oleh Syekh Yahya ibn Nuruddin. page 4)

1 komentar: