Judul :
APLIKASI PENDEKATAN METODE JIGSAW
PADA PEMBELAJARAN FIQH - POKOK BAHASAN “WUDHU”
DALAM UPAYA MENINGKATKAN EFEKTIFITAS PEMBELAJARAN SISWA
DI KELAS VI – MIs. TANBIHUL ATHFAL
DESA TEGALGUBUG LOR - ARJAWINANGUN - CIREBON
Di susun oleh :
Abdullah (14121190059)
PENDAHULUAN
1.1.
Latar belakang masalah
1.1.1.
Latar umum
Firman Allah SWT :
يرفع الله الّذين آمنوا منكم والّذين آوتوا العلم درجات والله بما تعملون
خبير
Artinya ; “Allah
akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang
diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan”. [01]
Sabda Nabi SAW :
قال رسول اللّه صلّى اللّه عليه وسلّم : " فَقِيهٌ أَشَدُّ
عَلَى الشَّيْطَانِ مِنْ أَلْفِ عَابِدٍ". قال أبو عيسى هذا حديث غريب
ولَا نعرفه إلّا من هذا الوجه من حديث الولِيد بن مسلم
Artinya :
Rasulullah SAW bersabda “Satu orang faqih itu lebih dahsyat (keutamaannya)
ketimbang seribu ahli ibadah”. [02]
Abu ‘Isa (nama popular untuk Imam
Tarmidzy) berkomentar : riwayat hadits ini terbilang asing, kami tidak
mengetahuinya kecuali dari sisi periwayatan ini, yaitu dari jalur Al-Walid bin
Muslim.
قال رسول اللّه صلّى اللّه
عليه وسلّم : يَسِيرُ الْفِقْهِ
خَيْرٌ مِنْ كَثِيرِ الْعِبَادَةِ وَخَيْرُ أَعْمَالِكُمْ أَيْسَرُهَا
Artinya : Rasulullah SAW
bersabda : “Sedikit (memahami) ilmu Fiqh itu masih lebih baik dari pada
memperbanyak ibadah. Dan sebaik-baik amalanmu ialah amalan-amalan yang mudah”. [03]
1.1.2.
Latar khusus
Pada sisi lain, pembelajaran Fiqh di tingkat pendidikan dasar
dan atau di madrasah ibtidaiyah (MI) memang merupakan sesuatu yang sangat urgen
mengingat bahwa ; “Proses
pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi
aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan
kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis
peserta didik. Untuk itu setiap satuan pendidikan hendaknya dilakukan, antara
lain :
·
Perencanaan pembelajaran,
·
Pelaksanaan proses pembelajaran,
serta
·
Penilaian proses pembelajaran
Ketiga point tersebut
dilakukan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas ketercapaian kompetensi
lulusan (SKL)”. [04]
Karenanya,
tak berlebihan jika pada praktiknya, pembelajaran Fiqh di tingkat MI perlu perhatian
dan penanganan khusus dan mendapatkan penekanan (stressing) yang lebih
serius.
Masalahnya
sekarang adalah bagaimana upaya kita –para pendidik dan termasuk didalamnya
tenaga kependidikan- meningkatkan kualitas dan efektifitas pembelajaran
Fiqh yang oleh sebagian siswa masih dianggap pelik dan tak menarik untuk diikuti bahkan dipandang
sebagai momok tersendiri, maka di sinilah peranan penting bagi seorang
guru/pendidik sangat diperlukan.
Di samping itu, bahwa berhasil tidaknya seorang guru dalam kegiatan proses belajar menganjar (KBM) di kelas itu sangat bergantung kepada seberapa besar pesan-pesan atau bahan-bahan pokok materi ajarannya bisa dicerna, diterima dan dipahami oleh peserta didiknya. Hal ini, pada gilirannya menuntut kepada seberapa besar penguasaan paedagogik seorang guru menyangkut skill dan keterampilan bagaimana seharusnya seorang guru bertindak di kelas dengan melibatkan penerapan suatu atau beberapa metode yang tepat yang diperlukan, termasuk dari padanya ialah penggunaan media belajar sebagai sarana dan prasana yang memadai yang terkadang memang tidak bisa diabaikan pada saat guru menyampaikan materi ajarnya kepada siswa.
