Rabu, 21 Januari 2015

PROPOSAL PTK


Judul :

APLIKASI PENDEKATAN METODE JIGSAW
PADA PEMBELAJARAN FIQH - POKOK BAHASAN “WUDHU”
DALAM UPAYA MENINGKATKAN EFEKTIFITAS PEMBELAJARAN SISWA
DI KELAS VI – MIs. TANBIHUL ATHFAL

DESA TEGALGUBUG LOR - ARJAWINANGUN - CIREBON

Di susun oleh :
Abdullah (14121190059)

PENDAHULUAN

1.1.   Latar belakang masalah
1.1.1.   Latar umum
Firman Allah SWT :


يرفع الله الّذين آمنوا منكم والّذين آوتوا العلم درجات والله بما تعملون خبير

Artinya ; “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. [01]

Sabda Nabi SAW :

قال رسول اللّه صلّى اللّه عليه وسلّم : " فَقِيهٌ أَشَدُّ عَلَى الشَّيْطَانِ مِنْ أَلْفِ عَابِدٍ". قال أبو عيسى هذا حديث غريب ولَا نعرفه إلّا من هذا الوجه من حديث الولِيد بن مسلم

Artinya : Rasulullah SAW bersabda “Satu orang faqih itu lebih dahsyat (keutamaannya) ketimbang seribu ahli ibadah”. [02]

Abu ‘Isa (nama popular untuk Imam Tarmidzy) berkomentar : riwayat hadits ini terbilang asing, kami tidak mengetahuinya kecuali dari sisi periwayatan ini, yaitu dari jalur Al-Walid bin Muslim.


 قال رسول اللّه صلّى اللّه عليه وسلّم : يَسِيرُ الْفِقْهِ خَيْرٌ مِنْ كَثِيرِ الْعِبَادَةِ وَخَيْرُ أَعْمَالِكُمْ أَيْسَرُهَا

Artinya : Rasulullah SAW bersabda : “Sedikit (memahami) ilmu Fiqh itu masih lebih baik dari pada memperbanyak ibadah. Dan sebaik-baik amalanmu ialah amalan-amalan yang mudah”. [03]


1.1.2.   Latar khusus
Pada sisi lain, pembelajaran Fiqh di tingkat pendidikan dasar dan atau di madrasah ibtidaiyah (MI) memang merupakan sesuatu yang sangat urgen mengingat bahwa ; “Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Untuk itu setiap satuan pendidikan hendaknya dilakukan, antara lain :
·         Perencanaan pembelajaran,
·         Pelaksanaan proses pembelajaran, serta
·         Penilaian proses pembelajaran
Ketiga point tersebut dilakukan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas ketercapaian kompetensi lulusan (SKL)”. [04]

Karenanya, tak berlebihan jika pada praktiknya, pembelajaran Fiqh di tingkat MI perlu perhatian dan penanganan khusus dan mendapatkan penekanan (stressing) yang lebih serius.

Masalahnya sekarang adalah bagaimana upaya kita –para pendidik dan termasuk didalamnya tenaga kependidikan- meningkatkan kualitas dan efektifitas pembelajaran Fiqh yang oleh sebagian siswa masih dianggap pelik  dan tak menarik untuk diikuti bahkan dipandang sebagai momok tersendiri, maka di sinilah peranan penting bagi seorang guru/pendidik sangat diperlukan.

Di samping itu, bahwa berhasil tidaknya seorang guru dalam kegiatan proses belajar menganjar (KBM) di kelas itu sangat bergantung kepada seberapa besar pesan-pesan atau bahan-bahan pokok materi ajarannya bisa dicerna, diterima dan dipahami oleh peserta didiknya.  Hal ini, pada gilirannya menuntut kepada seberapa besar penguasaan paedagogik seorang guru menyangkut skill dan keterampilan bagaimana seharusnya seorang guru bertindak di kelas dengan melibatkan penerapan suatu atau beberapa metode yang tepat yang diperlukan, termasuk dari padanya ialah penggunaan media belajar sebagai sarana dan prasana yang memadai yang terkadang memang tidak bisa diabaikan pada saat guru menyampaikan materi ajarnya kepada siswa.

Belum lagi, menyangkut kompetensi guru akan sikap keprofesionalismean yang menuntut seorang guru benar-benar mumpuni secara keilmuan dimaksud dengan benar-benar menguasai pengajarannya secara baik, proporsional dan professional pada saat bertindak selaku guru professional.

Apatah lagi, pokok bahasan materi ajarnya adalah mata pelajaran Fiqh yang memang bagi seorang guru, mata pelajaran ini seharusnya bisa dieksplorasinya secara tuntas, konprehensif, menyeluruh yang sarat akan nilai-nilai ajaran agama islam, termasuk di dalamnya adalah mengenalkan dan memahamkan macam-macam thaharah (wudhu, tayamum dan mandi wajib) kepada peserta didik di tingkat dasar yang kesemuanya itu seharusnya dapat di sajikan oleh guru secara naratif, ilustratif di depan siswanya di kelas hingga pada akhirnya semua yang tersaji akan dengan mudah terserap dan bisa dicerna/dipahami oleh para siswa.

1.2.   Identifikasi masalah (wilayah penelitian)
Berangkat dari latar permasalahan yang telah penulis deskripsikan pada pengantar topik sebagaimana latar permasalahan di atas, maka lahirlah beberapa kemungkinan sebagai faktor-faktor penyebab dari permasalahan yang mendasar, antara lain :
·         Ketidak-cocokan metode pembelajaran yang digunakan
·         Kurangnya sarana dan prasarana yang memadai
·         Penggunaan media pembelajaran yang kurang tepat
·         Kemampuan guru yang kurang bisa menguasai kondisi kelas, dan
·         Lemahnya kemampuan siswa dalam menyerap dan memahami materi pelajaran

1.3.   Rumusan masalah
1.3.1.   Rumusan umum
Berdasarkan latar-belakang dalam pendahuluan sebagaimana terungkap di atas dengan pengidentifikasian masalah sebagaimana telah penulis paparkan di atas, maka secara umum penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut :

Bagaimana peran serta dan upaya semua pihak yang terkait, -umumnya bagi kelembagaan pendidikan dan khususnya bagi guru Fiqh dan Ibadah Syari’ah- untuk dapat meningkatkan kualitas dan efektisitas pembelajaran siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar (KBM) -yang oleh penulis/peneliti- dianggap masih memiliki permasalahan mendasar dan beberapa kendala akan efisiensi dan efektisitas pembelajaran terhadap pokok bahasan “Wudhu dan Tayamum” dalam pembelajaran Fiqh di kelas enam (VI) Madrasah Ibtidaiyah (MIs) Tanbihul Athfal desa Tegalgubug lor

1.3.2.   Rumusan khusus
Di samping rumusan masalah secara umum sebagaimana di atas, penulis juga merumuskan permasalahan dalam bentuk pertanyaan sebagai rumusan masalah secara khusus, sebagai berikut :
a)  Bagaimanakah efektifitas pembelajaran Fiqh siswa kelas enam (VI) sebelum diterapkannya metode jigsaw learning ?.

b)  Bagaimanakah pola penerapan pendekatan metode jigsaw learning terhadap upaya peningkatan efektifitas pembelajaran siswa kelas enam (VI) pada mata pelajaran Fiqh di Madrsah Ibtidaiyah (MI) Tanbihul Athfal desa Tegalgubug lor ?.

c) Bagaimanakah hasil dampak/pengaruh metode jigsaw learning dalam pembelajaran Fiqh pada siswa kelas enam (VI) di Madrsah Ibtidaiyah (MIs) Tanbihul Athfal desa Tegalgubug lor ?.

1.4.   Urgensi dan Tujuan Penelitian

1.4.1.   Urgensi Penelitian
Mengapa penelitian PTK ini penting, ialah mengingat bahwa upaya meningkatkan kualitas dan efektifitas pembelajaran di semua materi pelajaran di kelas dalam lembaga pendidikan -terlebih bagi guru mata pelajaran Fiqh (ibadah syari’ah) khususnya, dan umumnya bagi para pendidik (guru) di setiap kegiatan pembelajaran-, maka penelitian ini memang dinilai penting demi ;
·         Terwujudnya peningkatan kualitas pendidikan bagi sekolah,
·         Terciptanya peningkatan aktifitas dan efektifitas belajar bagi siswa, dan
·         Terciptanya peningkatan kualitas pengajaran bagi guru.

1.4.2.   Tujuan Penelitian
Berdasar pada rumusan masalah yang terkonsep sebelumnya sebagaimana diatas, maka tujuan penulisan pada proposal penelitian ini, ialah :
a)  Untuk mengetahui keadaan efektifitas pembelajaran siswa kelas enam (VI) sebelum diterapkannya metode jigsaw learning pada mata pelajaran Fiqh di MI. Tanbihul Athfal desa Tegalgubug lor ?.

b)  Untuk mengetahui pola penerapan pendekatan metode jigsaw learning terhadap meningkatnya efektifitas pembelajaran siswa kelas enam (VI) pada mata pelajaran Fiqh di Madrsah Ibtidaiyah (MI) Tanbihul Athfal desa Tegalgubug lor ?.

c) Untuk mengetahui dan melihat hasil dampak/pengaruh metode jigsaw learning dalam pembelajaran Fiqh pada siswa kelas enam (VI) di Madrsah Ibtidaiyah (MIs) Tanbihul Athfal desa Tegalgubug lor ?.

1.5.   Manfaat Penelitian
Sebagaimana lazimnya dalam penelitian PTK, penelitian ini pun tentu mengacu kepada prinsip dan asas manfaat penelitian, yaitu manfaat kepada ;
a.  Manfaat bagi Siswa
·  Agar siswa dapat mengenal dan memahami secara benar akan macam-mcam thaharah dalam hukum ajaran islam (Wudhu, Tayamum dan Mandi wajib).
·    Agar siswa dapat melakukan dan mengamalkan secara praksis akan praktik-praktik yang benar dalam berWudhu dan Tayamum.
·   Agar siswa dapat memahami dan memilah mana yang fardhu, mana yang sunnah dan mana yang membatalkan terhadap Wudhu dan Tayamum.
·  Agar siswa terbiasa melafalkan (pengucapan) niyat dalam Wudhu, Tayamum dan Mandi wajib.
·   Agar siswa terlatih dan terbiasa berbicara untuk menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan hukum tahaharah.

b.  Manfaat bagi Guru.
·   Dapat memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar lebih banyak untuk memahami macam-macam thaharah (Wudhu, Tayamum dan Mandi wajib).
·   Dapat memotivasi dan memberikan rangsangan dan semangat serta dorongan yang kuat terhadap siswa supaya memiliki etos belajar yang tinggi terhadap pembelajaran Fiqh dan Ibadah Syari’ah.
·   Dapat berusaha menciptakan suasana kelas yang lebih kondusif dan menyenangkan bagi siswa.

c.  Manfaat bagi kelembagaan pendidikan (Sekolah).
Mengembangkan kemauan, minat, usaha, dan perhatian terhadap siswa melalui berbagai programa dan acara yang berhubungan dengan pengajaran Fiqh dan Ibadah Syari’ah seperti diadakannya praktik berWudhu dan Tayamum secara benar di sekolah.

d.  Manfaat bagi pengembang kurikulum.
Pengembangan penerapan metode Jigsaw lelarning dan STAD learning pada pembelajaran Fiqh yang berbasis cooperative dan interaktif social untuk diterapkan pada siswa kelas enam (VI) pada pokok bahasan “Wudhu dan Tayamum” ini dapat dijadikan sebagai bahan penelitian pendidikan dan sebagai pengalaman para pengajar Fiqh dan Ibadah Syari’ah.

e.  Manfaat untuk sebagai Khazanah Ilmu Pengetahuan.
·      Sebagai  eksperimen lanjutan di kelas-kelas syari’ah dalam rangka meningkatkan kualitas dan efektifitas pembelajaran Fiqh.
·      Melahirkan pemikiran-pemikiran baru dalam bidang pembelajaran Fiqh terutama pada pelaksanaan ibadah dan mu’amalah.

1.6.   Kerangka berpikir
Berdasar pada uraian di atas, maka secara teori terdapat adanya causalitas (hubungan langsung dari sebab akibat) antara variabel dependent di satu sisi dengan variabel independent di sisi lain, bahwa dengan penerapan metode jigsaw (jigsaw learning) dan STAD learning dalam pokok bahasan “Wudhu” dan “Tayamum”, efektifitas pembelajaran siswa dapat ditingkatkan dalam mata pelajaran Fiqh di kelas enam (VI) MIs. Tanbihul Athfal desa Tegalgubug lor, Cirebon.

