Judul :
PENGARUH HAFALAN NAHWU-SHARAF SISWA
TERHADAP EFEKTIFITAS PEMBELAJARAN BAHASA ARAB
DI KELAS ENAM MADRASAH
IBTIDAIYAH (MIs) TANBIHUL ATHFAL
TEGALGUBUG LOR,
ARJAWINANGUN, CIREBON.
Disusun oleh :
Abdullah (14121190059)
Abdullah (14121190059)
Latar Belakang Masalah
a. Latar Umum
Adalah sebuah keniscayaan bagi setiap
muslim untuk bisa menelaah dan memahami secara mendalam setiap kandungan ajaran
agamanya yang terkodifikasi dalam teks-teks keislaman. Sebab pada dasarnya,
ajaran islam -baik yang terkandung dalam alquran maupun hadits-
sepenuhnya terkemas apik dengan menggunakan bahasa Arab, maka mempelajari dan
memahami bahasa Arab pun menjadi kunci utama untuk menuju kesana.
Firman Allah SWT :
إِنَّا
أَنْزَلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
Artinya :
“Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al
Qur'an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya”. [01]
Oleh karena itu, mempelajari dan memahami bahasa Arab dengan melalui penguasaan sintaksis (ilmu nahwu) dan sekaligus menguasai simantiknya (ilmu sharaf) ialah sebagai sesuatu yang tidak bisa diabaikan begitu saja bagi setiap yang ada hendak mempelajari secara mendalami akan teks-teks keislaman, termasuk bagi kalangan pembelajar, dan hal ini merupakan suatu hal yang dianggap paling urgen untuk dalam rangka menunjang pemahaman dalam pembelajaran bahasa Arab itu sendiri.
Sebagaimana terungkap dalam syair
berikut :
كي يفهــموا معاني القــــرآن ::
والســــنّــة الدقـــيقات المـعـا ني
والنـحـو أولى أوّلا ان يُعلما :: إذ
الكـــلام دونـــــه لن يُـفـــهمــــا
Artinya :
Supaya
mereka (para pembelajar) dapat memahami akan kandungan makna-makna Al-Quran ::
dan al-Hadits (yang terkadang dianggap) pelik dan sukar.
Maka itu,
ilmu nahwu (penguasaan sintaks) lah menjadi prioritas (bagi para pembelajar)
untuk di pelajari terlebih dahulu :: sebab jika tidak, maka suatu
ungkapan/pernyataan (kalam) tidak akan bisa dipahami. [02]
Dengan
demikian, maka proposal penelitian ini, insya Allah akan penulis ketengahkan
hal-hal apa sajakah yang sekiranya dapat menunjang kualitas dan efektifitas
pembelajaran siswa dalam mata pelajaran bahasa Arab.
Proposal ini
-sengaja diajukan untuk sebagai bahan pengembangan dalam penelitian lebih
lanjut nantinya- dalam penyusunan skripsi yang berbasis study korelasi, dan
proposal penelitian ini akan penulis beri judul "Pengaruh Hafalan Nahwu-Sharaf Siswa Terhadap Efektifitas Pembelajaran Bahasa Arab Di Kelas Enam
(VI) Madrasah
Ibtidaiyah Tanbihul Aathfal" desa Tegalgubug lor,
kecamatan Arjawinangun, kabupaten Cirebon.
b. Latar Khusus.
Bahasa Arab dalam fase
perkembangannya telah disejajarkan dengan bahasa-bahasa resmi dunia
Internasional, maka tidak berlebihan jika pengajaran bahasa Arab perlu
mendapatkan penekanan (stressing) yang lebih serius dan perhatian yang
lebih khusus.
Masalahnya
sekarang adalah bagaimana meningkatkan kualitas pemahaman bahasa Arab yang oleh
sebagian siswa masih dianggap pelik sebagai bahasa yang sukar diikuti bahkan dipandang
sebagai momok tersendiri, maka di sinilah peranan penting bagi seorang guru/pendidik
sangat lah diperlukan.
Di
samping itu, bahwa berhasil tidaknya seorang guru dalam kegiatan penganjaran di
kelas itu sangat bergantung kepada seberapa besar pesan-pesan atau bahan-bahan
pokok materi ajarannya bisa dicerna, diterima dan dipahami oleh peserta
didiknya.