Belum lagi,
menyangkut kompetensi guru akan sikap keprofesionalismean yang menuntut seorang
guru benar-benar mumpuni secara keilmuan dimaksud dengan benar-benar menguasai
pengajarannya secara baik, proporsional dan professional pada saat bertindak selaku
guru professional.
Apatah
lagi, pokok bahasan materi ajarnya adalah mata pelajaran Fiqh yang memang bagi
seorang guru, mata pelajaran ini seharusnya bisa dieksplorasinya secara tuntas,
konprehensif, menyeluruh yang sarat akan nilai-nilai ajaran agama islam,
termasuk di dalamnya adalah mengenalkan dan memahamkan macam-macam thaharah (wudhu,
tayamum dan mandi wajib) kepada peserta didik di tingkat dasar yang kesemuanya
itu seharusnya dapat di sajikan oleh guru secara naratif, ilustratif di depan siswanya
di kelas hingga pada akhirnya semua yang tersaji akan dengan mudah terserap dan
bisa dicerna/dipahami oleh para siswa.
1.2.
Identifikasi
masalah (wilayah penelitian)
Berangkat dari latar permasalahan yang
telah penulis deskripsikan pada pengantar topik sebagaimana latar permasalahan di
atas, maka lahirlah beberapa kemungkinan sebagai faktor-faktor penyebab dari permasalahan
yang mendasar, antara lain :
·
Ketidak-cocokan metode
pembelajaran yang digunakan
·
Kurangnya sarana dan prasarana
yang memadai
·
Penggunaan media pembelajaran
yang kurang tepat
·
Kemampuan guru yang kurang bisa
menguasai kondisi kelas, dan
·
Lemahnya kemampuan siswa dalam
menyerap dan memahami materi pelajaran
1.3.
Rumusan masalah
1.3.1.
Rumusan umum
Berdasarkan latar-belakang dalam pendahuluan sebagaimana terungkap
di atas dengan pengidentifikasian masalah sebagaimana telah penulis paparkan di atas, maka secara umum penulis
dapat merumuskan masalah sebagai berikut :
“Bagaimana peran
serta dan upaya semua pihak yang terkait, -umumnya bagi kelembagaan pendidikan
dan khususnya bagi guru Fiqh dan
Ibadah Syari’ah- untuk dapat meningkatkan kualitas dan efektisitas pembelajaran siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar
(KBM) -yang oleh penulis/peneliti- dianggap masih memiliki permasalahan mendasar
dan beberapa kendala akan efisiensi dan efektisitas
pembelajaran terhadap pokok
bahasan “Wudhu dan Tayamum” dalam pembelajaran Fiqh di
kelas enam (VI) Madrasah Ibtidaiyah (MIs) Tanbihul
Athfal desa Tegalgubug lor”
1.3.2.
Rumusan khusus
Di samping rumusan masalah secara umum sebagaimana di atas, penulis juga merumuskan permasalahan
dalam bentuk pertanyaan sebagai rumusan masalah secara khusus, sebagai berikut
:
a) Bagaimanakah efektifitas
pembelajaran Fiqh siswa kelas enam (VI) sebelum diterapkannya metode jigsaw
learning ?.
b) Bagaimanakah pola penerapan pendekatan metode jigsaw learning terhadap upaya peningkatan efektifitas
pembelajaran siswa kelas enam (VI) pada mata pelajaran Fiqh di Madrsah Ibtidaiyah (MI) Tanbihul
Athfal desa Tegalgubug lor ?.
c) Bagaimanakah hasil dampak/pengaruh metode jigsaw learning dalam
pembelajaran Fiqh pada siswa kelas enam (VI) di Madrsah Ibtidaiyah (MIs) Tanbihul Athfal desa Tegalgubug
lor ?.