Hubungan langsung antara variabel dependent yang merupakan variable “Y” yaitu “Pembelajaran Fiqh pada Pokok Bahasan Wudhu Siswa Kelas VI” dengan variabel independent yang merupakan variable “X” yaitu “Aplikasi Pendekatan Metode Jigsaw dan STAD Learning” dapat digambarkan dengan diagram sebagai berikut :


Efektifitas pembelajaran siswa kelas enam (VI) pada mata pelajaran Fiqh pokok bahasan wudhu dan tayamum masih terbilang rendah.


Penerapan metode cooperative dan interaktif (Jigsaw dan STAD learning) pada siswa dalam kegiatan pembelajaran Fiqh.


Meningkatnya kualitas dan efektifitas belajar siswa kelas enam (VI) secara signifikan dalam  pembelajaran Fiqh.

1.7.   Hipotesis tindakan
Melalui penerapan aplikasi metode pembelajaran tipe jigsaw dan STAD learning pada mata pelajaran Fiqh pada pokok bahasan “Wudhu” dan “Tayamum”, maka seharusnya kualitas dan efektifitas belajar siswa secara signifikan akan dapat ditingkatkan di kelas enam (VI) MIs. Tanbihul Athfal desa Tegalgubug lor, Cirebon.

1.8.   Definisi istilah
1.      APLIKASI.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata “Aplikasi” memiliki beragam makna, antara lain :
· Karya hias dalam seni jahit-menjahit dengan menempelkan (menjahitkan) guntingan-guntingan kain yang dibentuk seperti bunga (buah, binanatang, dsb) pada kain lain sebagai hiasan;
·   Tambahan. Contoh penggunaan sehari-hari : “dalam beberapa beberapa fakultas di adakan kursus aplikasi bahasa Inggris”.
·    Penggunanaan; penerapan; dan
·  Lamaran; permohonan; pendaftaran. Contoh penggunaan sehari-hari : “Ia mendapatkan formulir aplikasi di cabang bank terdekat”. [05]

2.      PEMBELAJARAN FIQH
Pembelajaran, dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), merupakan kata benda (n) yang memiliki pengartian ; suatu proses, cara, atau perbuatan yang menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. [06] . Namun, menurut Joyce dan Weil (Rusman, 2012 ; 132) berpendapat -seperti yang dikutip oleh Muslihudin dan Imam (2014 ; 7)- : bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (“rencana pembelajaran jangka panjang” red), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain. [07]

Sedangkan berdasarkan Permendikbud Nomor 65 tahun 2013 tentang Standar Proses, model pembelajaran yang diutamakan dalam implementasi Kurikulum 2013 ialah antara lain
·      Model pembelajaran Inkuiri (Inquiry Based Learning);
·      Model pembelajaran Discovery (Discovery Learning);
·      Model pembelajaran berbasis projek (Project Based Learning); dan
·      Model pembelajaran berbasis permasalahan (Problem Based Learning). [08]

Menurut Muslihudin dan Imam (2014 ; 23) Teori dasar klasik yang memberikan dukungan paling kuat terhadap prinsip belajar pengulangan ini adalah teori psikologi daya. Berdasarkan teori ini, belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada manusia yang meliputi daya piker, mengingat, mengamati, mmenghapal, menanggapi dan sebagainya. Melalui latihan-latihan maka daya-daya tersebut semakin berkembang. Sebaliknya semakin kurang pemberian latihan, maka daya-daya tersebut semakin lambat perkembangannya.

Disamping teori psikologi daya, prinsip pengulangan ini juga didasari oleh teori psikologi asosiasi atau connecsionisme yang dipelopori oleh Thorndike dengan slah satu hokum belajarnya “Low of Exercise” yang mengemukakan bahwa belajar adalah pembentukan stimulus dan respon. Dengan pengulangan, pengalaman-pengalaman belajar  akan semakain memperkuat hubungan stimulus dan respon.

Pandangan psikologi condisioning juga memberikan dasar yang kokoh bagi pentingnya proses latihan. Psikologi ini berpandangan bahwa munculnya respon, tidak saja disebabkan oleh adanya stimulus, akan tetapi lebih banyak disebabkan karena adanya stimulus yang dikondisikan. Dalam konteks ini, dikondisikan  dapat diartikan dengan dibiasakan.