Hal
itu, pada gilirannya menuntut kepada seberapa besar penguasaan paedagogik
seorang guru menyangkut skill dan keterampilan bagaimana seharusnya seorang
guru bertindak di kelas dengan melibatkan penerapan suatu atau beberapa metode
yang tepat yang diperlukan, penggunaan media sebagai sarana dan prasana yang memadai
yang terkadang tidak bisa diabaikan pada saat menyampaikan materi ajarnya
kepada siswa. Belum lagi, menyangkut kompetensi guru akan sikap keprofesionalismean
yang menuntut seorang guru benar-benar mumpuni secara keilmuan dimaksud dengan
benar-benar menguasai pengajarannya secara baik dan professional pada saat
menyampaikannya kepada siswa.
Apatah
lagi, pokok bahasan materi ajarnya adalah mata pelajaran bahasa asing yang
sebegitu abstrak bagi seorang guru untuk bisa mengeksplorasinya secara tuntas, konprehensif,
menyeluruh yang sarat akan nilai-nilai kebahasaan dan kultur budaya di
dalamnya, dalam konteks ini termasuk di dalamnya adalah pembelajaran bahasa
arab yang seharusnya dapat di bentangkan oleh guru secara ilustratif dan
naratif di depan anak-anak didiknya di kelas hingga pada akhirnya semua yang di
sajikan oleh guru akan bisa diharapkan terserap dan dapat dicerna / dipahami
oleh para siswa.
Identifikasi masalah (wilayah
penelitian)
Dari latar-belakang permasalahan yang
telah penulis gambarkan sebagaimana terungkap pada pengantar topik di atas,
maka lahirlah beberapa kemungkinan sebagai faktor-faktor penyebab dari
permasalahan tersebut, antara lain :
· Ketidak-cocokan metode
pembelajaran yang digunakan
· Kurangnya sarana dan prasarana
yang memadai
· Penggunaan media pembelajaran
yang kurang tepat
· Kemampuan guru yang kurang bisa
menguasai kondisi kelas
· Lemahnya kemampuan siswa dalam
menyerap dan memahami materi pelajaran
Batasan dan Rumusan Masalah
Dari pengidentifikasian masalah
sebagaimana terungkap diatas, maka proposal penelitia ini, penulis membatasi penelitiannya dengan
mengetengahkan tema akan urgensi pengaruh hafalan nahwu-sharaf siswa terhadap
efektifitas pembelajaran untuk sebagai penunjang pemahaman pada mata pelajaran bahasa
Arab pada siswa kelas enam (VI) Madrasah Ibtidaiyah (MI) Tabihul Athfal desa
Tegalgubug lor, kecamatan Arjawinangun, kabupaten
Cirebon.
Rumusan masalah
a. Rumusan Umum
Berdasarkan latar-belakang dalam pendahuluan
sebagaimana terungkap di atas dengan pengidentifikasian masalah serta batasan objek penelitian
sebagaimana telah penulis paparkan di atas, maka secara umum penulis dapat merumuskan masalah
sebagai berikut :
Bagaimana peran serta dan upaya semua pihak yang terkait,
-umumnya bagi kelembagaan pendidikan dan khususnya bagi guru bahasa Arab- untuk
dapat meningkatkan kualitas dan efektisitas pembelajaran siswa kelas enam (VI) dalam
proses kegiatan belajar mengajar (KBM) yang -oleh peneliti- dianggap masih memiliki
permasalahan mendasar dan kendala terhadap penerimaan, penyerapan dan pemahaman
siswa terhadap materi ajaran dalam pembelajaran bahasa Arab di Madrasah Ibtidaiyah (MIs) Tanbihul Athfal desa Tegalgubug lor
b. Rumusan Khusus
Di samping rumusan masalah secara umum sebagaimana di atas, penulis juga dapat merumuskan permasalahan
dalam bentuk pertanyaan sebagai rumusan masalah secara khusus, sebagai berikut
:
a) Bagaimana efektifitas pembelajaran
siswa kelas enam (VI) sebelum diberlakukannya prosedur hafalan nahwu-sharaf (muhafadzoh) pada mata pelajaran
bahasa Arab di MI.