1.4.
Urgensi dan
Tujuan Penelitian
1.4.1.
Urgensi
Penelitian
Mengapa penelitian PTK ini penting,
ialah mengingat bahwa upaya meningkatkan kualitas dan efektifitas pembelajaran
di semua materi pelajaran di kelas dalam lembaga pendidikan -terlebih bagi
guru mata pelajaran Fiqh (ibadah syari’ah) khususnya, dan umumnya bagi para pendidik
(guru) di setiap kegiatan pembelajaran-, maka penelitian ini memang dinilai
penting demi ;
·
Terwujudnya peningkatan kualitas
pendidikan bagi sekolah,
·
Terciptanya peningkatan aktifitas
dan efektifitas belajar bagi siswa, dan
·
Terciptanya peningkatan kualitas pengajaran
bagi guru.
1.4.2.
Tujuan
Penelitian
Berdasar pada rumusan masalah yang
terkonsep sebelumnya sebagaimana diatas, maka tujuan penulisan pada proposal
penelitian ini, ialah :
a) Untuk mengetahui keadaan efektifitas
pembelajaran siswa kelas enam (VI) sebelum diterapkannya metode jigsaw learning
pada mata pelajaran Fiqh di MI. Tanbihul Athfal desa Tegalgubug
lor ?.
b) Untuk mengetahui pola
penerapan pendekatan metode jigsaw
learning terhadap meningkatnya efektifitas
pembelajaran siswa kelas enam (VI) pada mata pelajaran Fiqh di Madrsah Ibtidaiyah (MI) Tanbihul
Athfal desa Tegalgubug lor ?.
c) Untuk
mengetahui dan melihat hasil dampak/pengaruh metode jigsaw learning dalam
pembelajaran Fiqh pada siswa kelas enam (VI) di Madrsah Ibtidaiyah (MIs) Tanbihul Athfal desa Tegalgubug
lor ?.
1.5.
Manfaat Penelitian
Sebagaimana
lazimnya dalam penelitian PTK, penelitian ini pun tentu mengacu kepada prinsip
dan asas manfaat penelitian, yaitu manfaat kepada ;
a.
Manfaat bagi Siswa
· Agar
siswa dapat mengenal dan memahami secara benar akan macam-mcam thaharah dalam hukum
ajaran islam (Wudhu, Tayamum dan Mandi wajib).
· Agar siswa dapat melakukan dan mengamalkan secara praksis
akan praktik-praktik yang benar dalam berWudhu dan Tayamum.
· Agar siswa dapat memahami dan memilah mana yang fardhu, mana yang
sunnah dan mana yang membatalkan terhadap Wudhu dan Tayamum.
· Agar siswa terbiasa melafalkan (pengucapan) niyat
dalam Wudhu, Tayamum dan Mandi wajib.
· Agar siswa terlatih dan
terbiasa berbicara untuk
menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan hukum tahaharah.
b. Manfaat bagi Guru.
· Dapat
memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar lebih banyak untuk memahami
macam-macam thaharah (Wudhu, Tayamum dan Mandi wajib).
· Dapat memotivasi dan memberikan rangsangan dan semangat
serta dorongan yang kuat terhadap siswa supaya memiliki etos belajar yang tinggi
terhadap pembelajaran Fiqh dan Ibadah Syari’ah.
· Dapat berusaha menciptakan suasana kelas yang lebih kondusif dan
menyenangkan
bagi siswa.
c. Manfaat bagi kelembagaan
pendidikan (Sekolah).