Implikasi prinsip-prinsip pengulangan bagi guru ialah antara lain :
·      Memilah pembelajaran yang berisi pean yang membutuhkan pengulangan;
·      Merancang kegiatan pengulangan;
·      Mengembangkan soal-soal latihan; dan
·      Mengimplementasikan kegiatan-kegiatan pengulangan yang bervariasi.

Sedangkan, pada siswa dituntut untuk memiliki kesadaran yang mendalam agar bersedia melakukan pengulangan latihan-latihan baik yang ditugaskan oleh guru maupun atas inisiatif dan dorongan diri sendiri. [09]

Dalam pembelajaran Fiqh di tingkat MI pada pokok bahasan “wudhu dan tayamum”, mengingat karena peserta didiknya masih kanak-kanak, maka menurut Lukman (2012 ; 17) berdasarkan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dari mata pelajaran Fiqh untuk MI, maka dirumuskan agar peserta didik mampu : “Mengenal dan melaksanakan hokum Islam yang berkaitan rukun Islam mulai dari ketentuan dan tata-cara pelaksanaan thaharah, shalat, puasa sampai dengan pelaksanaan ibadah haji, … [10]

Karenanya, dalam pembelajaran Fiqh pokok bahasan “wudhu dan tayamum” ini, penulis mencoba menerapkan model interaksi social. Model ini, masih menurut Lukman Zain (2012 ; 19) lebih menitik beratkan pada hubungan kerja antara individu dengan masyarakat (“dalam konteks ini, masyarakat diartikan sebagai teman sepembelajaran dalam kelas” red) atau dengan individu lain agar siswa memiliki kemampuan hidup dan bekerja bersama orang lain. Karenanya dalam pembelajaran, model ini menekankan penelitian berkelompok dan beregu, [11]

3.      PENDEKATAN METODE JIGSAW
Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu :
1.      Pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan
2.      Pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).[12]

Sedangkan metode pembelajaran, lebih kepada cara-cara yang dilakukan guru untuk mencapai sasaran dan tujuan, juga penguasaan kelas. Akan tetapi Ruseffendi (1980) mencoba untuk memberikan kejelasan dan klarifikasi tentang metode mengajar, buka metode belajar ; bahwa yang dimaksud dengan metode mengajar -menurut Ruseffendi- adalah “cara mengajar secara umum yang dapat ditetapkan pada semua mata pelajaran, misalnya mengajar dengan ceramah, ekspositori, tanya jawab, penemuan terbimbing dan sebagainya”. [13]

Strategi pembelajaran interaktif (interactive instruction). Lukman Zain (2012 ; 19) dalam bukunya berjudul “Pembelajaran Fiqh” berpendapat ; Strategi pembelajaran interaktif dikembangkan melalui pengelompokan siswa dengan metode-metode interaktif. Dalam strategi ini terdapat bentuk-bentuk diskusi kelas, diskusi kelompok atau pengerjaan tugas berkelompok, dan kerja sama siswa secara berpasangan. [14]

Bentuk strategi ini, pola pendekatannya persis sama dengan pembelajaran tipe jigsaw, (jigsaw learning). Bentuk pembelajaran ini, menurut Anita Lie (2005 ; 12) dapat diartikan sebagai sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bekerjasama dengan sesama peserta didik dalam kelompok untuk mengerjakan tugas-tugas yang terstruktur. [15]

Wina Sanjaya (2008 ; 242), juga menuliskan pengertian jigsaw learning atau pembelajaran kooperatif dan interaktif yaitu model pembelajaran dengan statmen berikut :Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokan/tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang heterogen”. [16]

Stratetegi pembelajaran Jiqsaw Lerning ini, oleh Chatib Munif (2012 ; 130) dikelompokkan sebagai model pembelajaran Group Individual Learning (GIL). Adalah sebuah strategi pembelajaran yang melibatkan lebih dari satu siswa yang dibagi dalam kelompok. Biasanya dengan strategi ini, siswa dapat berinteraksi dalam memecahkan masalah yang diberikan oleh guru.