Tanbihul Athfal desa Tegalgubug lor ?.
b) Bagaimana penerapan
pendekatan metode hafalan nahwu-sharaf (muhafadzoh) terhadap meningkatnya efektifitas
pembelajaran siswa kelas enam (VI) pada mata pelajaran bahasa Arab di Madrsah Ibtidaiyah (MI) Tanbihul Athfal desa
Tegalgubug lor ?.
c) Baimana dampak/pengaruh metode hafalan nahwu-sharaf siswa (muhafadzoh) dalam pembelajaran bahasa Arab
pada siswa kelas enam (VI) di Madrsah Ibtidaiyah (MIs) Tanbihul
Athfal desa Tegalgubug lor ?.
Urgensi, Tujuan,
dan Manfaat Penelitian
a.
Urgensi
Penelitian
Mengapa penelitian ini penting, ialah
mengingat bahwa upaya meningkatkan kualitas dan efektifitas pembelajaran di
semua materi pelajaran oleh guru, terlebih bagi guru mata pelajaran bahasa Arab
khususnya, dan umumnya bagi para pelaku pendidik di setiap kegiatan
pembelajaran, maka penelitian ini memang dinilai sangat penting demi
terwujudnya peningkatan kualitas pendidikan bagi siswa dan terciptanya
efektifitas pembelajaran bahasa Arab.
b.
Tujuan Penulisan
Berdasarkan pada rumusan masalah yang
terkonsep sebelumnya sebagaimana diatas, maka tujuan penulisan pada proposal
penelitian ini, ialah :
a) Untuk mengetahui keadaan efektifitas
pembelajaran siswa kelas enam (VI) sebelum diberlakukannya prosedur
hafalan nahwu-sharaf (muhafadzoh) pada
mata pelajaran bahasa Arab di MI. Tanbihul Athfal desa Tegalgubug
lor ?.
b) Untuk mengetahui pola
penerapan pendekatan metode hafalan
nahwu-sharaf (muhafadzoh)
terhadap meningkatnya efektifitas
pembelajaran siswa kelas enam (VI) pada mata pelajaran bahasa Arab di Madrsah Ibtidaiyah (MI) Tanbihul Athfal desa Tegalgubug lor ?.
c) Untuk
mengetahui dan melihat hasil dampak/pengaruh metode hafalan nahwu-sharaf (muhafadzoh) dalam pembelajaran bahasa Arab
pada siswa kelas enam (VI) di Madrsah Ibtidaiyah (MIs) Tanbihul Athfal desa Tegalgubug
lor ?.
Kerangka Berpikir.
Berdasarkan
uraian di atas, maka secara teori terdapat causalitas hubungan langsung (sebab akibat) antara
variabel dependent di satu sisi dengan variabel independent
di sisi lain, bahwa dengan metode hafalan (muhafadzoh) nahwu-sharaf siswa
ternyata dapat meningkatkan kualitas dan efektifitas belajar siswa dalam mata
pelajaran Bahasa Arab di kelas enam (VI) Madrasah Ibtidaiyah (MI) Tanbihul
Athfal desa Tegalgubug lor, kecamatan Arjawinangun, kabupaten Cirebon.
Hubungan antara variabel
dependent (yang merupakan variable “y”) dengan variabel
independent (yang merupakan variable “x”) dapat digambarkan
dengan diagram sebagai berikut :
Efektifitas pembelajaran siswa kelas enam (VI) dalam mata
pelajaran Bahasa Arab masih terbilang rendah.
|
Penerapan metode hafalan (muhafadzoh) nahwu-sharaf siswa
dalam kegiatan pembelajaran Bahasa Arab.
|
Meningkatnya kualitas dan efektifitas belajar siswa kelas
enam (VI) secara signifikan dalam
pembelajaran Bahasa Arab.
|
Hipotesis.
Melalui
penerapan metode hafalan nahwu-sharaf (muhafadzoh) kepada siswa dalam
pembelajaran bahasa Arab, maka kualitas dan efektifitas belajar siswa secara
signifikan dapat ditingkatkan dalam mata pelajaran bahasa Arab di MI. Tanbihul
Athfal desa Tegalgubug lor.
c. Definisi Istilah
1. Pengaruh
Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Pengaruh diartikan sebagai daya yang ada
atau yang timbul dari sesuatu (benda atau orang) yang ikut
membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang. [04]
2. Pengayaan
Sedangkan
pengayaan, masih dalam kamus yang sama (KBBI), artinya adalah suatu cara,
proses, perbuatan mengayakan, atau memperkaya (tentang pengetahuan dan
sebagainya).