Mengembangkan kemauan, minat, usaha, dan perhatian terhadap
siswa melalui berbagai programa dan acara yang berhubungan dengan pengajaran Fiqh
dan Ibadah Syari’ah seperti diadakannya praktik berWudhu dan Tayamum secara
benar di sekolah.
d. Manfaat bagi pengembang
kurikulum.
Pengembangan penerapan metode Jigsaw lelarning dan STAD learning
pada pembelajaran Fiqh yang berbasis cooperative dan interaktif social untuk diterapkan
pada siswa kelas enam (VI) pada pokok bahasan “Wudhu dan Tayamum” ini dapat
dijadikan sebagai bahan penelitian pendidikan dan sebagai pengalaman para
pengajar Fiqh dan Ibadah Syari’ah.
e. Manfaat untuk sebagai Khazanah Ilmu
Pengetahuan.
·
Sebagai eksperimen lanjutan di kelas-kelas syari’ah
dalam rangka meningkatkan kualitas dan
efektifitas pembelajaran Fiqh.
·
Melahirkan
pemikiran-pemikiran baru dalam bidang pembelajaran Fiqh terutama pada
pelaksanaan ibadah dan mu’amalah.
1.6.
Kerangka berpikir
Berdasar pada uraian di atas, maka
secara teori terdapat adanya causalitas (hubungan langsung dari sebab akibat)
antara variabel dependent di satu sisi dengan variabel
independent di sisi lain, bahwa dengan penerapan metode jigsaw (jigsaw
learning) dan STAD learning dalam pokok bahasan “Wudhu” dan “Tayamum”,
efektifitas pembelajaran siswa dapat ditingkatkan dalam mata pelajaran Fiqh di
kelas enam (VI) MIs. Tanbihul Athfal desa Tegalgubug lor, Cirebon.
Hubungan langsung antara variabel
dependent yang merupakan variable “Y” yaitu “Pembelajaran Fiqh pada Pokok
Bahasan Wudhu Siswa Kelas VI” dengan variabel independent yang
merupakan variable “X” yaitu “Aplikasi Pendekatan Metode Jigsaw dan STAD
Learning” dapat digambarkan dengan diagram sebagai berikut :
Efektifitas pembelajaran siswa kelas enam (VI) pada mata
pelajaran Fiqh pokok bahasan wudhu dan tayamum masih terbilang rendah.
|
Penerapan metode cooperative dan interaktif (Jigsaw dan
STAD learning) pada siswa dalam kegiatan pembelajaran Fiqh.
|
Meningkatnya kualitas dan efektifitas belajar siswa kelas
enam (VI) secara signifikan dalam
pembelajaran Fiqh.
|
1.7.
Hipotesis tindakan
Melalui
penerapan aplikasi metode pembelajaran tipe jigsaw dan STAD learning pada mata
pelajaran Fiqh pada pokok bahasan “Wudhu” dan “Tayamum”,
maka seharusnya kualitas dan efektifitas belajar siswa secara signifikan akan dapat
ditingkatkan di kelas enam (VI) MIs. Tanbihul Athfal desa Tegalgubug lor,
Cirebon.
1.8.
Definisi istilah
1. APLIKASI.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata “Aplikasi” memiliki
beragam makna, antara lain :
· Karya hias dalam seni jahit-menjahit dengan
menempelkan (menjahitkan) guntingan-guntingan kain yang dibentuk seperti bunga
(buah, binanatang, dsb) pada kain lain sebagai hiasan;
· Tambahan. Contoh penggunaan sehari-hari : “dalam
beberapa beberapa fakultas di adakan kursus aplikasi bahasa Inggris”.