Individual Learning adalah strategi pembelajaran individual. Setiap siswa diminta untuk belajar sendiri dan menyelesaikan masalahnya sendiri, tanpa kerja sama dengan yang lain. [17]

4.      UPAYA
Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), Upaya diartikan sebagai : Usaha, ikhtiar (untuk mencapai suatu maksud, memecahkan persoalan, mencari jalan keluar, dsb), daya upaya. Contoh penggunaan dalam sehari-hari : “Upaya menegakkan keamanan patut dibanggakan”. [18]
5.      MENINGKATKAN
Dalam kamus yang sama (KBBI), kata Meningkatkan memiliki beragam makna, antara lain
·      Selalu meningkat (derajat, taraf, dsb); mempertinggi; memperhebat (produksi, dsb). Contoh penggunaan sehari-hari : “Harga barang meningkat
·      Mengangkat diri; memegahkan diri. Contoh penggunaan sehari-hari“Mereka akan mampu meningkatkan penghidupannya”. [19]
6.      EFEKTIFITAS
Kata efektifitas, tidak ditemui dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), di kamus ini hanya ada kata efektif yang memiliki beragam pengertian, antara lain :
·      Ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya);
·      Manjur atau mujarab (tentang obat);
·      Dapat membawa hasil, hasil guna (tentang usaha, tindakan); mangkus;
·      Mulai berlaku (tentang undang-undang, peraturan). [20]

Namun secara umum, menurut Danfar (), pengertian efektifitas menunjukan sampai seberapa jauh tercapainya suatu tujuan yang terlebih dahulu ditentukan. Hal tersebut sesuai dengan pengertian efektifitas menurut Hidayat (1986) yang menjelaskan bahwa :
Efektifitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas,kualitas dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar presentase target yang dicapai, makin tinggi efektifitasnya”. Sedangkan pengertian efektifitas menurut Schemerhon John R. Jr. (1986 : 35) adalah sebagai berikut : “Efektifitas adalah pencapaian target output yang diukur dengan cara membandingkan output anggaran atau seharusnya (OA) dengan output realisasi atau sesungguhnya (OS), jika (OA) > (OS) disebut efektif”. Adapun pengertian efektifitas menurut Prasetyo Budi Saksono (1984) adalah : Efektifitas adalah seberapa besar tingkat kelekatan output yang dicapai dengan output yang diharapkan dari sejumlah input“.

Dari pengertian-pengertian efektifitas tersebut dapat disimpulkan bahwa efektifitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas,kualitas dan waktu) yang telah dicapai oleh manajemen, yang mana target tersebut sudah ditentukan terlebih dahulu. Berdasarkan hal tersebut maka untuk mencari tingkat efektifitas dapat digunakan rumus sebagai berikut :
Efektifitas = Ouput Aktual / Output Target > = 1
·         Jika output aktual berbanding output yang ditargetkan lebih besar atau sama dengan 1 (satu), maka akan tercapai efektifitas.
·         Jika output aktual berbanding output yang ditargetkan kurang daripada 1 (satu), maka efektifitas tidak tercapai. [21]

Jadi, pengertian Efektifitas -dalam konteks pembelajaran- ialah keefektifan pengajaran yang juga mengandung pengertian keberhasilan pengajaran dalam proses kegiatan belajar mengajar (KBM) untuk meningkatkan pencapaian hasil belajar.
Dan menurut Suherman Syam (30/11/2012) yang mengutip Fitriani (2011: 6), Efektifitas pembelajaran adalah hasil guna yang diperoleh setelah pelaksanaan proses belajar mengajar [22]

7.      PROFESI, PROFESIONAL DAN PROFESIONALISME
Secara leksikal, profesi ternyata mengandung berbagai makna dan pengertian, namun pada hakekatnya, menurut Cicih Sutarsih (2012 ; 45), merupakan suatu pekerjaan tertentu yang menuntut persyaratan khusus dan istimewa sehingga meyakinkan dan memperoleh kepercayaan pihak yang memerlukannya.

Sedangkan professional, ialah sesuatu yang menunjuk padadua hal ; Pertama, Orang yang menyandang suatu profesi, misalnya “Dia seorang profesional”. Kedua, penampilan seseorang dalam melakukan pekerjaannya yang sesuai profesinya . pengertian kedua ini, professional dikontraskan dengan “non-profesional” atau “amatir”.

Masih menurut Cicih Sutarsih (2012 ; 46), profesionalisme adalah sebagai sesuatu yang menunjuk kepada komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus-menerus mengembangkan strategi-strategi yang digunakannya dalam melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya. [23]



Tidak ada komentar:

Posting Komentar