Dalam dunia
pendidikan, kata lain dari pengayaan adalah LES, dalam KBBI diartikan sebagai
pelajaran tambahan atau belajar di luar jam pelajaran sekolah. [05]
3. Profesi
Secara leksikal,
profesi ternyata mengandung berbagai makna dan pengertian, namun
pada hakekatnya, menurut Cicih Sutarsih (2012 ; 45), merupakan suatu pekerjaan
tertentu yang menuntut persyaratan khusus dan istimewa sehingga meyakinkan dan
memperoleh kepercayaan pihak yang memerlukannya. [06]
4. Profesionalisme
Masih menurut
Cicih Sutarsih (2012 ; 46), profesionalisme adalah sebagai
sesuatu yang menunjuk kepada komitmen para anggota suatu profesi untuk
meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus-menerus mengembangkan
strategi-strategi yang digunakannya dalam melakukan pekerjaan yang sesuai dengan
profesinya. [07]
5.
Shorof
(Simantik), dan Nahwu (Sintaksis)
Ilmu sharaf
merupakan salah satu ilmu tata-bahasa bahasa Arab (grammer), mempelajari ilmu
ini sangat penting untuk menguak tata-bahasa (linguistic), baik yang
klasik maupun modern, sebagian para ahli menyebutnya sebagai ilmu tashrif,
pandangan ini dikuatkan oleh para pakar bahasa kontemporer, antara lain
sebagaimana Ibnu Malik (672 H), sang Imam sering menyebutnya sebagai, antara
lain ;
Ilmu musthalah awal (“grammer pemula” red), inilah sebutan yang pokok dalam keilmuan ini;
Ilmu mukhtashar tahsrif (“resume tashrif” red) dan atau Ilmu Mawazin (“rumusan wazan-wazan” red) untuk melandasi atau mengetahui dasar-dasar kalimat dan struktur kata dalam ilmu nahwu. Dari pengistilahan ini kemudian berkembang dan populer hingga hari ini.
Ilmu musthalah awal (“grammer pemula” red), inilah sebutan yang pokok dalam keilmuan ini;
Ilmu mukhtashar tahsrif (“resume tashrif” red) dan atau Ilmu Mawazin (“rumusan wazan-wazan” red) untuk melandasi atau mengetahui dasar-dasar kalimat dan struktur kata dalam ilmu nahwu. Dari pengistilahan ini kemudian berkembang dan populer hingga hari ini.
Sedangkan para pendahulunya, seperti al-Faraahidiy (175 H), dan Imam Sibaweh (180 H) tidak merumuskannya demikian, tidak memilah antara ilmu tashrif dan sharaf, masalahnya -menurut Sibaweh- kedua bahasan masih termasuk dalam ruang lingkup kajian ilmu nahwu (sintaks).
والصرف
في الاصطلاح (علم بأصول - أي بقواعد - تُعرف بها أحوال أبنية الكلمة المفردة التي ليست
بإعراب أو بناء . (التصريف) ولا (الصرف) لأن مسائله كانت عندهما متداخلة في علم
النحو. [8]
Secara terminology (dalam konteks bahasa), ilmu sharaf merupakan ilmu ushul -kaidah-kaidah dasar- yang dengannya bisa mengenal dasar-dasar kalimat (kata) dan kosa-kata yang tidak melihatnya dari sisi i’rab dan bentuk kalimat. Dinamai tashrif (perubahan struktur kata) dan bukan sharaf karena memang letak permasalahan kedua bahasan tersebut masih bagian dari ilmu Nahwu.
Dalam buku “Kasy-Syaaf
Istilaahaat al-Funun” (“Menelisik istilah cabang-cabang dalam Ilmu Sharaf”
red), al-Hajib berpandangan : “ilmu sharaf disebut juga ilmu tashrif
merupakan ilmu ushul yang dengannya bisa mengenali keadaan dan asal-usul struktur
kalimat (kata) yang tidak dilihatnya dari sisi i’rab (bacaan) dan bentuk-bentuk
kalimat (kata)”. Demikian menurut al-Hajib.