· Penggunanaan; penerapan; dan
· Lamaran; permohonan; pendaftaran. Contoh penggunaan
sehari-hari : “Ia mendapatkan formulir aplikasi di cabang bank terdekat”. [05]
2. PEMBELAJARAN
FIQH
Pembelajaran,
dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), merupakan kata benda (n) yang
memiliki pengartian ; suatu proses, cara, atau perbuatan yang menjadikan orang
atau makhluk hidup belajar. [06] . Namun, menurut Joyce dan Weil (Rusman, 2012 ; 132)
berpendapat -seperti yang dikutip oleh Muslihudin dan Imam (2014 ; 7)- :
bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan
untuk membentuk kurikulum (“rencana pembelajaran jangka panjang” red),
merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau
yang lain. [07]
Sedangkan
berdasarkan Permendikbud Nomor 65 tahun 2013 tentang Standar Proses, model
pembelajaran yang diutamakan dalam implementasi Kurikulum 2013 ialah antara
lain
·
Model pembelajaran Inkuiri (Inquiry
Based Learning);
·
Model pembelajaran Discovery (Discovery
Learning);
·
Model pembelajaran berbasis
projek (Project Based Learning); dan
·
Model pembelajaran berbasis
permasalahan (Problem Based Learning). [08]
Menurut
Muslihudin dan Imam (2014 ; 23) Teori dasar klasik yang memberikan dukungan
paling kuat terhadap prinsip belajar pengulangan ini adalah teori psikologi
daya. Berdasarkan teori ini, belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada
manusia yang meliputi daya piker, mengingat, mengamati, mmenghapal, menanggapi
dan sebagainya. Melalui latihan-latihan maka daya-daya tersebut semakin
berkembang. Sebaliknya semakin kurang pemberian latihan, maka daya-daya
tersebut semakin lambat perkembangannya.
Disamping teori
psikologi daya, prinsip pengulangan ini juga didasari oleh teori psikologi asosiasi
atau connecsionisme yang dipelopori oleh Thorndike dengan slah satu
hokum belajarnya “Low of Exercise” yang mengemukakan bahwa
belajar adalah pembentukan stimulus dan respon. Dengan pengulangan,
pengalaman-pengalaman belajar akan semakain
memperkuat hubungan stimulus dan respon.
Pandangan psikologi
condisioning juga memberikan dasar yang kokoh bagi pentingnya proses
latihan. Psikologi ini berpandangan bahwa munculnya respon, tidak saja
disebabkan oleh adanya stimulus, akan tetapi lebih banyak disebabkan karena
adanya stimulus yang dikondisikan. Dalam konteks ini, dikondisikan dapat diartikan dengan dibiasakan.
Implikasi
prinsip-prinsip pengulangan bagi guru ialah antara lain :
· Memilah
pembelajaran yang berisi pean yang membutuhkan pengulangan;
· Merancang
kegiatan pengulangan;
· Mengembangkan
soal-soal latihan; dan
· Mengimplementasikan
kegiatan-kegiatan pengulangan yang bervariasi.
Sedangkan, pada
siswa dituntut untuk memiliki kesadaran yang mendalam agar bersedia melakukan
pengulangan latihan-latihan baik yang ditugaskan oleh guru maupun atas
inisiatif dan dorongan diri sendiri. [09]
Dalam
pembelajaran Fiqh di tingkat MI pada pokok bahasan “wudhu dan tayamum”,
mengingat karena peserta didiknya masih kanak-kanak, maka menurut Lukman
(2012 ; 17) berdasarkan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dari mata
pelajaran Fiqh untuk MI, maka dirumuskan agar peserta didik mampu : “Mengenal
dan melaksanakan hokum Islam yang berkaitan rukun Islam mulai dari ketentuan
dan tata-cara pelaksanaan thaharah, shalat, puasa sampai dengan pelaksanaan
ibadah haji, … “ [10]
Karenanya, dalam pembelajaran
Fiqh pokok bahasan “wudhu dan tayamum” ini, penulis mencoba
menerapkan model interaksi social. Model ini, masih menurut Lukman Zain
(2012 ; 19) lebih menitik beratkan pada hubungan kerja antara individu dengan
masyarakat (“dalam konteks ini, masyarakat diartikan sebagai teman
sepembelajaran dalam kelas” red) atau dengan individu lain agar siswa
memiliki kemampuan hidup dan bekerja bersama orang lain. Karenanya dalam
pembelajaran, model ini menekankan penelitian berkelompok dan beregu, [11]
3. PENDEKATAN
METODE JIGSAW
Pendekatan
pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita
terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya
suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi,
menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan
teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis
pendekatan, yaitu :
1.
Pendekatan pembelajaran yang
berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan
2.
Pendekatan pembelajaran yang
berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).[12]
Sedangkan metode pembelajaran, lebih kepada cara-cara yang dilakukan guru untuk mencapai sasaran dan tujuan, juga penguasaan kelas. Akan tetapi Ruseffendi (1980) mencoba untuk memberikan kejelasan dan klarifikasi tentang metode mengajar, buka metode belajar ; bahwa yang dimaksud dengan metode mengajar -menurut Ruseffendi- adalah “cara mengajar secara umum yang dapat ditetapkan pada semua mata pelajaran, misalnya mengajar dengan ceramah, ekspositori, tanya jawab, penemuan terbimbing dan sebagainya”. [13]
Strategi pembelajaran
interaktif (interactive instruction). Lukman Zain (2012 ; 19) dalam
bukunya berjudul “Pembelajaran Fiqh” berpendapat ; Strategi
pembelajaran interaktif dikembangkan melalui pengelompokan siswa dengan
metode-metode interaktif. Dalam strategi ini terdapat bentuk-bentuk diskusi
kelas, diskusi kelompok atau pengerjaan tugas berkelompok, dan kerja sama siswa
secara berpasangan. [14]
Bentuk strategi
ini, pola pendekatannya persis sama dengan pembelajaran tipe jigsaw, (jigsaw
learning). Bentuk pembelajaran ini, menurut Anita Lie (2005 ; 12) dapat
diartikan sebagai sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada peserta
didik untuk bekerjasama dengan sesama peserta didik dalam kelompok untuk
mengerjakan tugas-tugas yang terstruktur. [15]
Wina Sanjaya (2008 ; 242), juga menuliskan pengertian jigsaw
learning atau pembelajaran kooperatif dan interaktif yaitu model
pembelajaran dengan statmen berikut : “Pembelajaran kooperatif merupakan
model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokan/tim kecil, yaitu
antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan
akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang heterogen”.
[16]
Stratetegi
pembelajaran Jiqsaw Lerning ini, oleh Chatib Munif (2012 ; 130)
dikelompokkan sebagai model pembelajaran Group Individual Learning
(GIL). Adalah sebuah strategi pembelajaran yang melibatkan lebih dari satu
siswa yang dibagi dalam kelompok. Biasanya dengan strategi ini, siswa dapat
berinteraksi dalam memecahkan masalah yang diberikan oleh guru.
Individual
Learning
adalah strategi pembelajaran individual. Setiap siswa diminta untuk belajar
sendiri dan menyelesaikan masalahnya sendiri, tanpa kerja sama dengan yang
lain. [17]
4. UPAYA
Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), Upaya
diartikan sebagai : Usaha, ikhtiar (untuk mencapai suatu maksud, memecahkan
persoalan, mencari jalan keluar, dsb), daya upaya. Contoh penggunaan
dalam sehari-hari : “Upaya menegakkan keamanan patut dibanggakan”. [18]
5. MENINGKATKAN
Dalam kamus yang sama (KBBI), kata Meningkatkan
memiliki beragam makna, antara lain
·
Selalu meningkat (derajat, taraf, dsb); mempertinggi;
memperhebat (produksi, dsb). Contoh penggunaan sehari-hari : “Harga
barang meningkat”
·
Mengangkat diri; memegahkan diri. Contoh penggunaan
sehari-hari“Mereka akan mampu meningkatkan penghidupannya”. [19]
6. EFEKTIFITAS
Kata
efektifitas, tidak ditemui dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), di kamus
ini hanya ada kata efektif yang memiliki beragam pengertian, antara lain :
·
Ada efeknya (akibatnya,
pengaruhnya, kesannya);
·
Manjur atau mujarab (tentang obat);
·
Dapat membawa hasil, hasil guna (tentang
usaha, tindakan); mangkus;
·
Mulai berlaku (tentang
undang-undang, peraturan). [20]
Namun secara
umum, menurut Danfar (28 Maret 2009), pengertian efektifitas menunjukan
sampai seberapa jauh tercapainya suatu tujuan yang terlebih dahulu ditentukan.