Sedangkan yang dimaksud dengan
bentuk dasar kalimat (kata), begitu pun sighat dan wazannya, yaitu keadaan bentuk
yang memungkinkan melebur dan beradaptasi dengan kalimat (kata-kata) yang lain,
ialah suatu rentetan huruf-huruf yang tersusun (terstruktur secara sistematik),
perubahan dinamis dan statisnya pun pasti yang juga didasarkan pada perubahan
atau sisipan huruf-hurufnya baik tambahan (zaidah) maupun yang pokok (asli),
semuanya itu masuk dalam bahasan ilmu sharaf.
ولذا قيل أن الصرف أم العلوم والنحو أبوها.
Oleh karenanya, maka tak heran
jika ada ungkapan : “Ilmu sharaf” itu induk dan biangnya ilmu
pengetahuan, sedangkan “ilmu nahwu” adalah bapaknya.
Ar-Radhi berkata ; ilmu
tashrif merupakan cabang ilmu nahwu tanpa ada
pertentangan oleh kalangan pakar lingustik, pandangan ini mendasarkannya kepada
rumusan besar Imam Sibaweh, bahwa ilmu tashrif adalah ilmu yang
bisa membentuk struktur kalimat (kata) dimana redaksi bahasa Arab tidak bisa dibentuk
sesuai dengan pola-pola struktur wazannya kecuali dengan keilmuan ini, kemudian
-bentuk-bentuk kalimat tersebut- bisa diberlakukan sebagaimana ungkapaan-ungkapan
yang berlaku umum dikalangan masyarakat Arab (qiyasy) sebagaimana hal ini dibicarakan
secara jelas dalam soal-soal ujian (tamrin). Para pakar linguistic kontemporer
merumuskan ; bahwasannya tashrif adalah serangkaian ilmu untuk mengetahu
dasar-dasar kalimat (kata), yang dengannya terkadang untuk mengetahui struktur
huruf-huruf yang digunakan menyangkut keaslian atau sekedar sisipan (zaidah),
proses penafian huruf (hadzf), proses perubahan huruf (i’lal), penggabungan
huruf (idhgam), bacaan huruf (imalah), dan kadang-kadang dibicarakan juga
tentang mu’rab (kalimat-kalimat dinamis dari sisi i’rab) dan mabni
(kalimat-kalimat statis dari i’rab),
juga tentang keadaan berhenti (waqf) dan lain sebagainya. Intaha.
فالصرف
والتصريف عند المتأخرين مترادفان والتصريف على ما حكى سيبويه عنهم جزء من الصرف
الذي هو جزء من أجزاء النحو، انتهى ما في ((الكشاف)) وقد أطال الكلام على
قيود حد الصرف تركنا ذكره ههنا لقلة فائدته في هذا الكتاب. [09]
Sedangkan bagi
kalangan kontemporer, kata sharaf dan tashrif,
keduanya memang seakar (muradif atau sinonim), jadi, ilmu tashrif
(simantik) sebagaimana didasarkan kepada rumusan besar Sibaweh, adalah cabang dari
ilmu sharaf yang memang masih bagian dalam bahasan ilmu nahwu
(sintaksis). Demikian keterangan yang terdapat pada buku “Kasy-Syaaf Istilaahaat
al-Funun at-Tashrif” => (“Menelisik istilah cabang-cabang dalam
Ilmu Sharaf” red). [09]
6. Pendekatan
Pembelajaran dan
Metode Mengajar,
Pendekatan
pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita
terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya
suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi,
menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis
tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis
pendekatan, yaitu :
Pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan
Pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).[10]
Pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan
Pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).[10]
Metode
pembelajaran , lebih kepada cara-cara yang dilakukan guru untuk mencapai
sasaran dan tujuan, juga penguasaan kelas. Akan tetapi Ruseffendi (1980)
mencoba untuk memberikan kejelasan dan klarifikasi tentang metode mengajar ;
bahwa yang dimaksud dengan Metode mengajar adalah cara mengajar
secara umum yang dapat ditetapkan pada semua mata pelajaran, misalnya mengajar
dengan ceramah, ekspositori, tanya jawab, penemuan terbimbing dan sebagainya. [11]
7. Pembelajaran, dan Model-model
Pembelajaran
Pembelajaran,
dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), merupakan kata benda (n) yang
memiliki pengartian ; suatu proses, cara, atau perbuatan yang menjadikan orang
atau makhluk hidup belajar. [12] . Namun, menurut Joyce dan Weil (Rusman, 2012 ; 132)
berpendapat -seperti yang dikutip oleh Muslihudin dan Imam (2014 ; 7)- :
bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan
untuk membentuk kurikulum (“rencana pembelajaran jangka panjang” red),
merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau
yang lain. [13]
Sedangkan berdasarkan
Permendikbud Nomor 65 Tahun tentang Standar Proses, model pembelajaran yang
diutamakan dalam implementasi Kurikulum 2013 ialah antara lain
Model pembelajaran Inkuiri (Inquiry Based Learning);
Model pembelajaran Discovery (Discovery Learning);
Model pembelajaran berbasis projek (Project Based Learning); dan
Model pembelajaran berbasis permasalahan (Problem Based Learning).
Model pembelajaran Inkuiri (Inquiry Based Learning);
Model pembelajaran Discovery (Discovery Learning);
Model pembelajaran berbasis projek (Project Based Learning); dan
Model pembelajaran berbasis permasalahan (Problem Based Learning).
8. Pengulangan,
Daya Serap,
dan Pemahaman
Menurut Muslihudin dan Imam (2014 ; 23) Teori
dasar klasik yang memberikan dukungan paling kuat terhadap prinsip belajar
pengulangan ini adalah teori psikologi daya. Berdasarkan teori ini, belajar
adalah melatih daya-daya yang ada pada manusia yang meliputi daya piker,
mengingat, mengamati, mmenghapal, menanggapi dan sebagainya. Melalui
latihan-latihan maka daya-daya tersebut semakin berkembang. Sebaliknya semakin
kurang pemberian latihan, maka daya-daya tersebut semakin lambat perkembangannya.
Disamping teori psikologi daya, prinsip
pengulangan ini juga didasari oleh teori psikologi asosiasi atau connecsionisme
yang dipelopori oleh Thorndike dengan slah satu hokum belajarnya “Low of
Exercise” yang mengemukakan bahwa belajar adalah pembentukan stimulus
dan respon. Dengan pengulangan, pengalaman-pengalaman belajar akan semakain memperkuat hubungan stimulus
dan respon.
Pandangan psikologi condisioning
juga memberikan dasar yang kokoh bagi pentingnya proses latihan. Psikologi ini
berpandangan bahwa munculnya respon, tidak saja disebabkan oleh adanya
stimulus, akan tetapi lebih banyak disebabkan karena adanya stimulus yang
dikondisikan. Dalam konteks ini, dikondisikan dapat diartikan dengan dibiasakan.
Implikasi prinsip-prinsip pengulangan
bagi guru ialah antara lain :
Memilah pembelajaran yang berisi
pean yang membutuhkan pengulangan;
Merancang kegiatan pengulangan;
Mengembangkan soal-soal latihan;
dan
Mengimplementasikan
kegiatan-kegiatan pengulangan yang bervariasi.
Sedangkan, pada siswa dituntut untuk
memiliki kesadaran yang mendalam agar bersedia melakukan pengulangan
latihan-latihan baik yang ditugaskan oleh guru maupun atas inisiatif dan
dorongan diri sendiri. [14]
9. Hafalan
(metode menghafal), atau Muhafadzoh
“Hafalan” adalah suatu
kata yang terbentuk dari kata “hafal” yang memiliki beberapa
pengertian ;
Telah masuk di ingatan (tentang
pelajaran),
contoh penggunaan : “Saya
sudah mempelajari buku itu dan juga hafal isinya”.
Dapat mengucapkan diluar kepala
(tanpa melihat buku atau catatan lain),
contoh penggunaan : “Banyak
orang yang hafal nomor telephon barisan pemadam kebakaran”.
Menghafal mempunyai arti
; berusaha meresapkan ke dalam pikiran agar selalu ingat.
contoh penggunaan : “Anak itu
rajin menghafal nama tokoh pahlawan nasional”. [15]
Kata “Muhafadzoh” (المحافظة) adalah
bentuk mashdar mim yang terambil dari kata kerja “Haa - Fa - Dzo”
(حَافَظَ) berwazan
“Faa - ‘A - La” (فَاعَلَ).
“Haa - Fa - Dzo” (حَافَظَ) ini, termasuk fi’il mazid bentuk pertama (“fi’il yang
ditambahkan padanya satu huruf demi terwujudnya perubahan makna yang
dikehendaki” red), yaitu tambahan alif setelah “Fa” fi’il, yaitu dari “Ha
- Fi - Dzo” (حَفِظَ) bentuk mujarrod menjadi “Haa - Fa -
Dzo” (حَافَظَ) bentuk mazid.
Sebelum ditambahkan alif padanya, “ha
fi dzo” memiliki makna antara lain ; memelihara, menjaga dan menghafal.
[16]
Dalam kamus besar “Lisan-Al’Arab”
karya ulama besar Ibnu Mandzur, ada kutipan dari Ibnu Sayyidah, begini katanya
:
ابن سيده : الحِفْظ نقيض النِّسْيان وهو التعاهُد وقلَّة الغفلة
Artinya :
Ibnu Saydah berpandangan : bahwa Hifdz
(menghafal), maknanya adalah lawan dari lupa (nisyan), “Hifdz”
itu terikat dalam pengawasan (“selalu di ingat” red) dan sedikitnya
lalai.
Kemudian, Ibnu Mandzur mencontohkan
penggunaan kata “Ha - Fi - Dzo” (حَفِظَ) dalam
sebuah ungkapan :
حَفِظ الشيءَ حِفْظاً ورجلٌ حافظ من قوم حُفّاظ و حَفِيظٌ عن
اللحياني.
Seseorang telah menghafal sesuatu dengan sebenar-benarnya, dan orang itu (pertama) di sebut haafidz (penghafal) dari kalangan para penghafal (huffadz), dan (kedua) di sebut hafiiedz (penghafal). [17]
Dalam sebuah article berjudul “Al-Muhafadzoh
‘Alal-Hifdzi” asuhan DR. Majdi Al-Mahidiy, dalam muqaddimahnya ia
menyatakan :
من الأمور
التي تحجبنا أحيانا عن الانتفاع بما في القرآن من عظات وتوجيهات، ومن أسباب
الحيلولة بيننا وبين القرآن إرادة من يحفظ آيات القرآن للمحافظة على حفظه فيُكثر
من المراجعة السريعة للقرآن دون الاهتمام بمعاني القرآن
Artinya
Hal yang
terkadang kita tutup-tutupi menyangkut manfaat besar akan stimulus dan
arahan-arahan baik yang terkandung dalam al-Quran, diantara faktor-faktor
pemisahan antara kita (ummat muslim di satu sisi) dengan al-Quran (di
sisi yang lain) adalah kemauan (mereka) untuk berusaha menghafal
ayat-ayat suci dengan cara dan dengan pendekatan muhafadzoh (mempertahankan
ingatan) lalu dengannya secara cepat mereka mengulang-ulangi ayat-ayat
tersebut (bermuraja’ah dengan “mempercepat bacaan-bacaan hingga
terkesan pembacaannya secara terburu-buru” red) tanpa menilai urgensi akan
kandungan maknanya , … [18]
dalam studi
kajian fiqh, ada salah satu qo’idah begini :
المحافظة على القديم الصالح والأخذ بالجديد الأصلح
Artinya :
(Metode muhafadzoh) melestarikan budaya/metodologi/sesuatu
yang kuno tetapi masih memiliki relevansi dengan kekinian dan mengambil
sesuatu/metodologi/terobosan baru/langkah inovatif yang lebih baik.
Dari berbagai
pendekatan linguistik, baik dari kamus sederhana hingga kamus besar sebagaimana
terurai di atas dari para pakar bahasa dan para ‘ulama, maka “muhafadzoh”
diartikan sebagai sebuah metode atau
metodologi dalam pembelajaran apa pun bentuknya.
Di pesantren-pesantren tradisional berbasis pendidikan islam yang tersebar hampir diseluruh wilayah Indonesia, di sana umumnya
masih melekat dan
kental dengan penggunaan metode klasik apa yang didasarkan pada ungkapan arab akan pentingnya metode hafalan (muhafadzoh),
yaitu suatu
metode yang merupakan hasil sebuah rumusan briliant oleh
sebagaian
besar para ulama zaman dulu tentang bahwa :
الفهمُ
بعدَ الحفظِ
Artinya :
“Al-Fahmu ba’da al-Hifdzi”
=> bahwasannya “Paham itu (datangnya) setelah hafal (menghafal teori)”.
By Ibnu Khladun.
Hal senada
juga didukung oleh Syekh
Yahya ibn Nuruddin, di mana beliau mengungkapkan hal tersebut ada di salah
satu penggalan bait dalam kitab “Nadzom ‘Amrithi”,
yaitu kitab “Ad-Durrah Al-Bahiyyah”, (kitab
rujukan yang masih banyak digunakan dalam pesantren-pesantren
salafiyah di Indonesia hingga hari ini yang
merupakan salah satu grammer bahasa Arab), demikian baitnya
:
واَن
يكونَ نافعًا بعلمِه :: مَن إعتَنى بحفظِه وفهمِه
Maksudnya :
(Aku bermohon pada Allah SWT)
untuk melimpahkan manfaat yang seluas-luasnya (dalam meraih) keilmuan (kitab
ini) :: bagi siapa pun (yang ada berusaha) untuk menghafal (keseluruhan
teori) dengan sekaligus berusaha memahaminya. [19]
Hal itu menunjukan, bahwa benarlah apa yang di rumuskan oleh para ‘ulama zaman dulu dalam teori sebelumnya, yaitu “Paham itu datangnya setelah Hafal” (“remusan ini antara lain dicetuskan oleh failosuf besar kenamaan Ibnu Khaldun” red), maka senada dengan hipotesa tersebut ialah seuntai doa pengarang “Nadzom ‘Amrithy” atau “Ad-Durrah Al-Bahiyyah” dalam muqaddimahnya, doa ini diperuntukkan kepada siapa saja yang hendak mempelajari kitabnya, beliau mendoakan akan kemanfaatan ilmunya dan keilmuan yang terkandung dalam kitabnya tersebut bagi siapa saja yang berusaha untuk menghafal segala teori nahwu (teori sintaksis) yang terungkap di sana dengan sekaligus memahaminya
<<>>
Footnotes
[01]. Quran Surah Yusuf : 2
[02]. Muqaddimah “Ad-Durrah Al-Bahiyyah” atau “Nadzom ’Amrithy” oleh
Syekh Yahya ibn Nuruddin. (page 4)
[03]. Suharsimi Arikunto (1992 : 65)
[04].
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) offline versi 1.5.1
[05].
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) offline versi 1.5.1
[06]..DR. Cicih Sutarsih, M.Pd, “Etika
Profesi”, modul DMS Dirjen Pendis Kemenag RI. Jakarta. cetakan tahun
2012
[07].
DR. Cicih Sutarsih, M.Pd, “Etika Profesi”,
modul DMS Dirjen Pendis Kemenag RI. Jakarta. cetakan tahun 2012
[09].
كشاف اصطلاحات
الفنون والعلوم .: المؤلف : محمد علي التهانوي
[10].
Wina Senjaya. 2008. Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
[11].
Ruseffendi : “Strategi Mengajar, Pendekatan , Metode Mengajar Dan Model
Pembelajaran” (1980)
[12].
KBBI offline versi 1.5.1
[13].
DR. Muslihudin, M.A. dan Imam Sibaweh, M.Pd. : “Manajemen
Evaluasi Pembelajaran” (2014 ; 23-24)
[14].
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) offline versi 1.5.1)
[15].
KBBI offline versi 1.5.1
[16].
Kamus Besar Bahasa Arab versi 3.0
[17].
Kamus “Lisan al-‘Arab” by Ibnu Mandzur, pada bab Ha-Fi-Dzo,
page VII/440. Cetakan Dar Shadir Beirut, Libanon. (Maktabah Syamilah ishdar
tsani)
[19]. Bait terakhir dalam muqaddimah “Ad-Durrah
Al-Bahiyyah” atau “Nadzom ’Amrithy” oleh Syekh Yahya ibn
Nuruddin. page 4)
(Y)
BalasHapus