Hal tersebut sesuai dengan pengertian efektifitas menurut Hidayat (1986) yang
menjelaskan bahwa :
“Efektifitas
adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas,kualitas
dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar presentase target yang dicapai,
makin tinggi efektifitasnya”. Sedangkan pengertian efektifitas menurut
Schemerhon John R. Jr. (1986 : 35) adalah sebagai berikut : “Efektifitas
adalah pencapaian target output yang diukur dengan cara membandingkan output
anggaran atau seharusnya (OA) dengan output realisasi atau sesungguhnya (OS), jika
(OA) > (OS) disebut efektif”. Adapun pengertian efektifitas menurut
Prasetyo Budi Saksono (1984) adalah : “Efektifitas adalah seberapa besar
tingkat kelekatan output yang dicapai dengan output yang diharapkan dari
sejumlah input“.
Dari pengertian-pengertian
efektifitas tersebut dapat disimpulkan bahwa efektifitas adalah suatu ukuran
yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas,kualitas dan waktu) yang telah
dicapai oleh manajemen, yang mana target tersebut sudah ditentukan terlebih
dahulu. Berdasarkan hal tersebut maka untuk mencari tingkat efektifitas dapat
digunakan rumus sebagai berikut :
Efektifitas =
Ouput Aktual / Output Target > = 1
·
Jika output aktual berbanding output yang
ditargetkan lebih besar atau sama dengan 1 (satu), maka akan tercapai
efektifitas.
·
Jika output aktual berbanding output yang
ditargetkan kurang daripada 1 (satu), maka efektifitas tidak tercapai. [21]
Jadi, pengertian Efektifitas -dalam konteks pembelajaran- ialah
keefektifan pengajaran yang juga mengandung pengertian keberhasilan pengajaran
dalam proses kegiatan belajar mengajar (KBM) untuk meningkatkan pencapaian
hasil belajar.
Dan menurut Suherman Syam (30/11/2012) yang mengutip Fitriani (2011:
6), Efektifitas pembelajaran adalah hasil guna yang diperoleh setelah pelaksanaan
proses belajar mengajar [22]
7. PROFESI,
PROFESIONAL
DAN PROFESIONALISME
Secara leksikal,
profesi ternyata mengandung berbagai makna dan pengertian, namun
pada hakekatnya, menurut Cicih Sutarsih (2012 ; 45), merupakan suatu pekerjaan
tertentu yang menuntut persyaratan khusus dan istimewa sehingga meyakinkan dan
memperoleh kepercayaan pihak yang memerlukannya.
Sedangkan professional,
ialah sesuatu yang menunjuk padadua hal ; Pertama, Orang yang menyandang suatu
profesi, misalnya “Dia seorang profesional”. Kedua, penampilan seseorang dalam
melakukan pekerjaannya yang sesuai profesinya . pengertian kedua ini, professional
dikontraskan dengan “non-profesional” atau “amatir”.
Masih menurut
Cicih Sutarsih (2012 ; 46), profesionalisme adalah sebagai
sesuatu yang menunjuk kepada komitmen para anggota suatu profesi untuk
meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus-menerus mengembangkan
strategi-strategi yang digunakannya dalam melakukan pekerjaan yang sesuai
dengan profesinya. [23]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar